Dari CAT Hingga Paspor Daring, ‘Obat Mujarab’ Membasmi Pungli
Edsus Akhir Tahun 2013:

Dari CAT Hingga Paspor Daring, ‘Obat Mujarab’ Membasmi Pungli

Kementerian Hukum dan HAM berusaha mengubah pelayanan administrasi hukum menjadi cepat dan transparan. Tak selalu berjalan mulus.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Dari CAT Hingga Paspor Daring, ‘Obat Mujarab’ Membasmi Pungli
Hukumonline
Tampil sebagai pembicara kunci dalam acara Konsorsium Hukum Progresif di Semarang, 29 November lalu, Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana tak hanya memaparkan pandangannya dengan prinsip-prinsip hukum progresif. Ia juga menyelipkan pesan dan janji perubahan progresif di Kementerian Hukum dan HAM dalam beberapa hal. Perubahan itu antara lain dalam bidang penerimaan calon pegawai negeri sipil dan layanan administrasi hukum umum.

Pesan serupa yang lebih tegas pernah dia sampaikan di hadapan ratusan peserta seminar akbar Keterbukaan Informasi Menuju Pelayanan yang Berintegritas kerjasama Ditjen Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM dengan hukumonline, 19 September 2013. Saat itu Denny mengatakan pelayanan administrasi hukum umum bisa menjadi tujuh menit dan bebas pungli.

Selain pelayanan administrasi hukum, Denny menyinggung penerapan CAT di seluruh satuan kerja Kemenkumham agar penerimaan calon pegawai bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme. Dengan CAT, hasilnya bisa langsung diketahui sehingga mengurangi peluang kongkalikong. “Sekarang, penerimaan CPNS kita menggunakan CAT,” tandas Denny.

CAT, singkatan Computer Assisted Test, adalah model penerimaan calon pegawai berbasis komputer. Seleksi pegawai, termasuk ujian, dilakukan melalui komputer. Peserta bisa langsung mengetahui hasil ujiannya tak lama setelah menyelesaikan soal-soal yang disajikan. Dengan hasil itu, si calon bisa mengetahui apakah ia layak masuk atau melewati standar kelulusan atau tidak. CAT sudah diterapkan pada penerimaan calon pegawai negeri sipil di Kemenkumham pada 2013.

Layanan berbasis teknologi
Perangkat teknologi bukan saja digunakan untuk kebutuhan internal Kemenkumham, tapi juga dalam rangka memudahkan pelayanan publik. Layanan berbasis teknologi kini digunakan untuk pengurusan paspor, pendaftaran perusahaan, dan pembebasan bersyarat di pemasyarakatan. Bahkan pendaftaran fidusia sudah dilakukan secara online (fidusia online). Penyelenggaraan semua pelayanan itu dapat dilakukan secara online. Ia berharap lewat pendekatan teknologi, pelayanan publik dapat digelar tanpa dihinggapi pungli. Sebab, dengan teknologi proses pelayanan dapat dilakukan secara cepat dan transparan. “Memang salah satu obat muajarab untuk menghilangkan pungli di pelayanan publik ya menggunakan IT,” paparnya.

Penggunaan teknologi dalam pelayanan publik menurut Denny sangat efektif. Misalnya, dalam pembuatan paspor, saat ini prosesnya cenderung lebih baik ketimbang masa lalu. Ia pun membuka ruang kepada masyarakat untuk menilai seberapa efektif penerapan teknologi informasi di Kemenkumham. Ia pun menjelaskan dalam waktu dekat pendaftaran perusahaan dan yayasan akan lebih cepat prosesnya melalui online. Pasalnya, server baru yang disiapkan Kemenkumham sudah selesai pengadaannya. “Semuanya akan online,” ungkapnya.

Kerahasiaan tetap terjaga
Kepala Biro Humas dan Kerjasama Luar Negeri Kemenkumham, Maroloan J Baringbing, mengatakan walau aplikasi pelayanan publik digelar secara online, kerahasiaan data masyarakat yang menggunakan fasilitas itu terjaga. Misalnya, paspor online, setiap orang yang menggunakan aplikasi itu memiliki akses sendiri. Sehingga, data yang dimuat dalam formulir online tidak dapat diubah atau diketahui pengguna lain.

Dalam pembuatan paspor online, Baringbing menjelaskan pengguna dapat memilih kantor imigrasi wilayah yang akan dimohonkan untuk membuat paspor. Makin sedikit jumlah permohonan paspor di sebuah kantor imigrasi maka semakin cepat paspor itu diterbitkan. Oleh karenanya saat ini masyarakat yang ingin membuat paspor tidak perlu menyambangi kantor imigrasi yang ramai dikunjungi pemohon. “Bisa dipilih dimana yang paling sedikit permohonan paspornya, jadi bisa cepat, sehari jadi,” ucapnya.

Denny dan Baringbing meyakini teknologi informasi, seperti website dan aplikasi bisa mencegah pungli. Pelayanan sudah tersistem, sehingga ketika ada pengguna yang mengajukan permohonan pelayanan tapi tidak memenuhi syarat maka secara otomatis ditolak sistem.

Walau begitu Baringbing mengakui teknologi informasi yang ada saat ini masih perlu mendapat dukungan dan pengembangan. Terutama infrastruktur, seperti jaringan telekomunikasi, informasi dan listrik. Sebab, belum seluruh daerah di Indonesia memiliki infrastruktur yang memadai guna menunjang penerapan teknologi informasi khususnya di bidang pelayanan publik.

Sekalipun infrastruktur yang ada sudah diperbaiki atau anggaran yang dialokasikan besar, bukan berarti pelayanan publik yang didukung teknologi informasi dapat berjalan tanpa hambatan. Sebab, hal tersebut harus dibarengi dengan SDM yang mumpuni dalam mengoperasikan dan mengelola teknologi informasi. Di Kemenkumham, Baringbing menjelaskan setiap ada aplikasi baru, maka dilakukan pelatihan atau bimbingan kepada pegawai yang akan melakukan pelayanan. Selain itu ada pula program menyekolahkan pegawai ke lembaga pendidikan untuk studi teknologi informasi. “Butuh proses dalam membangun sistem,” tuturnya.

Selain itu, Baringbing menyebut Kemenkumham menggunakan website sebagai media menyampaikan berita serta informasi terkait tugas dan fungsi lembaga. Bukan hanya kerja-kerja Kemenkumham di tingkat pusat, tapi juga daerah. Lewat website, masyarakat dapat mudah mencari informasi yang dibutuhkan tentang Kemenkumham. Misalnya, ingin mengetahui berita dan informasi tentang kantor wilayah Kumham di Aceh, maka masyarakat yang membutuhkan dapat mencarinya lewat website tersebut. “Setiap daerah punya halaman (website) masing-masing,” ujarnya.

Mengingat perkembangan teknologi sangat pesat dan saat ini masyarakat relatif mudah membuka website lewat gadget. Baringbing mengatakan saat ini, Kemenkumham telah membuat website yang tampilannya dirancang khusus untuk versi gadget. Kebijakan itu ditujukan agar masyarakat semakin mudah mengakses berita dan informasi yang ada di Kemenkumham. Sayangnya, untuk aplikasi pelayanan publik seperti paspor online, belum dapat dilakukan melalui gadget. Tapi ia yakin dengan perkembangan teknologi, aplikasi pelayanan publik itu bakal ada versi gadget-nya.

Tak ketinggalan Baringbing menjelaskan lewat website, masyarakat dapat melayangkan saran, kritikan serta laporan tentang apapun yang berkaitan dengan tugas dan fungsi Kementerian. Termasuk pengaduan atas pelayanan publik yang diberikan petugas. Dalam hal ini Baringbing menilai website sebagai jembatan yang menghubungkan masyarakat dan Kementerian. Melalui website, masyarakat dapat menyampaikan pengaduannya dengan mudah.

Sejalan hal tersebut, Baringbing menyebut di pojok konten website Kemenkumham, ada aplikasi untuk menyampaikan saran, kritik dan keluhan. Bahkan masukan itu dapat disampaikan masyarakat lewat SMS yang langsung tersambung dengan pimpinan Kementerian. Aplikasi tersebut memudahkan masyarakat yang ingin melapor. Misalnya, masyarakat yang tinggal di Papua, tidak perlu repot untuk melayangkan surat atau bertandang ke Jakarta untuk menyampaikan pengaduan.

Walau begitu Baringbing menekankan rahasia pelapor yang menyampaikan pengaduan lewat website akan terjaga dengan baik. Pengelolaan pengaduan itu dilaksanakan oleh biro Humas. Teknisnya, setelah pengaduan atau laporan masyarakat itu masuk lewat surat elektronik, maka Humas akan melanjutkannya ke direktorat yang berwenang menangani persoalan yang disampaikan.

Sedangkan menurut salah satu warga Bekasi yang pernah menggunakan aplikasi paspor online, Poeji Lestari, proses permohonan paspor secara online memakan waktu yang tergolong cepat. Ia mengaku proses permohonan pembuatan paspor di kantor imigrasi Bekasi itu hanya memakan waktu sekitar 30 menit. Aplikasi paspor online juga dapat dikatakan bersahabat bagi pengunanya karena mudah digunakan. Sebab segala berkas yang dibutuhkan sebagai persyaratan membuat paspor tinggal diunggah di bagian pendaftaran paspor pada aplikasi paspor online.

Menurut Poeji, yang cukup merepotkan yaitu menunggu sesi foto dan interview. Sedangkan terkait data pemohon paspor, aplikasi paspor online dirasa mampu untuk menjaga kerahasiaan sehingga tidak disalahgunakan pihak lain. Tak kalah penting selama menjalani proses permohonan paspor baru secara online itu, Poeji mengaku tidak mengalami pungli, hanya membayar biaya resmi Rp255.000.

Poeji menilai pemerintah belum melakukan sosialisasi paspor online kepada masyarakat secara masif. Sehingga, belum banyak masyarakat yang mengetahui adanya aplikasi paspor online. Ia berharap ke depan pemerintah, khususnya pihak imigrasi giat memberi pemahaman kepada masyarakat tentang keuntungan menggunakan aplikasi paspor online. “Agar masyarakat luas juga dapat menggunakan aplikasi online saat pembuatan paspor,” tukasnya.
Tags:

Berita Terkait