Tumbuhnya Ekonomi Tak Jamin Sejahterakan Rakyat
Berita

Tumbuhnya Ekonomi Tak Jamin Sejahterakan Rakyat

Lantaran pembangunan saat ini berjalan secara auto pilot atau berjalan sendiri tanpa koordinasi.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Tumbuhnya Ekonomi Tak Jamin Sejahterakan Rakyat
Hukumonline
Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia terus bertumbuh. Namun, kondisi ini dinilai kontradiksi dengan realita yang terjadi. Pengamat Ekonomi dari Indef, Fadhil Hasan mengatakan, kontradiksi tersebut terlihat dari munculnya ketidakpastian masa depan masyarakat Indonesia.

"Kalau tumbuh 5-6 persen, apapun sistem ekonominya itu bisa. Persoalannya apakah kebijakan yang dilandasi pertumbuhan ekonomi bangsa sesuai dengan cita-cita bangsa," ujar Fadhil dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (23/1).

Salah satu yang belum dirasakan manfaatnya oleh masyarakat adalah mengenai kesejahteraan. Menurutnya, banyak masyarakat Indonesia yang masih hidup di garis kemiskinan. Terkait hal ini, pemerintah diharapkan dapat mencari jalan keluarnya dengan memberikan kesejahteraan yang merata kepada masyarakat.

"Apakah peningkataan income itu dirasakan manfaatnya, atau menjadi sebuah peningkatan secara bersama-sama atau tidak. Ini persoalan pokok perekonomian kita sekarang dan ke depan. Seluruh masy belum merasakan manfaat peningkatan itu," tutur Fadhil.

Direktur Sabang Merauke Circle (SMC), Wahyu Perdana Santosa, sepakat meningkatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia belum dirasakan masyarakat secara luas. Hal ini terlihat dari meningkatnya jumlah masyarakat miskin. Ia berharap, pemerintah memiliki rencana strategis agar masyarakat bisa menikmati dampak dari tumbuhnya ekonomi.

Ia mengatakan, rencana pemerintah yang ingin memangkas pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2014 turut menyumbang ketidakpastian ekonomi Indonesia ke depan. Terlebih lagi jika dikaitkan dengan defisit fiskal Indonesia. Atas hal itu, Wahyu memperkirakan, ke depan pertumbuhan ekonomi nasional akan melambat. Selain itu, kesenjangan antara si kaya dan si miskin semakin terlihat dan suhu sosial politik akan semakin memanas karena ada pemilihan umum.

"Ekonomi global pulih, ekonomi Cina slowdown, akibatnya menciptakan berbagai dinamika. Kemiskinan naik, picu inflasi, volatilitas finansial juga naik. Akibatnya nilai tukar terhadap dolar (Amerika Serikat) terdepresiasi," kata Wahyu.

Direktur Bisnis BNI Syariah Imam T Saptono mengatakan, persoalan ini lantaran tak ada kedaulatan finansial di Indonesia. Melihat pengalaman pada semester I-2013, sektor keuangan di Indonesia dalam kondisi baik. Namun hal tersebut berubah 180 derajat akibat munculnya rencana The Fed yang ingin mengurangi stimulus moneternya (tapering off).

"Semester II berbalik arah gara-gara policy AS mau kurangi stimulus. Artinya Indonesia dengan mudah (goyah, red), datang tidak diundang pulang tidak diantar," ujar Imam yang juga menjabat sebagai Ketua Divisi Komunikasi dan Sosialisasi Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) ini.

Ia menyarankan agar Indonesia segera memiliki kedaulatan finansial. Setidaknya ada tiga sektor yang mendukung kedaulatan finansial ini. Ketiganya adalah kedaulatan energi, kedaulatan pangan dan kedaulatan informasi. "Tiga sektor ini peran penting pemerintah. Ketiganya kita tidak punya," katanya.

Menurut Imam, kedaulatan finansial ini penting dalam menghadapi tantangan ekonomi di 2014. Terlebih lagi, dengan perkiraan semakin meningkatnya kelompok masyarakat yang menengah. Ia mengatakan, semakin besarnya kelompokk masyarakat yang menengah, maka pola konsumsi impor akan semakin besar.

"Kelompok middle, naikkan impor konsumsi. Ekonomi syariah tidak anti krisis, tapi bagaimana mensikapi krisis," katanya.

Direktur Eksekutif IBFI Trisakti Muhammad Nadrattuzaman Hosen mengatakan, semakin melebarnya kesenjangan antara yang kaya dan miskin lantaran lemahnya koordinasi dan masih tingginya ego sektoral serta ego kedaerahan atau kewilayahan. Atas dasar itu, meskipun perekonomian meningkat, namun masalah kemiskinan, pengangguran dan kejahatan masih kerap terjadi.

Hosen mengatakan, persoalan ini terus terjadi lantaran pembangunan ekonomi Indonesia saat ini berjalan secara auto pilot atau berjalan sendiri tanpa koordinasi. Masalah ini akan berbahaya jika terus dibiarkan terjadi.

"Jika hal ini diteruskan, maka akan menjadikan tiadanya kedaulatan di negeri ini dalam era globalisasi," pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait