Website Kejagung, Terbaik Meski Kurang Menarik
Edsus Akhir Tahun 2013:

Website Kejagung, Terbaik Meski Kurang Menarik

Perjalanan panjang telah mendatangkan penghargaan dan ratusan pengunjung. Namun masih membuat pusing saat dibaca.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Foto: Capture.
Foto: Capture.
Sekilas, wajah laman resmi milik Kejaksaan Agung (Kejagung) begitu penuh dengan aksara yang berjejalan. Memang, tampilan yang tak banyak variasi warna itu banyak memuat artikel yang diketik dengan huruf kapital. Namun jika tak langsung menyerah dengan kesan pertama yang kaku itu, pengunjung akan mendapati banyak informasi berarti.

Diakui oleh Kepala Sub-bidang Pengelolaan Website Kejagung, Agung, tampilan web lembaganya masih belum maksimal. Ia menjelaskan, rencananya akan ada revitalisasi format tampilandi 2014. Selama ini format tampilan memang belum menjadi perhatian utama pihaknya.

Agung mengatakan, ia bersama jajarannya lebih fokus menyiapkan kanal-kanal informatif yang bisa diakses pengunjung web.“Selama ini memang kita lebih banyak memikirkan bagaimana isi web ini bisa menampilkan semua informasi yang kita miliki. Kita berharap informasi itu bisa menjadi pelajaran hukum bagi masyarakat,” tuturnya.

Tak mengherankan, meskipun tampilannya tidak atraktif website Kejaksaan Agung dinilai Komisi Informasi Pusat sebagai web terbaik lembaga penegak hukum. Pada tanggal 12 Desember 2013, Kejaksaan Agung menerima penghargaan peringkat V kategori Badan Publik yang merupakan peringkat teratas dibanding lembaga hukum lainnya. Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung, Setia Untung Arimuladi, mencatat, setiap harinya tak kurang dari 120 orang mengakses laman lembaganya itu.

Untung mengisahkan, prestasi itu tak serta merta diraih oleh timnya. Web Kejaksaan Agung melangkah setapak demi setapak membenahi diri sebagai sarana keterbukaan informasi.

Program online sesungguhnya telah dirintis sejak tahun 2005 lewat system informasi manajemen Kejaksaan Republik Indonesia. Sayangnya, saat itu media yang ada hanya untuk penanganan perkara pidana umum dan pidana khusus.
Dua tahun setelah disahkannya UU Keterbukaan Informasi Publik, barulah website Kejaksaan Agung memuat banyak informasi. Menurut Untung, tahun 2011 web Kejaksaan Agung mulai memuat whistle blower system. Ia menjelaskan, sistem ini terintegrasi dalam sarana interaksi yang termuat di dalam web.

“Masyarakat bisa mengirimkan pengaduan melalui formulir yang kami sediakan di website. Pengaduan itu pasti kita respon,” tutur Untung.

Untung mengatakan, kepastian respon itu dapat ia garansi. Sebab, selama ini pihaknya menunjuk empat orang staf Kejaksaan Agung yang secara khusus menangani website. Keempat orang itusehari-sehari bertanggung jawab melakukan update website, termasuk merespon interaksi yang masuk dari masyarakat. Atas kewajibannya itu, staf kejaksaan yang menjadi admin diberihonor Rp100.000 per artikel yang dimuat dalam website.

Untung mengakui, setelah konten website dikelola dengan konsisten, banyak pengaduan masyarakat yang datang terkait dengan kinerja lembaganya. Tak hanya itu, banyak pula permohonan informasi yang dilayangkan secara elekronik kepada pihaknya. Biasanya, permohonan informasi itu datang dari mahasiswa yang berada di luar Jakarta.

Cukup Membantu
Suci Susila Pilar, seorang mahasiswa tingkat akhir Fakultas Hukum Universitas Hassanudin Makassar, mengaku cukup terbantu dengan informasi yang termuat dalam laman Kejaksaan Agung.

Ia bercerita, senior-seniornya terdahulu jika ingin membuat skripsi yang terkait Kejaksaan Agung, harus susah payah mencari bahan tulisan. Tak jarang, mereka harus merogoh saku cukup dalam untuk ongkos ke Jakarta demi mendapatkan dokumen dari Kejaksaan Agung.

“Sekarang, saya tinggal buka website Kejaksaan Agung saja. Di situ cukup banyak bahan terkait dakwaan maupun info perkara yang saya perlukan. Kalau merasa ada yang kurang, saya tinggal kirim formulir permohonan informasi. Walaupun diresponnya lebih dari dua minggu, dokumen yang saya minta ternyata dikirimkan soft copy-nya,” tuturnya.

Suci juga mengaku terbantu dengan adanya connect link ke instansi kejaksaan tinggi di Indonesia. Di sisi lain, ia menilai website itu masih jauh dari sempurna. Suci berharap tampilan web bisa lebih dikembangkan. Ia mengeluhkan, banyak artikel ataupun dokumen yang dimuat di web sulit dibaca karena ketikannya yang kurang rapi.

“Misalnya, kadang masih banyak simbol-simbol yang muncul beruntun sehingga membuat pusing saat membaca,” ujarnya.
Tags:

Berita Terkait