Warga Bekasi Kalahkan Indosat di PN Jakpus
Berita

Warga Bekasi Kalahkan Indosat di PN Jakpus

Dihukum bayar ganti rugi Rp400 juta.

Oleh:
HRS
Bacaan 2 Menit
Warga Bekasi Kalahkan Indosat di PN Jakpus
Hukumonline
Perjuangan panjang dan berliku seorang warga Bekasi, Cartje B Talahatu membuahkan hasil. Pasang surut semangatnya dalam memperjuangkan hak untuk sebuah kehidupan yang aman dan bebas dari rasa takut diperhatikan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (5/2).

Majelis hakim PN Jakpus memutuskan menerima gugatan Cartje dan menyatakan PT Indosat Tbk telah melakukan perbuatan melawan hukum dalam pemasangan menara Base Transceiver Station (BTS).

“Menyatakan PT Indosat Tbk terbukti telah memenuhi Pasal 1365 KUHPerdata,” tutur Ketua Majelis Hakim, Iim Nursidin saat persidangan, Rabu (5/2).

Iim Nursidon bersama dua anggota majelis Dedi Fardiman dan Jamaluddin Samosir menilai PT Indosat Tbk tak memperhatikan rambu-rambu hukum dalam pemasangan Base Transceiver Station (BTS). Pemasangan menara pemancar penguat sinyal telepon genggam tersebut telah melanggar Peraturan Bupati No.21 Tahun 2010 tentang Penataan dan Pembangunan Menara Telekomunikasi Bersama.

Aturan Bupati itu telah jelas menyatakan jarak aman pemasangan menara dengan rumah penduduk adalah 1/8 dari tinggi menara. Artinya, dengan tinggi menara pemancar sekitar 55 meter, jarak aman minimal setidak-tidaknya adalah 6 meter. Faktanya, Indosat memasang menaranya setengah jarak aman, yaitu hanya 3,6 meter dari rumah Cartje.

Dalam putusan ini, majelis menghukum Indosat membayar ganti rugi sejumlah Rp400 juta untuk membeli tanah dan bangunan milik Cartje. Jumlah ini lebih rendah dari ganti rugi senilai Rp600 juta yang diminta Cartje dalam gugatannya. Sedangkan, untuk ganti rugi immaterial senilai Rp500 juta, majelis tak mengabulkannya. Alasannya, majelis menilai Cartje tak dapat membuktikan kerugian immaterial yang dideritanya.

Kuasa Hukum Cartje, Rommy L Rinaldo mengapresiasi putusan majelis hakim. Majelis telah melihat ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan Indosat dalam mendirikan BTS tersebut. “Pasal 1365 KUHPerdata telah terbukti dan ada kerugian yang timbul di sana,” tutur Romy kepada hukumonline.

Meski nilai ganti rugi lebih rendah dari permintaan kliennya, Romy mengatakan kliennya masih pikir-pikir dulu apakah mengajukan banding atau tidak. Ia menilai putusan ini sudah cukup bagus sebagai preseden bagi “korban” pelaku usaha lainnya untuk melawan perusahaan besar di ranah hukum.

“Buat pelaku usaha, dengan putusan ini harus lebih berhati-hati lagi dalam menjalankan usahanya,” tukasnya.

Namun, kekecewaan atas putusan ini keluar dari mulut Cartje sendiri. Ia merasa nilai ganti rugi yang diputuskan majelis belum mencerminkan rasa keadilan. Ia pun merasa dilema apakah akan menerima putusan ini atau tidak. Pasalnya, uang ganti rugi tersebut tak cukup untuk mencari rumah tinggal yang setidak-tidaknya sama dengan tanah dan rumah miliknya yang di Bekasi.

Namun, kemungkinan besar ia sudah berancang-ancang untuk banding. “Mau cari rumah dan tanah di mana dengan harga segitu? Iya, kemungkinan besar saya akan banding,” ujarnya.

Kuasa Hukum Indosat David H Siregar belum dapat berkomentar banyak. Pasalnya, ia tidak menghadiri persidangan tersebut. Kendati demikian, ia mengatakan kemungkinan besar akan menempuh upaya hukum banding karena tidak terima dikatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum.

“Kemungkinan banding, tapi saya belum bisa berkomentar banyak karena harus membaca putusannya terlebih dahulu. Akan tetapi, saya menghargai produk putusan majelis,” tandas David ketika dihubungi hukumonline, Rabu malam (5/2).

Sebagai informasi, kasus ini bermula dengan gugatan yang dilayangkan Cartje B Talahatu, seorang warga Bekasi yang tak terima dengan pemasangan BTS di sekitar rumahnya. Cartje merasa ketakutan dengan pendirian menara setinggi 55 meter tersebut.

Rumah yang ia tempati bersama-sama dengan keluarga kecilnya beberapa kali kejatuhan benda-benda yang berasal dari menara. Bahkan, pernah bola-bola api jatuh ke atap rumahnya. Merasa tidak aman, Cartje dan keluarganya memutuskan meninggalkan rumahnya untuk sementara waktu. Namun, keadaan semakin tak terkendali. Rumahnya rusak parah. Alhasil, nilai jual rumah dan tanahnya merosot.

Cartje sudah menempuh berbagai cara untuk menyelesaikan persoalan ini. Akan tetapi, Indosat dan Cartje tak berhasil menempuh jalur damai. Akhirnya, jalur hukum pun ditempuh. Dalam gugatannya, total ganti kerugian yang diminta Cartje adalah Rp1,1 miliar dengan Rp600 juta untuk kerugian material dan Rp500 juta untuk kerugian immaterial.
Tags:

Berita Terkait