Survei Menyatakan Kinerja Pemerintah Kurang Memuaskan
Berita

Survei Menyatakan Kinerja Pemerintah Kurang Memuaskan

Masyarakat inginkan perubahan.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Survei Menyatakan Kinerja Pemerintah Kurang Memuaskan
Hukumonline
Publik menganggap kebijakan Pemerintahan SBY-Boediono tidak membela kepentingan masyarakat. Masyarakat melihat kebijakan yang dibuat satu kementerian seringkali tumpah tindih dengan kementerian lainnya. Sebanyak 53 persen publik menilai, kebijakan umum yang diterapkan selama Pemerintah SBY-Boediono buruk.

Hal ini yang mencuat dalam survei nasional yang dilakukan Focus Survey Indonesia (FSI) pada 3-21 Januari 2014. Survei ini menggunakan sampel 3274 responden yang tersebar di seluruh kabupaten/kota di seluruh Indonesia dengan metode wawancara tatap muka. Margin of error survei kurang lebih 1,72 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Mayoritas publik menganggap pemerintahan SBY-Boediono lemah, ragu ragu, dan sering tersandera partai politik anggota koalisi. Penilaian ini secara kuantitatif terhitung sebanyak 70,8 persen publik menilai kinerja SBY-Boediono buruk dan sangat buruk. Sementara itu, 69,8 persen publik  menganggap kebijakan-kebijakan yang dibuat SBY-Boediono merugikan masyarakat. Kebijakan yang dianggap merugikan antara lain impor pangan yang dilakukan di saat panen raya.

“Kebijakan terhadap daftar investasi yang diperbolehkan oleh investor asing yang kurang melindungi ketahanan dan pertahanan nasional juga dianggap tak memihak rakyat. Penilaian buruk kinerja pemerintahan SBY-Boediono ditambah dengan tidak adanya sinergi dan kerjasama team kabinet SBY-Boediono, yang sering tidak berlangsung secara kondusif terkait kebijakan umum," kata Direktur Eksekutif FSI, Soedarsono, di Jakarta, Rabu (29/01).

Survei yang didanai oleh Ausesia Consultant Pte Ltd yang berkedudukan di Australia ini juga memotret harapan profil pemimpin pengganti SBY-Boediono. Dalam survei tersebut, FSI membuat ukuran mengenai kualitas personal calon presiden yang mencakup integritas, kompetensi, empati, desesif.

Secara empiris, integritas bisa diukur dari penilaian orang apakah orang itu bisa dipercaya, jujur, lurus, tidak cacat moral dan hukum. Kompetensi dinilai berdasarkan pintar dan berwawasan luas. Empati diukur dengan kepedulian terhadap orang lain, sementara desesif apakah bisa mengambil keputusan dalam keadaan sulit, tegas, dan berani mengambil resiko.

FSI mengajukan empat buah pertanyaanterhadap responden mengenai kriteria seseorang presiden. Hasilnya, 54,6 persen mengatakan pemimpin haruslah bisa dipercaya, pemimpin yang tegas dipilih 30,6 persen, pemimpin yang perhatian dipilih 10,3 persen, dan pemimpin yang pintar dipilih 3,8 persen. 0,7 persen mengaku tidak tahu.

"Prabowo Subianto menempati urutan teratas dari tingkat keterpilihan dengan 33,6 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sosok dan gaya kepemimpinan seorang Prabowo lah yang paling pantas dan dianggap dapat memberikan perubahan yang lebih baik," ujar Soedarsono.

Di urutan kedua survei tersebut adalah Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dengan perolehan 18,2 persen, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie 12,3 persen, Ketua Umum Hanura Wiranto 8,4 persen, Gubernur DKI Jakarta 5,2 persen, dan Pramono Edhie Wibowo 3,7 persen.

Nama Gubernur DKI Joko Widodo tenggelam di antara 15 nama yang disurvei. Menurut Sudarsono, responden tidak mengatakan Jokowi jelek. Hanya saja jabatan harus diselesaikan hingga akhir masa jabatan. Sudarsono juga mengatakan Jokowi belum mampu menghadapi tekanan besar. Selain itu, PDI Perjuangan juga belum tentu mencalonkan Jokowi pada Pilpres 2014.

"Kita milih Jokowi sebagai walikota Solo belum menyelesaikan jabatan. Ditambah sebagai gubernur, Jokowi apakah layak pemimpin belum menyelesaikan tugas menaiki posisi sebagai capres. Bangsa kita buruh strong leadership, tegas, menyelesaikan kasus korupsi, mencegah disintegrasi bangsa yang terjadi agar kita tidak dilecehkan pihak-pihak asing," ujarnya.
Tags:

Berita Terkait