OJK Susun Kriteria Sistematically Important Bank
Berita

OJK Susun Kriteria Sistematically Important Bank

Bank yang memiliki usaha konglomerasi, pengawasannya akan lebih ketat.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
OJK Susun Kriteria Sistematically Important Bank
Hukumonline
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mengkaji kriteria perbankan yang masuk kategori Sistematically Important Bank (SIB) atau bank-bank yang memiliki aset dan memiliki anak usaha yang terinterkoneksi. Kriteria bank yang masuk SIB akan diadopsi dari internasional.

“Dalam proses semua, artinya kita akan diskusikan dengan teman-teman perbankan mengenai ide ini. Jadi kami tidak mau main keluarkan aturan,” kata Deputi Komisioner OJK bidang Perbankan Mulya E Siregar di Jakarta, Senin (6/1).

Setidaknya, lanjut Mulya, terdapat 15 bank besar yang dimonitor OJK terkait penyusunan kriteria SIB. Monitoring ini dilakukan untuk mempermudah OJK dalam mengelompokan bank mana saja yang masuk kategori SIB. Menurutnya, 15 bank tersebut ditentukan berdasarkan total aset yang dimiliki.

Meskipun nantinya ada pengelompokkan bank yang masuk kategori SIB dan tidak, OJK menegaskan pengawasannya hampir sama. Hanya saja, lanjut Mulya, pengelompokan bank yang masuk kategori SIB bertujuan untuk menentukan mana saja bank yang memiliki usaha konglomerasi.

Mulya mengatakan, bank yang memiliki kegiatan usaha konglomerasi ini akan diawasi lebih ketat. Alasannya karena selain memiliki usaha perbankan, bank tersebut juga memiliki anak usaha di bidang lain. Misalnya, asuransi atau lembaga jasa keuangan yang lain.

Ia mengatakan, pantauan yang lebih ketat dilakukan agar anak usaha bank tersebut tak menyeret ke kegiatan usaha induknya jika terdapat persoalan. Hal-hal seperti ini juga termasuk yang tengah dikaji OJK. “Sama umpamanya dengan orang tua yang punya anak bermasalah di sekolah, rapornya jelek. Maka kita pantau dengan lebih intensif. Secara umum seperti itu perlakuannya,” katanya.

Seiring beralihnya fungsi pengawasan perbankan dari Bank Indonesia (BI) ke OJK, Mulya menegaskan tak ada ritme pengawasan yang berubah. Menurutnya, peralihan fungsi ini hanya mengintegrasikan pengawasan kepada seluruh lembaga jasa keuangan, mulai dari perbankan, lembaga non bank hingga pasar modal.

“Pengawasannya sama saja, tidak diperketat. Tapi dengan diawasi oleh satu lembaga yang mengawasi semua sektor keuangan mulai dari perbankan, lembaga keuangan bukan bank, capital market itu akan lebih terintegrasi dan menyeluruh,” kata Mulya.

Terintegrasi, lanjut Mulya, misalnya institusi lain seperti BI bisa memperoleh informasi mengenai kondisi lembaga jasa keuangan dengan lengkap. Tidak seperti dahulu pada saat pengawasan perbankan masih terpisah. Informasi yang diperoleh hanya berdasarkan pada fungsi pengawasan masing-masing.

“Kalau dulu kan terpisah, BI awasi perbankan. Bisa jadi BI tidak mendapat informasi yang lengkap. Tapi dengan satu lembaga yang mengawasi, kami di internal tinggal tukar menukar informasi. Jadi akan lebih efektif dan menyeluruh pengawasannya,” ujar Mulya.

Menurutnya, jika dilihat dari rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan masih di atas dari yang diatur BI, yakni delapan persen. Rata-rata, CAR perbankan masih di atas 17 persen. Ia mengatakan, dengan kondisi CAR yang masih baik maka tak perlu ada kekhawatiran terhadap perbankan nasional.

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon mengatakan, kriteria SIB ini akan diusahakan terbit pada tahun 2014. Menurutnya, kriteria SIB ini mengacu pada SIB global yang selama ini telah berlaku. Setidaknya terdapat empat ketentuan yang menjadi dasar penyusunan kriteria SIB.

Pertama, terkait ukuran atau size dari perbankan itu sendiri. Kedua, mengenai interkoneksivitas perbankan tersebut. Ketiga mengenai kompleksitas dari kegiatan usaha yang dilakukan. Terakhir, kriteria mengenai substitutability.
Tags:

Berita Terkait