Effendi Gazali Yakin Gugatan Yusril Nebis in Idem
Pengujian UU Pilpres:

Effendi Gazali Yakin Gugatan Yusril Nebis in Idem

Yusril tegaskan permohonannya berbeda dengan permohonan sebelumnya.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Effendi Gazali Yakin Gugatan Yusril <i>Nebis in Idem</i>
Hukumonline
Sidang perdana pengujian UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) yang dimohonkan Yusril Ihza Mahendra terkait permintaan pemilu serentak akan digelar Selasa (21/1). MK juga akhirnya telah menjadwalkan pembacaan putusan pengujian UU Pilpres yang dimohonkan Effendi Gazali, representasi Koalisi Masyarakat Sipil untuk pemilu serentak, pada Kamis (23/1) mendatang.

“Kami hormati MK. Akhirnya permintaan kami direspon agar MK segera bacakan putusan pengujian UU Pilpres. Meski kita prihatin kenapa baru mau diputus. Padahal menurut Mahfud MD Rapat Permusyawarakatan Hakim sudah selesai sejak April 2013 dan harus segera dibacakan,” kata kuasa hukum Effendi Gazali, AH Wakil Kamal, saat dihubungi melalui sambungan telepon, Senin (20/1).

Wakil Kamal mengatakan apapun hasil putusan pengujian UU Pilpres ini (dikabulkan/ditolak), permohonan Yusril tidak akan diperiksa pokok perkaranya. Sebab, permohonan yang diajukan Yusril materinya sama dengan permohonan Effendi yang memohon pengujian Pasal 3 ayat (5), Pasal 9, Pasal 12 ayat (1) dan (2), Pasal 14 ayat (2) dan Pasal 112 UU Pilpres.

“Kami yakin permohonan Yusril dipastikan tidak dapat diterima, dinyatakan nebis in idem, karena inti permohonan Yusril sama. Kalaupun putusannya ditolak gugatan Yusril tetap nebis in idem,” kata Wakil Kamal.

Wakil Kamal mengklaim argumentasi permohonan kliennya yang menguji sejumlah pasal UU Pilpres lebih lengkap daripada permohonan Yusril. Pihaknya, memasukkan argumentasi sistem political efficasy (kecerdasan berpolitik) demi menjamin kepentingan pemilih dan sistem presidential coattail.

Presidential Coattail, setelah memilih calon presiden, pemilih cenderung memilih partai politik atau koalisi partai politik yang mencalonkan presiden yang dipilihnya. Tetapi, kalau political efficasy, pemilih bisa memilih anggota legislatif dan memilih presiden yang diusung partai lain.Hal ini mencegah agar tidak terulang transaksi politik dan penyanderaan kabinet dari presiden terpilih. “Permohonan Yusril tidak memakai argumentasi ini, jadi lengkap permohonan kita,” lanjut Kamal.

Menurut dia kalaupun MK mengabulkan pengujian UU Pilpres ini persiapan pemilu yang telah dijadwalkan pada April dan Juli 2014 mendatang tidak terganggu. KPU dirasa masih memiliki waktu untuk menyiapkan pelaksanaan pemilu serentak. “Tinggal diundur sebulan untuk menyiapkan semuanya lalu tinggal tambah surat suara satu lagi,” katanya. 

Saat dikonfirmasi, Yusril menegaskan permohonan uji materi UU Pilpres yang diajukan dirinya berbeda dengan permohonan Effendi. “Permohonan saya beda; pasal-pasal diuji dan pasal batu ujinya beda, dan petitumnya juga beda. Jadi tidak nebis in idem,” kata Yusril.

Dia yakin majelis panel MK yang akan memeriksa permohonannya bisa membedakan permohonan ini dengan permohonan yang diajukan Effendi. “Masak hakinya enggak bisa bedakan permohonan saya dengan permohonan sebelumnya?”

Untuk diketahui, Yusril memohon pengujian Pasal 3 ayat (4), Pasal 9, Pasal 14 ayat (2) dan Pasal 112 UU Pilpres terkait jadwal pelaksanaan Pilpres tiga bulan setelah pelaksanaan Pemilu Legislatif (tidak serentak). Yusril menilai pasal-pasal itu bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) dan Pasal 22E ayat (1), (2), (3) UUD 1945 dihubungkan dengan sistem republik yang diatur Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 7C UUD 1945.

Merujuk Pasal 22E UUD 1945 yang menyebut pemilu sekali dalam lima tahun, seharusnya Pemilu Legislatif maupun Pilpres dilaksanakan serentak (sekali) pada hari yang sama, tidak terpisah sebanyak dua kali. Faktanya, Pilpres diselenggarakan setelah dilaksanakan Pemilu Legislatif. Hal ini hanya ada dalam sistem parlementer, bukan republik.

Menurutnya, Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 tak bisa ditafsirkan lain kecuali parpol yang mengusulkan capres berstatus peserta Pemilu. Sebab, adanya Pasal 9 UU Pilpres soal ambang batas parlemen (parliementary threshold) dimungkinkan parpol peserta Pemilu  tak berstatus lagi peserta Pemilu ketika tak lolos ambang batas dalam pemilu legislatif. Sementara berdasarkan UU Pemilu Legislatif dan UU Parpol, Parpol sebagai peserta Pemilu setelah ada penetapan KPU hingga penyelenggaraan semua pemilu selesai.

Karena itu, Yusril meminta tafsir MK mengenao maksud Pasal 6A ayat (2) dan Pasal 22E UUD 1945 dengan menyatakan pemilu legislatif dan Pilpres dilakukan secara serentak, sehingga sejak awal setiap peserta pemilu sudah bisa mengusulkan pasangan calon presiden.
Tags:

Berita Terkait