Kadin: Penerapan UU Minerba Ancam Pertumbuhan Ekonomi
Berita

Kadin: Penerapan UU Minerba Ancam Pertumbuhan Ekonomi

Pengusaha meminta pengecualian ekspor mineral mentah.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Kadin: Penerapan UU Minerba Ancam Pertumbuhan Ekonomi
Hukumonline
Mulai tahun 2014, UU No.4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara mulai membatasi ekspor mineral mentah (Ore). Pembatasan ini disertai dengan kewajiban membangun pabrik pemurnian mineral atau smelter pada semua perusahaan tambang yang ada di Indonesia, baik perusahaan milik dalam negeri maupun asing.

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia angkat bicara akan hal tersebut. Penerapan UU Minerba diperkirakan akan menyebabkan kelambatan pertumbuhan ekonomi daerah. Pasalnya, selama ini pergerakan ekonomi daerah masih dipengaruhi bisnis tambang mineral, karena semua pemilik izin tambang seperti kontrak karya (KK), Izin Usaha Pertambangan (IUP) hingga Izin Pertambangan Rakyat (IPR) ada di daerah. Oleh karena itu, perlu kebijakan yang tepat untuk membenahi permasalahan yang akan dihadapi.

Salah satu persoalan krusial dari penerapan UU Minerba ini adalah tentang nasib 800.000 tenaga kerja yang akan menganggur akibat aturan ini. Baik tenaga kerja yang terlibat langsung maupun yang tidak langsung dalam bisnis pertambangan minerba ini.

"Kami berharap DPR bersama dengan pemerintah dan pengusaha minerba, perlu mencarikan solusi akibat pemberlakuan UU Minerba. Yang terpenting, bagaimana menahan 800.000 tenaga kerja yang akan menganggur baik yang terlibat langsung maupun yang tidak langsung dalam bisnis pertambangan minerba ini,” kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Pemberdayaan Daerah Ntasir Mansyur di Jakarta, Kamis (19/12).

Natsir menegaskan, selain pekerja, pihak lain yang akan menerima imbas dari pemberlakuan UU Minerba adalah kontraktor, supplier hingga masyarakat sekitar pertambangan. Bahkan, muncul kekhawatiran adanya potensi kebangkrutan pengusaha tambang yang tidak bisa mengembalikan pinjaman bank.

Disisi lain, 2014-2015 merupakan tahun politik sehingga kondisi ini sangat bisa mempengaruhi kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah. Pihaknya berharap agar Kementerian ESDM, DPR komisi VI, VII dan XI serta pengusaha tambang minerba dapat duduk bersama mencarikan solusi dengan tidak menekankan pada egoisme institusi masing-masing.

Diakui Natsir, pihaknya mendukung program hilirisasi mineral demi kepentingan nasional. Tetapi, perlu persiapan dan perencanaan yang matang agar tak banyak pihak yang dirugikan atas kebijakan tersebut.

Dia juga menyayangkan infrastuktur yang telah dibangun pengusaha tanpa bantuan pemerintah ternyata terabaikan. DPR dan pemerintah pusat bisa melakukan pemberhentian, namun yang bersinggungan langsung pada kebijakan tersebut adalah pemerintah daerah.

Selain itu, selama ini DPR dan pemerintah dinilai terlalu mementingkan ego masing-masing. Padahal, egoisme DPR dan pemerintah dapat membawa dampak pada politik ekonomi, kesejahteraan rakyat dan program hilirisasi minerba yang sebenarnya sama pentingnya dengan tujuan negara ini.

“Urusan kebijakan kita serahkan ke DPR dan pemerintah, hanya saja jangan sampai pengusaha yang memiliki niat baik untuk membangun smelter jadi terabaikan,” ujarnya.

Untuk itu, Natsir menilai baiknya pemerintah dan DPR memberikan pengeculian ekspor mineral mentah dengan syarat. Apalagi ia menilai UU Minerba pada dasarnya tidak melarang ekspor mineral dalam bentuk ore, tetapi lebih kepada pembatasan ekspor.

Kasubdit Perdagangan dan Produksi Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Hersono Wibowo mengatakan, saat ini pihaknya tengah membahas aturan tentang larangan ekspor mineral mentah. Namun ia tak dapat menjelaksan secara pasti apakan ekspor mineral mentah benar akan dilarang tanpa pengecualian atau sebaliknya.

"Sekarang masih dibahas, jadi bisa saja berubah," pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait