Ini Dia Revisi Daftar Negatif Investasi
Berita

Ini Dia Revisi Daftar Negatif Investasi

Beberapa bidang usaha yang dibatasi untuk kepemilikan asing serta pembatasan pemilikan asing yang sebelumnya dibuka dalam DNI, menjadi tertutup.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Ini Dia Revisi Daftar Negatif Investasi
Hukumonline
Revisi Daftar Negatif Investasi (DNI) masih terus dibahas pemerintah. Setelah beberapa waktu lalu pemerintah menyepakati untuk membuka beberapa sektor yang dapat dikuasai seratus persen oleh asing, dalam rapat koordinasi yang diadakan di Kementerian Perekonomian (Kemenko), Selasa (24/12), pemerintah mulai membatasi beberapa sektor untuk asing.

Ditemui usai Rakor, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Mahendra Siregar menjelaskan beberapa bidang usaha yang dibatasi untuk kepemlikan asing serta pembatasan pemilikan asing yang sebelumnya dibuka dalam DNI menjadi tertutup.

Bidang usaha yang dibatasi adalah jasa perdagangan seperti distributor, dengan persyaratan kepemilikan saham asing maksimal 33 persen, pergudangan dengan persyaratan kepemilikan asing maksimal 33 persen serta cold storage untuk wilayah Sumatera, Jawa dan Bali dengan oersyaratan kepemilikan saham asing maksimal 33 persen, sedangkan untuk Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua dibuka dengan persysaratan kepemilikan saham asing maksimal 67 persen.

Selanjutnya, Mahendra menjelaskan beberapa sektor yang kemudian menjadi terbatas untuk kepemilikan PMA setelah adanya harmonisasi penyederhanaan pengaturan kepemilikan saham asing. Sektor-sektor tersebut antara lain sektor komunikasi dan informatika.

Sektor ini memberikan batasan kepemilikan asing dalam hal penyelenggaraan jaringan telekomunikasi tetap dengan kepemilikan modal asing maksimal 65 persen, penyelenggaraan jaringan telekomunikasi tetap terintegrasi dengan jasa multimedia dengan kepemilikan modal asing maksimal 65 persen serta penyelenggaraan jasa multimedia kepemilikan modal asing maksimal 49 persen.

Untuk bidang usaha yang disesuaikan dengan undang-undang atau peraturan lainnya adalah sektor pertanian, dimana ada enam nomor bidang usaha yang menjadi lebih retriktif, semula disyaratkan kepemilikan modal asing maksimal 95 persen menjadi maksimal 30 persen sesuai UU No. 13 Tahun 2010 tentang Holtikultura.

Beberapa perubahan tersebut antara lain menyoal perbenihan holtikutura, budidaya holtikultura, industri pengolahan holtikultura, usaha penelitian holtikultura dan usaha laboratorium uji mutu holtikultura, pengusahaan wisata argo holtikultura serta usaha jasa holtikultura.

Untuk sektor perdagangan, bidang usaha mengacu pada ketentuan Peraturan Kepala BAPPEBTI selaku regulator perdagangan berjangka komiditi. Beberapa poin perubahan adalah penyelenggaraan perdagangan alternatif, semula tidak tercantum menjadi terbuka dengan persyaratan kepemilikan modal dalam negeri 100 persen sesuai dengan PERKA BAPPEBTI No. 103/BAPPEBTI/PER/03/2013 tentang Larangan Penyertaan Penananaman Modal Asing BAgi Pedangan Berjangka Penyelenggara Sistem Perdagangan Alternatif.

“Kemudian, pialang berjangka, semula tidak tercantum menjadi terbuka dengan persyaratan modal asing maksimal 95 persen, seusuai dengan PERKA BAPPEBTI No 74 Tahun 2009,” kata Mahendra.

Disamping itu, pemerintah juga membuka beberapa sektor untuk kepemilikan asing. Idang usaha yang dimaksud adalah sektor perhubungan yakni mencakup pembangunan terminal angkutan darat dan barang untuk umum dengan porsi asing maksimal 49 persen dan penyelenggaraan pengujian berkala kendaraan bermotor atau Uji KIR dengan kepemilikan asing maksimal 49 persen.

Sektor lainnya yang dibuka untuk asing adalah sektor kesehatan, di mana ada kenaikan saham milik asing untuk industri farmasi menjadi 85 persen dari sebelumnya 75 persen. Serta, sektor pariwisata dan ekonomi kreatif khususnya periklanan. Ini terkait dalam rangka kesepakatan di ASEAN untuk diberikan batasan saham 51 persen. Kemudian, sektor keuangan, antara lain menaikkan batas kepemilikan untuk modal ventura menjadi 85 persen dari sebelumnya hanya 80 persen.

Mahendra juga mengatakan, pemerintah melakukan revii terhadap sektor-ektor yang memiliki Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS). “Alasan revisi ini untuk meningkatkan produktivitas sektor tersebut karena beberapa sektor diperlukan yang lebih maju dalam infrastruktur. Pengelolaan lisensi yang melibatkan pihak asing, sedangkan kepemilikan tetap milik pemerintah,” jelasnya.

Sektor tersebut adalah sektor perhubungan antara lain di pelabuhan termasuk dermaga, gedung, terminal maupun tempat peti kemas yang diberlakukan non KPS 49 persen dan KPS 95 persen selama masa konsesi. Sektor perhubungan untuk Bandar udara diberikan maksimal 49 persen baik KPS maupun non KPS.

Sektor pekerjaan umum, antara lain perusahaan air minum dan jalan tol dimana KPS dan non KPS diberlakukan kepemilikan saham 95 persen. “Ini bertujuan untuk kepastian hukum yang lebih baik,” ujarnya.

Serta, sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Terutama sektor kelistrikan untuk pembangkit tenaga listrik dengan skala 10 MW, kesempatan untuk KPS 100 persen selama konsesi, transmisi KPS 100 persen dan non KPS 95 persen. Untuk dstribusinya, KPS sebesar 100 persen dan non KPS 95 persen.

Revisi DNI ini, lanjut Mahendra, masih menunggu persetujuan Presiden SBY dan diharapan awal tahun 2014 sudah bisa diberlakukan.

Menteri Koordinator dan Perekonomian, Hatta Rajasa mengatakan rapat koordinasinyang dilaksanakan pada hari ini menjadi rakor terakhir untuk kemudiann ditetapkan. Ia mengaku, pembahasan sudah melibatkan semua stakeholder. “Ini merupakan rapat final dan selanjutnya akan ditetapkan,” kata Hatta.

Ia menegaskan, pemerintah memiliki empat alasan untuk melakukan revisi DNI. empat alasan tersebut adalah guna menjaga pertumbuhan ekonomi dan antisipasi dampak krisis global melalui investasi, menyederhakan investasi, menyesuaikan dengan UU yang ada serta harmonisasi dan penyederhanaan bidang usaha.

“Pada dasarnya, revisi tersebut bertujuan untuk memberikan kepastian hukum bagi investor,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait