MK Diminta Tolak Pengujian UU Keuangan Negara
Berita

MK Diminta Tolak Pengujian UU Keuangan Negara

Jika terjadi korupsi di BUMN, pelaku hanya dapat dijerat dengan KUHP, bukan UU Tipikor.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
MK Diminta Tolak Pengujian UU Keuangan Negara
Hukumonline

Masyararakat Koalisi Sipil meminta Mahkamah Konstitusi tidak mengabulkan pengujian uji materi beberapa pasal dalam UU No.17  Tahun 2003 tentang Keuangan negara. Sejumlah alasan menjadi pertimbangan koalisi menyikapi upaya Forum BUMN melakukan  uji materi  sejumlah pasal dalam UU Keuangan Negara.

“Kami mengharapkan majelis MK menolak uji materi tersebut,” ujar Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (4/12).

Agus mengatakan, pemisahan BUMN dengan keuangan negara memungkinkan negara berpotensi kehilangan aset dari BUMN. Bahkan, bukan tidak mungkin penerimaan negara non pajak dari BUMN akan menyusut. Faktor lainnya, DPR tak lagi dapat mengawasi langsung terhadap BUMN. Begitu pula Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tak dapat melakukan audit terhadap BUMN.

“Dan korupsi di BUMN tak lagi dapat dijerat dengan pidana biasa atau korporasi,” katanya.

Lebih jauh, Agus berpandangan dengan tidak dapat dijerat dengan UU Tipikor jika terjadi penyimpanan di BUMN,  memungkinkan korupsi di BUMN dianggap sebagai tindakan kejahatan penggelapan. Alhasil, pelaku hanya dapat dijerat dengan KUHP, khususnya Pasal 372 dengan ancaman pidana 4 tahun. Sebaliknya, jika dijerat dengan UU Pemberantasan Tipikor khususnya Pasal 2 atau 3, pelaku dapat diancam dengan hukuman seumur hidup plus denda dan pembayaran uang pengganti.

Di tempat yang sama, mantan komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) Alamsyah Saragih mengamini pandangan Agus. Alamsyah menambahkan, keuangan negara bukan saja APBN. Menurutnya APBN merupakan sistem pengelolaan keuangan negara sebagaimana tertuang dalam Pasal 23 ayat (1) UUD 1945. Ayat tersebut menyebutkan, “APBN sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Ia berharap majelis konstitusi dapat meneliti dan menelaah tafsir gramatikal pemohon uji materi terhadap Pasal 23 ayat (1) Uud 1945 yang memaknai keuangan negara secara sempit. Kalimat ‘APBN sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara’  berbeda makna dengan ‘keuangan negara adalah APBN’.

“Jika ini dibenarkan, maka tak ada gunanya kita mengamandemen UUD 1945 Pasal 23,” ujarnya.

Lebih jauh, Alamsyah berpendapat permintaan pemohon terkait penghapusan ketentuan mengenai kekayaan negara yang dipisahkan berdasarkan teori kontrak muni akan menimbulkan kekacauan hukum. Pasalnya permintaan serupa bukan tidak mungkin bakal diajukan Badan Hukum Milik Negara (BHMN) dan Badan Hukum Privat (BHP)  lainnya untuk mendapatkan imunitas dari pemberlakukan hukum publik.

Tags:

Berita Terkait