Bea Keluar Ekspor Mineral Tak Rugikan Pengusaha
Berita

Bea Keluar Ekspor Mineral Tak Rugikan Pengusaha

Berlakunya UU Minerba dinilai berdampak positif bagi pertumbuhan investasi di Indonesia.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Bea Keluar Ekspor Mineral Tak Rugikan Pengusaha
Hukumonline
Menteri Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM) Jero Wacik yakin bahwa bea keluar ekspor mineral yang terdapat di PP No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua PP No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara atau dikenal dengan Larangan Ekspor Mineral Mentah tak akan merugikan pengusaha. Alasannya, mineral yang diekspor setelah dimurnikan akan semakin tinggi harganya.

“Material yang diekspor harganya jauh lebih tinggi, kena biaya keluaran sebetulnya tidak rugi,” kata Jero di Komplek Parlemen di Jakarta, selasa (28/1).

Atas dasar itu, lanjut Jero, PP tersebut bermaksud untuk memaksa perusahaan tambang memurnikan hasil pertambangannya. Salah satu caranya dengan membangun smelter baru yang bertujuan untuk mengolah atau memurnikan hasil tambangnya. “Kalau perusahaan mau buat smelter, selesai itu,” katanya.

Jero mengatakan, PP yang mulai berlaku pada 12 Januari 2014 tersebut intinya melarang ekspor mineral mentah. Maka itu, ada instrumen tarif bea keluar yang dikenakan pada ekspor tersebut berdasarkan kadar pemurniannya. Secara garis besar, semakin sedikit pemurnian yang dilakukan tarif bea keluarnya akan semakin mahal.

Sebelumnya, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Mahendra Siregar mengatakan, berlakunya UU Mineral dan Batubara (Minerba) berdampak positif bagi investasi di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan masuknya dua industri baru, yakni di bidang pengolahan bahan tambang untuk pemrosesan maupun pemurnian.

Terkait hal ini, kata Mahendra, BKPM telah menerbitkan izin investasi bagi 30 perusahaan smelter. Dari jumlah tersebut tiga di antaranya akan beroperasi pada tahun 2014. “Sisanya dua tahun ke depan dengan investasi mencapai total Rp150 triliun,” katanya beberapa waktu lalu di Jakarta.

Dampak lainnya, lanjut Mahendra, adalah munculnya antusias baru dalam meningkatkan pemrosesan bahan bakar nabati. Ia yakin, hal ini berdampak positif untuk memperkuat energi dan mengurangi impor minyak mentah. Meski begitu, ia berharap agar lajunya pertumbuhan investasi ini dibarengi dengan perbaikan infrastruktur di wilayah Indonesia.

“Percapat bagaimana pembangunan infrastruktur, perbaiki iklim investasi sehingga bisa masuk langsung,” kata Mahendra.

Menurutnya, jika hal ini terus diterapkan pemerintah baik di pusat maupun di daerah, maka momentum pemilihan umum dan pemilihan presiden di tahun ini menyumbang faktor positif. Hal ini merupakan salah satu tantangan Indonesia dalam menjaga kondisi investasi yang kondusif.

“Kalau bisa dijaga (pertumbuhan investasi, red) momentum pemilu dan pilpres jadi faktor positif untuk membangun lebih baik lagi,” katanya.

Sebagaimana diketahui, realisasi investasi di tahun 2013 melampaui dari target yang ditetapkan. Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, sepanjang tahun 2013 realisasi investasi mencapai Rp398,6 triliun. Sedangkan target yang ditetapkan sebesar Rp390 triliun. 

“Realisasi 2012 itu baru Rp229,9 triliun, pada 2013 kita targetkan Rp390 triliun. Tetapi, realisasinya adalah Rp398,6 triliun,” kata Hatta. 

Ia mengatakan, mayoritas realisasi investasi didominasi oleh investasi baru, yaitu 63 persen dari jumlah Rp398,6 triliun. Atas dasar itu, Hatta yakin bahwa tren penempatan modal di Indonesia masih terus terjadi. Menurutnya, sektor investasi yang paling diminati adalah sektor migas. Persentase sektor migas di tahun 2013 mencapai 21 persen.

Mahendra menambahkan, angka realisasi investasi 2013 yang melampaui target itu seharusnya tak membuat investor gelisah. Menurutnya, semakin ke depan maka investasi penanaman modal di Indonesia semakin bertumbuh.

“Bahwa investasi langsung baik intl maupun dalam negeri, investasi perluasan maupun baru tetap bullish terhadap kondisi Indonesia,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait