Dakwaan Rudi Rubiandini Sebut Nama Anggota DPR
Utama

Dakwaan Rudi Rubiandini Sebut Nama Anggota DPR

Suthan Batoegana dan Sekjen Kementerian ESDM disebut terima AS$200 ribu dan AS$150 ribu dari Rudi.

Oleh:
NOVRIEZA RAHMI
Bacaan 2 Menit
Rudi Rubiandini (tengah, duduk). Foto: SGP
Rudi Rubiandini (tengah, duduk). Foto: SGP
Mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (7/1). Penuntut umum KPK, Riyono mendakwa Rudi dengan Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, dan Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat jo Pasal 65 ayat (1) KUHP atas tindak pidana korupsi yang dilakukannya bersama-sama Deviardi.

Untuk TPPU, Riyono mendakwa Rudi dengan Pasal 3 UU No.8 Tahun 2010 tentang TPPU jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. “Rudi bersama-sama Deviardi menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, dan menukarkan uang yang diketahui atau patut diduga hasil tindak pidana,” katanya.

Riyono menguraikan, Rudi melalui Deviardi menerima uang sejumlah Sing$200 ribu dan AS$900 ribu dari Widodo Ratanachaitong dan PT KOPL Indonesia. Uang itu diberikan agar Rudi melakukan enam perbuatan terkait lelang Kondensat Senipah Bagian Negara yang dimenangkan Fossus Energy Ltd sepanjang Juli-Oktober 2013.

Bermula dari pertemuan Rudi dan Widodo di Cafe Pandor, jalan Wijaya, Jakarta Selatan pada April 2013. Widodo memperkenalkan diri sebagai trader minyak yang akan mengikuti lelang di SKK Migas. Guna mempermudah komunikasi, Widodo menyarankan agar komunikasi selanjutnya dilakukan melalui Deviardi yang merupakan pelatih golf Rudi.

Menyetujui saran Widodo, Rudi menyampaikan kepada Deviardi bahwa Widodo akan membuat janji pertemuan di Singapura. Seminggu kemudian, Deviardi, menemui Widodo di Hotel Mandarin Singapura. Widodo memberikan uang sejumlah Sing$200 ribu agar Rudi memenangkan Fossus Energy Ltd menang dalam tender SKK Migas.

Menurut Riyono, Deviardi menyimpan uang tersebut di rekening Rudi di CIMB Singapura. Deviardi melaporkan kepada Rudi dan Rudi menjawab agar uang itu disimpan dulu. Rudi kembali menerima uang AS$200 ribu dari Widodo melalui orang kepercayaannya, Simon Tanjaya di ruang Komisaris Bank Mandiri pada 26 Juni 2013.

Uang AS$200 ribu disimpan Rudi di safe deposit box Bank Mandiri. Tidak beberapa lama, Widodo memerintahkan Simon memberikan AS$300 ribu kepada Rudi melalui Deviardi. Uang itu diberikan agar Rudi menggabungkan tender Senipah periode Agustus 2013 dengan tender minyak mentah Duri bulan September 2013.

Setelah Deviardi menyerahkan AS$300 ribu kepada Rudi, Widodo kembali meminta Simon menyiapkan uang AS$400 ribu. Mengingat di rekening PT KOPL tidak ada dana sebanyak itu, Widodo mengirimkan uang dari perusahaannya di Singapura. Widodo mengatakan minggu depan akan memberikan lagi AS$400 ribu.

“Tanggal 26 Juli 2013, Deviardi menyerahkan uang AS$300 ribu kepada Rudi di Gedung Plaza Mandiri. Dari uang AS$300 ribu itu, menurut terdakwa, diberikan kepada (Ketua Komisi VII) DPR Suthan Batoegana melalui Tri Yulianto AS$200 ribu di Toko Buah All Fresh, Jl MT Haryono, Jakarta Selatan dan selebihnya disimpan di safe deposit box,” ujar Riyono.

Sementara, uang AS$400 ribu diserahkan Deviardi kepada Rudi di rumahnya, jalan Brawijaya VIII No.30 Jakarta Selatan. Sesaat setelah ke luar dari rumah Rudi, petugas KPK menangkap Deviardi disusul Rudi. Selain AS$400 ribu, petugas menemukan AS$120 ribu, AS$80 ribu, dan AS$100 dari penggeledahan rumah Rudi.

Kemudian, Rudi juga menerima AS$522,5 ribu dari Artha Meris Simbolon. Uang itu diberikan agar Rudi merekomendasikan persetujuan untuk menurunkan formula harga gas PT Kaltim Pama Industri (KPI) kepada Menteri ESDM. Penuntut umum Andi Suharlis memaparkan, peristiwa ini berawal dari pertemuan Rudi dan Marihad Simbolong awal 2013.

Marihad selaku Presiden Komisaris PT KPI menyampaikan keluhan mengenai tingginya formula harga gas untuk PT KPI. Harga yang terlalu tinggi dapat menyebabkan PT KPI gulung tikar. Keluhan Marihad kembali disampaikan saat Marihad bermain golf di Gunung Geulis Kabupaten Bogor bersama Rudi dan Deviardi.

Di situ, Marihad memperkenalkan Presiden Direktur PT KPI Artha Meris Simbolon. Marihad menjelaskan terdapat perbedaan pengenaan formula harga gas untuk PT KPI. Harga yang dikenakan kepada PT KPI lebih tinggi dibanding PT Kaltim Pasific Amoniak (KPA) yang sumber gasnya sama-sama berasal dari Bontang.

Andi melanjutkan, mendengar beberapa argumentasi yang disampaikan Marihad, Rudi berupaya mencarikan solusi. Rudi juga akan berkoordinasi dengan Bidang Komersialisasi Gas. Hasil dari koordinasi direkomendasikan Rudi kepada Kementerian ESDM cq. Dirjen Migas sebagai bahan pengambilan keputusan.

“Sekitar Februari 2013, Artha Meris Simbolon meminta Deviardi untuk bertemu di Hotel Sari Pan Pasifik Jakarta Pusat. Deviardi menerima penyerahan uang sebesar AS$250 ribu. Artha mengatakan, ‘Mas Ardi, ini titipan untuk Pak Rudi’. Uang itu disimpan di safe deposit box Deviardi. Kemudian, Deviardi melaporkan kepada terdakwa,” tutur Andi.

Berselang beberapa bulan, Artha kembali menyerahkan uang AS$22,5 ribu, AS$200 ribu, dan AS$50 ribu secara bertahap kepada Rudi melalui Deviardi. Uang itu disimpan di safe deposit box milik Deviardi di CIMB Niaga. Deviardi melaporkan penerimaan uang kepada Rudi dan Rudi meminta agar uang tersebut disimpan dulu.

Penerimaan uang lainnya diterima Rudi dari internal SKK Migas. Andi membeberkan, Rudi juga menerima Sing$600 ribu dari Wakil Kepala SKK Migas Yohanes Wijanarko, AS$200 ribu dari Deputi Pengendalian Dukungan Bisnis SKK Migas Gerhard Rumesser, serta AS$150 ribu dari Kepala Divisi Penunjang Operasi SKK Migas Iwan Ratman.

Uang itu diberikan kepada Rudi melalui Deviardi. Setelah mendapat laporan, Rudi meminta agar Deviardi menyimpan uang tersebut. Deviardi lalu menyimpan uang-uang itu di safe deposit box miliknya. Uang yang diterima Rudi dari Gerhard selanjutnya diberikan AS$150 ribu kepada Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Waryono Karyo.

TPPU
Dari semua uang yang diterima Rudi, menurut penuntut umum Iskandar Marwanto, sebagian ditempatkan di safe deposit box milik Rudi dan Deviardi. Ada pula yang digunakan untuk belanja mobil, rumah, jam tangan, membiayai pernikahan anak Rudi dan membayar premi asuransi. Rudi juga melakukan transfer ke rekening kakak dan adiknya.

Selain itu, ada yang ditukarkan dengan mata uang rupiah dan disimpan di rekening maupun safe deposit box milik Rudi di Singapura. Iskandar menganggap, Rudi sudah sepatutnya mengetahui atau menduga bahwa uang yang diterimanya dari beberapa orang itu bertentangan dengan kewajibannya selaku Kepala SKK Migas.

Pencucian uang tersebut dilakukan Rudi dengan beberapa cara. Diantaranya, Rudi memerintahkan Deviardi membeli membeli mobil Volvo XC90 3.2 R Design seharga Rp1,6 miliar pada 7 Maret 2013. Rudi menyetorkan Rp2 miliar secara tunai ke rekening ke rekening HM Nasir Zein, pemilik tahan dan bangunan di Jl H Ramli No.15.

Kemudian, Iskandar melanjutkan, Rudi memerintahkan Deviardi membeli jam tangan merek Rolex seharga AS$11,5 ribu untuk kado ulang tahun istri Rudi, Elin Herlina. Pada 25 Juli 2013, atas izin Rudi, Deviardi membeli Toyota Camry. “Untuk menyamarkan asal usul uang dan kepemilikan mobil, diatasnamakan Deviardi,” katanya.

Tidak sampai di situ, Rudi membelikan Deviardi jam tangan Citizen Echo Drive. Pada Mei 2013, Rudi membayarkan Rp405,051 juta ke Mazaya Wedding Organizer sebagai cicilan biaya pernikahan anaknya. Rudi juga mengalihkan uang yang berada di brankas dan safe deposit box miliknya ke beberapa rekening.

“Caranya, terdakwa meminta Asep Toni menyetor uang tunai ke rekening atas nama Rudy Gunawan, Ela Riyela Ria Soch, Refabbia Adha, dan Rizkie Belandie, masing-masing Rp100 juta, Rp50 juta, Rp50 juta, dan Rp50 juta. Pada Maret 2013, terdakwa meminta Deviardi menyetor Rp100 juta kepada Rafi Herfiani,” ujar Iskandar.

Adapun uang dari hasil penukaran di money changer sejumlah Rp1,597 miliar disetorkan Rudi ke beberapa rekening miliknya, rekening atas nama Yassini, Asep Toni, dan adik Rudi bernama Anneu Rulianti. Sementara, sisanya disimpan di safe deposit box dan rekening milik Deviardi di CIMB Niaga.

Terima Gratifikasi
Menanggapi dakwaan, Rudi tidak akan mengajukan nota keberatan (eksepsi). Usai sidang, Rudi mengatakan kehadirannya di SKK Migas adalah untuk berbenah diri. Saat melakukan pembenahan diri, Rudi malah dipidana. Ia merasa dizalimi dan berharap para pengambil kebijakan meneruskan pembenahan walau tubuhnya berada di penjara.

Rudi percaya kebaikan dan keadilan akan muncul. Ia membantah melakukan korupsi. Rudi tidak pernah menggunakan satu rupiah pun uang negara. Rudi juga tidak disuap seperti yang dituduhkan penuntut umum. Rudi hanya melakukan semua tugas dan fungsinya secara profesional. Sama halnya dengan para anak buahnya di SKK Migas.

“Adapun saya menerima gratifikasi, itu pun setelah saya menahan diri selama lima bulan. Gratifikasi itu saya tolak berulang-ulang. Namun, ketika ada kebutuhan logistik, sementara ada yang menawarkan gratifikasi begitu banyak, demi kebaikan institusi saya pindahkan uang gratifikasi pada yang membutuhkan tadi,” jelasnya.

Ia menegaskan tidak ada satu rupiah pun uang gratifikasi yang digunakan untuk keluarganya. Rudi mengaku uang yang ditransfer ke rekening keluarganya berasal dari kocek pribadi. Rudi merasa tidak terlalu miskin untuk memberikan uang puluhan, bahkan raturan juta kepada keluarganya.

“Makanya, ketika penuntut umum membacakan dakwaan TPPU, saya sakit hati. Saya serahkan kepada hakim yang mulia untuk membuka. Untuk melakukan pembenahan walaupun saya dipenjara. Semoga pembenahan yang saya lakukan di SKK Migas dapat diteruskan. Semoga negara ini mendapatkan keberkahan,” tandasnya.
Tags:

Berita Terkait