Pengendalian Tembakau Harus Perhatikan Hak Ekosob
Aktual

Pengendalian Tembakau Harus Perhatikan Hak Ekosob

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Pengendalian Tembakau Harus Perhatikan Hak Ekosob
Hukumonline

Beberapa organisasi masyarakat sipil yang terdiri dari kelompok petani tembakau dan cengkeh, buruh pabrik rokok dan pecinta kretek mendesak Komnas HAM untuk mengambil langkah tegas atas rencana pemerintah menindaklanjuti Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC).

Saat bertandang ke Komnas HAM, anggota Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Yogyakarta, Suwaji mengatakan Komnas HAM perlu memberi masukan kepada pemerintah dalam membuat perangkat hukum dan aturan tentang konsumsi dan peredaran tembakau. Tujuannya, agar tidak berdampak negatif pada kegiatan ekonomi.

Pada kesempatan yang sama Ketua Umum Serikat Kerakyatan Indonesia, Standarkiaa Latief, mengatakan kovenan internasional tentang hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Ekosob) mewajibkan semua negara untuk memenuhi hak tersebut. Seperti mendapat pekerjaan, upah layak serta kondisi kerja yang aman, hak atas kebebasan berserikat dan jaminan sosial.

Salah satu bentuk pemenuhan hak Ekosob itu bersinggungan dengan keunggulan industri pengolahan tembakau, yaitu memperluas tenaga kerja. “Keunggulan ini tidak terlepas dari sejarah panjang industri pengolahan tembakau khususnya rokok kretek yang menghubungkan hulu dan hilir dan disokong oleh sumber dan bahan yang berada di dalam negeri (local content) yang kuat,” katanya ketika melapor ke Komnas HAM Jakarta, Selasa (10/12).

Sementara itu, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia, Nurtanio Wisnu Brata, menilai FCTC akan mengancam hak ekonomi sekitar 2,1 juta petani tembakau dan buruh tani. Serta 1,5 juta petani cengkeh, buruh perajang tembakau, petani pembibitan benih tembakau dan kuli angkut.  

“FCTC bisa mengancam industri tembakau rakyat karena tembakau merupakan bahan baku dasar produksi kretek. Tembakau juga tanaman unggulan petani karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi,” ujarnya.

Nurtanio berharap pemerintah menerbitkan regulasi yang sesuai dengan kondisi industri di Indonesia. Bukan sekadar mengacu pada aturan internasional. Ia menilai regulasi yang diterbitkan pemerintah hanya bersifat pengendalian tanpa ada strategi yang jelas untuk mengantisipasi dampak yang akan ditimbulkan. “Makanya kita mendesak agar pemerintah segera mengesahkan RUU Pertembakauan untuk menjadi undang-undang,” paparnya.

Menanggapi laporan itu, Wakil Ketua Komnas HAM, Dianto Bachriady, berjanji akan memperhatikan substansi FCTC sehingga tidak mengabaikan hak Ekosob. “Dari perspektif hak kesehatan memang harus ada perlindungan untuk warga, itu kita perjuangkan. Apapun namanya instrumen internasional kalau punya dampak negatif dalam hal ini petani tembakau harus lebih arif memutuskannya sebelum menandatanganinya,” tandasnya.

Tags: