Melalui Website, Polri Jalin Interaksi dengan Publik
Edsus Akhir Tahun 2013:

Melalui Website, Polri Jalin Interaksi dengan Publik

Memakan biaya besar, tapi dinilai masih belum memberikan pelayanan yang baik.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Melalui Website, Polri Jalin Interaksi dengan Publik
Hukumonline
Seiring dengan berlakunyaUU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP),setiap lembaga negara dibebani kewajiban untuk membuka askes informasi kepada publik. Kewajiban ini dapat ditunaikan dengan cara memanfaatkan fasilitas teknologi informasi. Polri adalah salah satu lembaga negara yang memanfaatkan fasilitas teknologi informasi, khususnya website.

Kepala Sub Bagian (Kasubag) Penyedia Informasi Divisi Humas Polri, AKBP Helfi Assegaf mengatakan, selain website dan media sosial, Polri menggunakan media cetak berupa majalah Rastra yang terbit per tiga bulan. Menurutnya, keterbukaan informasi di Polri merujuk pada UU No. 14 Tahun 2008. Kemudian, Polri menindaklanjuti dengan membuat Peraturan Kapolri (Perkap) No.16 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelayanan Informasi Publik di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Tak berhenti di  situ, Polri membentuk Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PID) secara struktur berada di bawa Kadiv Humas Polri. Pembangunan website Polri dilakukan pada 2011. Menurut Helfi, pembangunan website merupakan proyek PID pertama. Pembangunan dan pengembangan webiste mencakup 13 Polres di Polda Metro, 31 Polda dan 34 Satuan Kerja (Satker).

“Di 2013, kita kembangkan lagi 174 Polres, kemudian sisanya ada 67 Polres dan 21 Satker,” ujarnya.

Helfi menjelaskan, butuh biaya miliaran rupiah dalam pembangunan website Polri yang dilakukan secara bertahap tersebut. Soalnya, pembangunan website tidak hanya di Mabes Polri, tetapi di berbagai Polda dan Polres. Menurutnya, angka miliaran rupiah itu sudah termauk perawatan, pelatihan SDM, operasional, pengadaan barang keperluan website, seperti server. Selain itu, Polri terus menambah kapasitas server dan storage.

“Biayanya ada yang Rp10-Rp12 miliar. Kita terus menambah kapasitas kemampuan dalam rangka pelayanan informasi melalui website,” katanya.

Dalam website Polri terdapat berbagai pelayanan. Mulai berita yang memuat berbagai peristiwa di berbagai satuan kepolisian di tingkat Polda di Indonesia, siaran pers, pelayanan masyarakat, UU dan peraturan, serta profil Polri. Menurut Helfi, setiap hari Polri akan memberikan informasi kepada publik di semua satuan wilayah mulai Polres, Polda hingga Mabes.

Dikatakan Helfi, informasi yang dipublikasikan kepada masyarakat dalam website terdapat tiga kategori dokumen. Pertama, dokumen serta merta, yakni informasi kejadian yang dampaknya bersifat nasional atau setidaknya mendapat perhatian masyarakat luas. Contohnya aksi teroris, kecelakaan kereta, kecelakaan pesawat, dan bencana. Kedua, dokumen berkala yakni bersifat laporan hasil kinerja berkala mingguan, tahunan, per lima tahun dan seterusnya.

Ketiga, dokumen setiap saat. Ini berkaitan dengan persoalan peraturan perundangan, nota kesepahaman, pedoman pelaksanaan, Standar Operasional Prosedur (SOP). Tak kalah penting, sederet nama buron yang masuk dalam Daftar pencarian Orang (DPO) diumumkan dalam website tersebut. Bahkan, masyarakat dapat memberikan informasi dan aduan kepada Polri melalui kotak suara.

“Tujuan kita memberikan akses informasi dengan mudah, atau memberikan kemudahan akses informasi yang berkaitan dengan apapun dengan tugas-tugas kinerja kepolisian,” katanya.

Mantan Kapolres Balangan itu mengakui adanya opini yang terbangun di masyarakat yang menilai Polri sebagai lembaga yang tertutup. Namun, Era keterbukaan informasi memacu Polri menjadi lebih terbuka kepada publik. Melalui Divisi Humas, arus informasi tidak hanya satu arah, tetapi dua arah. Artinya, masyarakat dapat memberikan saran dan masukan kepada institusi Polri. Menurutnya, lembaga tempatnya bernaung kini lebih terbuka.

Penggunaan media website, dan media sosial setidaknya dapat memangkas birokrasi. Masyarakat yang dahulu hendak mendapatkan informasi mesti menyambangi kantor polisi, kini tinggal membuka website Polri. Begitu pula masyarakat dapat dengan mudah memberikan kritik demi perbaikan Polri dalam memberikan pelayanan masyarakat dan penegakan hukum.

Dikatakan Helfi, dengan memangkas birokrasi, maka tidak ada alasan bagi Polri menutup informasi dari masyarakat. Kecuali, katanya, informasi yang dikecualikan sebagaimana tertuang dalam Pasal 17 UU No. 14 Tahun 2008. Contoh, kasus dalam proses penyelidikan.

“Tak ada celah bagi Polri untuk menyembunyikan informasi. Seluruh pekerjaan dan aktivitas Polri harus diinformasikan kepada masyarakat,” ujarnya.

Jangkauan Terbatas
Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Hamidah Abrudrrahman mengamini pandangan Helfi. Menurutnya, melalui website, masyarakat tak perlu menyambangi kantor polisi hanya untuk sekadar mendapatkan informasi. Namun, Hamidah mengatakan masyarakat tetap berharap agar laporan sebuah perkara bisa segera ditindaklanjuti Polri.

“Kalau dia –masyarakat, red- melapor, dia sudah mendapat jawaban. Kalau hanya melalui website, dan tidak ditindaklanjuti, maka akan sama saja birokrasinya, akan panjang,” ujarnya.

Ia berharap website Polri mampu membuka akses informasi luas kepada masyarakat. Tak hanya informasi berupa peraturan, tetapi seputar perkembangan penanganan perkara. Kemudian, memberikan jawaban atas aduan masyarakat dan tetap terjaga. “Jangan hanya awal-awalnya saja, kemudian tenggelam juga. Ujungnya masyarakat mendatangi kantor polisi dan berbelit birokrasinya,” ujarnya.

Advokat publik LBH Jakarta Maruli Tua Rajagukguk menambahkan, website Polri semestinya menjadi alternatif bagi masyarakat yang hendak mengakses informasi. Namun menjadi kendala, website sejauh ini hanya dapat digunakan oleh masyarakat kelas menengah ke atas. Sedangkan kelas menengah ke bawah, semisal di daerah pelosok masih kurang dapat menggunakan website. Kendalanya adalah jaringan internet.

“Tapi itu menjadi alternatif untuk meringankan kerja-kerja pihak kepolisian,” katanya.

Belum maksimal
Terbiasanya masyarakat dalam menggunakan media internet menjadi tantangan berat Polri dalam menyediakan informasi yang dibutuhkan publik. Ia membandingkan dengan website Mahkmah Konstitusi (MK) yang terbilang update. Misalnya, setelah putusan dibacakan majelis hakim, selang waktu satu jam salinan putusan sudah dapat dibaca di website MK.

Menurut Maruli, informasi yang terdapat di website Polri masih terbilang lawas. Artinya, Polri tak memperbaharui informasinya setiap saat. “Problemnya, di webiste Polri tidak terjadi, akhirnya masyarakat tetap minta ke pihak kepolisian, walau agak susah juga untuk minta informasinya,” ujarnya.

Masyarakat memang kerap mengeluhkan informasi yang tidak diperbaharui. Misalnya, penanganan perkara. Menurutnya, meski penanganan perkara diumumkan di website, itu pun dalam persentase yang kecil. Ia berpendapat banyak perkembangan penanganan perkara yang tidak diumumkan melalui website.

“Kelemahannya itu soal update yang di berbagai masing-masing lembaga ini. Seharusnya kalau kita cek, Polri sebulan sekali harus memberikan informasi tentang perkara yang dialami oleh perlapor yang harus dipeniuhi,” katanya.

Hamidah menambahkan, pelayanan informasi di Polri belum efektif dan maksimal. Menurutnya, Polri belum sepenuhnya terbuka dalam memberikan informasi kepada publik, khususnya terhadap pelapor perkara. Menurutnya, Polri memberikan informasi kepada pelapor perkara masih pilih-pilih.

Maka dari itu, Kompolnas membuat indikator pelayanan publik yang diberikan Polri. Ia mencontohkan, ketika seseorang melakukan pengaduan, Polri memuat nomor laporan pengadu dalam website, nama pengadu, nama penyidik, perkembangan hasil penyidikan.

“Kalau polisi berani seperti itu, baru masyarakat sudah bisa merasakan manfaatnya,” ujarnya.

Menurutnya,  hasil riset yang dilakukan Kompolnas diserahkan kepada Polri. Salah satu yang menonjol adalah banyaknya ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan Polri. Banyak masyarakat yang melaporkan perkara, tetapi tidak mengetahui  perkembangannya. Hal itu membuat pelayanan informasi yang diberikan lembaga belum maksimal.

Ia berpendapat, informasi perkembangan penanganan perkara memang menjadi kewajiban Polri untuk memberikan kepada publik. Makanya, bagi publik yang tidak mendapatkan perkembangan penanganan perkara, dapat memberikan kritik melalui website maupun media sosial.

Meski belum maksimal buat publik, tetapi bagi internal Polri cukup efektif dan efisien khususnya pengawasan. Sejauh ini, kata Helfi, informasi kerap diperbaharui melalui operator. Menurutnya, terhadap operator yang tidak mengupload dokumen dapat dikenakan sanksi. Pengawasan dilakukan berdasarkan absen setiap hari.

“Kalau tidak upload dokumen berarti kamu melanggar perintah dan bisa didisiplinkan, dan bisa dilaporkan ke Propam untuk diproses,” ujarnya.

Helfi menuturkan, pola pengawasan internal melalui website terbilang efektif. Pasalnya, jika terdapat informasi dan aduan masyarakat, Humas Polri dapat meneruskan ke Propam Polri. Setelah itu, Propam meneruskan ke Polda untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja oknum yang diadukan masyarakat.

“Iya untuk pengawasan internal sendiri Irwasum sangat terbantu, dan itu sudah berjalan sejak adanya website ini. Makanya beliau (Irwasum) mau menandatangani surat teguran kepada Kapolda,” pungkasnya
Tags:

Berita Terkait