Abdulhamid Dipopramono:
Kejaksaan, Website Lembaga Hukum Terbaik
Edsus Akhir Tahun 2013:

Abdulhamid Dipopramono:
Kejaksaan, Website Lembaga Hukum Terbaik

Website lembaga hukum jangan sebatas menayangkan, mengekspose atau mengupload kegiatan-kegiatan positif mereka saja.

Oleh:
YOZ
Bacaan 2 Menit
Ketua KI Pusat, Abdulhamid Dipopramono. Foto: YOZ
Ketua KI Pusat, Abdulhamid Dipopramono. Foto: YOZ
Kehadiran website di Badan Publik, khususnya lembaga-lembaga hukum jelas memudahkan masyarakat untuk mengakses informasi dan mendapatkan dokumen yang diperlukan. Selain tak memakan biaya besar, bisa dikatakan, kehadiran website turut memangkas birokrasi.

Meski efektif bagi masyarakat yang membutuhkan pelayanan informasi, website tidak melulu menceminkan kondisi badan publik atau lembaga hukum yang sebenarnya. Sebagai sebuah benda, website bisa saja dipercantik setiap waktu. Apalagi bagi lembaga-lembaga yang memiliki dana besar. Mempercantik website tentu bukanlah hal yang sulit.

Bagi institusi atau lembaga hukum pembuatan website jelas sangat berguna, terutama bagi mereka yang beperkara. Mereka tinggal melihat perkembangan perkara melalui link yang disediakan tanpa harus datang ke pengadilan atau jalan lainnya.

Komisi Informasi (KI) Pusat sebagai lembaga negara independen yang dibentuk dalam rangka menjamin hak publik atas informasi tentunya berkepentingan agar setiap lembaga negara, termasuk di dalamnya lembaga negara di bidang hukum, memiliki sarana-sarana yang mendukung terbukanya akses informasi publik. Salah satu sarana itu adalah website.

Untuk membahas efektivitas website di lembaga-lembaga hukum, hukumonline mewawancarai Ketua KI Pusat, Abdulhamid Dipopramono. Wawancara ini adalah bagian dari tulisan Edisi Khusus Akhir Tahun 2013. Berikut petikan wawancaranya:

Apakah adanya website di lembaga-lembaga hukum sudah efektif bagi masyarakat?
Tentu saja efektif karena website itu diakses oleh semua orang dari segala penjuru. Dengan adanya website, semua orang tak perlu repot datang ke badan publik untuk mendapatkan dokumen atau informasi yang dia perlu. Tapi hati-hati juga, website itu seringkali tidak mewakili kondisi yang sesungguhnya.

Website itukan hanya semacam benda atau wajah yang bisa saja dipercantik oleh pemiliknya. Apalagi website-website di lembaga-lembaga hukum inikan jelas memiliki biaya sendiri. Ada yang memiliki biaya banyak hanya untuk mengurus website, namun ada juga yang tidak. Tapi kita tidak efektif kalau hanya mengukur dari segi biaya saja.

Tapi kalau dari sisi kehumasan itu sangat bemanfaat. Misalnya updating. Pemberian tampilan yang bagus tentu akan menarik semua perhatian orang untuk mengunjungi website tersebut.

Memangnya ada website lembaga hukum yang tidak mewakili kondisi sebenarnya?
Tentunya ada. Kalau kaitan dengan lembaga hukum, misalnya, seharusnya ada kanal untuk pendaftaran perkara dan bisa dilakukan melalui website. Tapi, ia tetap harus datang untuk mengisi formulir, tandatangan dan menjalankan tahap-tahap perkara itu. Makanya, kaitan dengan KI Pusat, untuk pemeringkatan tahun ini kita tidak hanya melihat website dari tampilannya saja, seperti tahun terdahulu.

Memang bagaimana KI Pusat melakukan pemeringkatan?
Untuk memprediksikan bahwa website itu tidak mencerminkan kondisi yang sebenarnya, KI Pusat menggunakan suatu metodologi. Kegiatan pemeringkatan tahun ini menggunakan metode penyebaran Kuesioner Penilaian Mandiri (self assesment questioner) ke seluruh badan publik, yang kemudian dari hasil penilaian yang dilakukan badan publik itu sendiri dilakukan verifikasi berupa visitasi dan wawancara setelah dilakukan pemeringkatan sementara berdasarkan dokumen pembuktian yang berada di website badan publik dan/atau hard copy/soft copy yang dilampirkan pada saat pengembalian kuesioner.

Penggunaan metode self assesment ini dipilih KI Pusat atas dasar petimbangan sebagai mekanisme atas cara untuk mendorong perbaikan badan publik dalam mengelola informasi sesuai dengan UU No. 14 Tahun 2008, dengan harapan akan terjadi refleksi atas kinerja kelembagaan dan munculnya pemahaman akan kelebihan dalam mengelola informasi publik.

Menurut pandangan KI Pusat, website yang baik itu seperti apa?
Saya melihatnya dari dua hal. Pertama, Website yang baik itu seharusnya memenuhi ketentuan yang diatur dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, memang di Pasal 7 disebutkan bentuknya elektronik dan non elektonik. Website itu punya fungsi lain seperti kehumasan. Ketika suatu lembaga hukum menggunakan website untuk kehumasan, mereka paling hanya menayangkan, mengekspose atau mengupload kegiatan-kegiatan positif mereka. Padahal, seharusnya website juga berfungsi melaksanakan salah satu ketentuan yang diatur oleh UU No. 14 Tahun 2008.

Kedua, website yang baik harus menayangkan informasi yang bekala. Daftar informasi berkala ini di dalamnya adalah semua daftar infomasi yang dimiliki badan publik, termasuk daftar yang dikecualikan. Informasi yang dikecualikan sesuai Pasal 17 UU KI Pusat, tidak harus dimuat. Jadi daftarnya saja yang dimuat, tapi isinya tidak karena dia dikecualikan. Informasi serta merta juga suatu saat harus dikeluarkan.

Ketiga, informasi yang tersedia setiap saat. Kalau untuk mendapatkan dokumen yang lengkap, memang harus didapati dari pusat pelayanan masing-masing lembaga itu.

Khusus lembaga hukum, website yang bisa dibilang baik itu seperti apa?
Tak jauh berbeda. Pertama, website lembaga hukum itu harus menampilkan semua daftar infomasi yang dia miliki. Kemudian, sebagai PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi), maka dia harus punya link PPID. Kemudian, ada kanal pengaduan dan tata cara pengaduan. Kemudian, ada daftar pekara yang sedang ditangani, seperti Polri dan Pengadilan. Termasuk pekembangan perkara tersebut, harus diinformasikan. Tapi ingat, kalau pokok perkara itu sudah masuk ke infomasi yang dikecualikan.

Kemudian yang perlu ditampilkan tentang lembaga hukum itu sendiri, seperti profil dan laporan kekayaan pejabat, program-program yang dia miliki, laporan keuangan. Khusus website pengadilan, mungkin bisa menampilkan daftar mediator atau putusan-putusan. Jangan lupa menampilkan peraturan-peraturan atau regulasi yang tekait dengan lembaga tersebut dan mudah di download publik.

Untuk Saat ini lembaga mana yang memiliki website terbaik?
Yang dinilai KI Pusat kemarin itu hanya yang mengembalikan formulir. Sebenarnya ada lima besar Badan Publik yang meraih prestasi yaitu Kementerian Keuangan, Kementerian Pekerjaan Umum, BKKBN, Badan Pengusaha Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam dan Kejaksaan Agung. Untuk institusi penegak hukum, ya Kejaksaan Agung di peringkat pertama.

Apa peran KI Pusat terkait adanya website lembaga-lembaga hukum?
Peran KI Pusat kita kembalikan ke fungsi. Di UU No. 14 Tahun 2008, KIP memang tidak spesifik disebutkan menangani website, tapi kita mendorong pembentukan PPID, yang mana Badan Publik harus membentuknya. Di Pasal 7 dinyatakan, sarana dan prasarana elektronik dan non elektronik. Pasal itu menjadi pintu kita untuk mendorong website tadi.

KI Pusat mengawasi dalam arti mengevaluasi, apakah dalam website tersebut sudah mencantumkan dafar infomasi sesuai syarat-syarat yang ditentukan UU dan mudah diakses masyarakat. Website itu hanya salah satu yang kita nilai. Kita juga menilai bagaimana cara mereka melayani publik dalam memberikan dokumentasi dan informasi yang dimiliki.

Apakah website bisa mengendalikan praktik korupsi yang marak terjadi?
Tidak bisa. Memang banyak orang yang berharap kehadiran website bisa mengendalikan praktik korupsi. Tapi kalau mengurangi mungkin bisa, itu dalam hal transparansi. Seperti tender, misalnya. Di website mungkin yang ditampilkan hanya formulir pendafataran dan tata cara lelang. Tapi untuk deal atau tidaknya, pihak-pihak terkait bisa saja bertemu di luar untuk melakukan transaksi. Jadi website itu bisa memangkas birokrasi tapi tidak bisa menghentikan korupsi. Paling untuk mengurangi biaya ekonomi tinggi bagi masyarakat.

Jumlah perkara di KI Pusat tahun ini?
Dari Oktober 2010 sampai November 2013, total perkara sengketa informasi yang masuk ke KI Pusat sebanyak 1.183..

Banyaknya jumlah pekara itu, apakah menunjukkan adanya ketidakpuasan masyarakat tehadap informasi yang dibut oleh badan publik atau lembaga hukum?
Iya. Pertama, itu menunjukkan Badan Publik itu masih bermasalah atau belum terbuka sesuai keharusan. Kedua, meningkatnya kecerdasan masyarakat untuk memperoleh informasi dan menggunakan jalur hukum untuk mengadukan masalah yang dia hadapi.  Makanya kita selau sosialisasikan agar badan publik selalu terbuka. Yang menjadi target kita inikan menurunnya jumlah sengketa. Dengan menurunnya jumlah sengketa, kita asumsikan bahwa pelaksanaan UU No. 14 tahun 2008 itu makin baik. Kalau kesadaran Badan Publik untuk terbuka itu sudah tercapai, maka tidak akan ada lagi sengketa.  
Tags:

Berita Terkait