Patrialis Masih Bersidang Sebelum Putusan PTUN Inkracht
Berita

Patrialis Masih Bersidang Sebelum Putusan PTUN Inkracht

Langkah banding yang ditempuh Patrialis, dinilai bukan sikap kenegarawanan.

Oleh:
RED/ANT
Bacaan 2 Menit
Patrialis Masih Bersidang Sebelum Putusan PTUN Inkracht
Hukumonline
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva menyatakan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar dan Maria Farida masih bisa menjalankan sidang sebelum putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang telah membatalkan Keppres No. 87/P Tahun 2013 belum memiliki kekuatan hukum tetap (Inkracht).

"Putusan pengadilan yang dilakukan upaya banding atau kasasi oleh para pihak adalah belum memiliki kekuatan hukum tetap (Inkracht) sehingga posisinya masih seperti semula. Dengan demikian posisi Pak Patrialis Akbar dan Bu Maria Farida masih seperti biasa, tidak terpengaruh dan belum ada implikasi hukum apa-apa," kata Hamdan, di Jakarta, Selasa (24/12).

Hamdan juga menyatakan bahwa pihaknya menghormati dan menghargai apa pun putusan PTUN, yang mengadili lingkup kewenangannya dalam mengadili tata usaha negara atau putusan pejabat administrasi negara.

Walau demikian, lanjutnya, putusan ini tentu ada hak dari pihak terutama dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan pemerintah serta Patrialis Akbar untuk mengajukan upaya hukum banding, dan selanjutnya mungkin juga bisa sampai pada putusan kasasi.

"Saya mendengar hari ini Pak Patrialis secara resmi menyatakan banding ke PT TUN, sehingga dengan demikian putusan hukum itu belum berkekuatan hukum tetap, sehingga belum efektif berlaku dan belum bisa dilaksanakan, sehingga sidang-sidang MK tetap berjalan biasa dan Pak Patrialis Akbar dan Bu Maria masih tetap bisa bersidang seperti biasa," tegasnya.

Pengadilan Tata Usaha Negara membatalkan Keppres No. 87/P Tahun 2013 yang berisi tentang pengangkatan jabatan hakim konstitusi Patrialis Akbar yang diajukan oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Indonesia Corruption Watch (ICW), Senin (23/12).

Putusan ini diketok oleh majelis hakim yang terdiri dari Teguh Satya Bhakti sebagai ketua majelis dan anggotanya Elizabeth IEHL Tobing dan I Nyoman Harnanta.

Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Mahkamah Konstitusi mengecam pernyataan Patrialis Akbar yang mengasosiasikan putusan PTUN terhadap Keppres sebagai tindakan melumpuhkan MK secara kelembagaan, sebab hal itu bukan merupakan inti gugatan perkara.

"Kami mengecam pernyataan Patrialis Akbar yang mengasosiasikan putusan PTUN sebagai tindakan yang akan melumpuhkan MK secara kelembagaan. Padahal yang menjadi inti gugatan adalah Keppres yang tidak taat hukum," kata Direktur Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Bahrain, selaku salah satu penggugat Keppres.

Sebelumnya, Patrialis mengatakan putusan PTUN mengancam MK secara kelembagaan yang saat ini sedang mengalami krisis hakim.

Menurut Bahrain, dengan putusan PTUN itu, Patrialis harus taat hukum dan mundur. Jika yang bersangkutan masih ingin mengejar kursi hakim konstitusi maka Patrialis harus tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Yang berlaku itu yang sesuai Perppu MK yang telah disetujui DPR. Dimana selain seleksi harus transparan dan partisipatif, juga harus melalui proses Panel Ahli," kata dia.

Patrialis Akbar sendiri yang memposisikan diri selaku penggugat intervensi dikabarkan telah melayangkan banding atas putusan itu. Sehingga putusan PTUN menjadi tidak inkracht.

Langkah banding itu menurut Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Mahkamah Konstitusi, menunjukan Patrialis bukan seorang negarawan.

"Pak Patrialis sebelumnya sudah dua kali mencalonkan diri sebagai hakim MK. Yang pertama gagal, lalu yang kedua dia mengundurkan diri. Sedangkan yang ketiga secara tiba-tiba dia ditunjuk Presiden melalui Keppres secara tidak transparan dan partisipatif, dan ketika Keppres dibatalkan dia banding, kan tidak negarawan namanya," ujar Bahrain.
Tags:

Berita Terkait