Nasionalisasi Inalum dan Hibah Saham
Kolom

Nasionalisasi Inalum dan Hibah Saham

Cerita minor divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara (Newmont) pantas dijadikan pelajaran.

Bacaan 2 Menit
Nasionalisasi Inalum dan Hibah Saham
Hukumonline

Disetujuinya penggunaan uang negara lebih dari Rp7 triliun untuk membeli 58,87 persen saham PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) yang dikuasai Nippon Asahan Alumunium (NAA) oleh Komisi XI DPR pada 30 Oktober 2013, tidak semata-mata menyelesaikan persoalan. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah penentuan harga 58,87 persen saham Inalum dengan pihak Jepang yang belum tuntas, yang kemungkinan berakhir di arbritrase Internasional Center for Settlement of Investment Disputes.

Cara yang mesti dipikirkan Pemerintah adalah mengakomodasi keinginan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara dan 10 Pemerintah Kabupaten di sekitar Toba yang didukung oleh Komisi VI DPR untuk memiliki saham Inalum. Menurut Ketua Komisi VI Airlangga Hartarto, gabungan Pemerintah Daerah tersebut layak diberikan saham Inalum paling banyak 30 persen. Dan kabarnya palu sudah diketok untuk itu.

Dukungan Ketua Komisi VI DPR kepada gabungan Pemerintah Daerah di Sumatera Utara menjadi pemegang saham Inalum, secara prinsip sudah benar. Orang daerah memang tidak boleh sekadar menjadi penonton di kampung mereka sendiri. Agar keinginan baik Komisi VI DPR tepat sasaran, teknis masuknya gabungan Pemerintah Daerah di Sumatera Utara sebagai pemegang saham harus didudukkan dengan baik.

Cerita minor divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara (Newmont) pantas dijadikan pelajaran. Dalam kasus Newmont, memberikan kesempatan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat dan Pemerintah Kabupaten Sumbawa menguasai 24 persen saham divestasi Newmont (yang dilakukan dalam empat tahap; 2006, 2007, 2008, dan 2009 masing-masing sebesar 3 persen, 7 persen, 7 persen, dan 7 persen) dengan melibatkan swasta ternyata tidak memberikan keuntungan maksimal kepada masyarakat daerah bersangkutan.

Keterlibatan swasta membeli saham divestasi Newmont dilakukan dengan cara membentuk sebuah perusahaan patungan bernama PT Multi Daerah Bersaing yang 75 persen sahamnya dimiliki oleh PT Multi Capital (swasta), dan sisanya (25 persen) dimiliki oleh PT Daerah Maju Bersaing, sebuah BUMD yang dibentuk melalui Peraturan Daerah Propinsi Nusa Tenggara Barat No. 4 Tahun 2010 tentang Perseroan Terbatas Daerah Maju Bersaing. Dengan skema itu, masyarakat Nusa Tenggara Barat menjadi pihak yang minoritas. Yang paling diuntungkan dengan skema itu adalah pihak swasta atau PT Multi Capital yang menguasai 75 persen saham hasil divestasi Newmont 2006-2009 (24 persen).

Kekhawatiran berulangnya kasus Newmont pada Inalum sangat beralasan. Pernyataan Bupati Samosir Mangindan Simbolon adalah pertandanya. Menurut Simbolon, gabungan Pemerintah di Sumatera Utara akan membeli saham Inalum dengan mempergunakan uang PT Toba Bara Sejahtra Tbk dan Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) dengan komposisi saham 80 persen dipegang PT Toba Sejahtra Tbk dan Apemindo, sedangkan sisa 20 persen dimiliki oleh gabungan Pemerintah Daerah Sumatera Utara tanpa harus mengeluarkan dana sepeserpun.

Hibah Saham
Kabarnya, sampai hari ini rakyat Indonesia belum lagi mengecap hasil divestasi Newmont dengan maksimal meskipun proses panjang Sengketa Kewenangan Lembaga Negara di Mahkamah Konstitusi antara Pemerintah, DPR, dan BPK sudah dilewati. Penyebab sebenarnya dari masalah itu adalah konflik antara Pemerintah dan DPR sebagai konsekuensi dari keengganan Pemerintah memenuhi permintaan kelompok tertentu di DPR agar divestasi terakhir Newmont (7 persen) memakai skema yang sama dengan yang sebelumnya (divestasi 24 persen); melibatkan daerah yang bekerjasama dengan pihak swasta.    

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait