MK Diminta Tolak Pengujian UU Eks Perppu MK
Berita

MK Diminta Tolak Pengujian UU Eks Perppu MK

Jika MK mengabulkan pengujian UU MK ini sama saja “bunuh diri”.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
MK Diminta Tolak Pengujian UU Eks Perppu MK
Hukumonline
Pemerintah Berharap MK menolak permohonan uji materi UU UU No. 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Perppu No. 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua UU MK agar MK kembali memperoleh kepercayaan publik. Jika tidak, atau MK mengabulkan pengujian UU eks Perppu MK itu justru akan menyulitkan MK meraih kembali kepercayaan itu.

“Sidang terakhir kemarin agak jarang terjadi karena kita hanya diberi waktu beberapa hari untuk menyerahkan keterangan ahli dan kesimpulan secara tertulis. Namun, pemerintah tetap berharap MK menolak pengujian UU MK itu,” kata Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (06/2).

Denny mengatakan pada hakikatnya materi UU MK Perubahan Kedua lahir untuk membantu MK keluar dari berbagai persoalan yang mendera sejak penangkapan Akil Mochtar. Misalnya, adanya seleksi calon hakim konstitusi oleh panel ahli yang hanya membantu MA, Presiden, DPR dalam proses uji kelayakannya, bukan mengambil alih peran ketiga lembaga itu “Toh, yang memilih calon-calonnya tetap ketiga lembaga itu.”

“Demikian pula adanya pengawasan hakim konstitusi yang dilakukan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi. Soalnya, tidak ada lembaga apapun yang tidak boleh diawasi karena antara akuntabilitas dan independensi harus seimbang,” lanjutnya.

Menurut dia jika MK mengabulkan permohonan UU MK ini dengan cara membatalkan syarat tujuh tahun tidak aktif di parpol, panel ahli, dan MKHK justru akan menyulitkan MK meraih kepercayaan publik. Terlebih, MK sebagai pilar utama demokrasi khususnya dalam sengketa Pemilu 2014 yang tentunya akan berpengaruh. “Makanya, kita sangat berharap MK menolak permohonan pengujian UU MK itu,” harapnya.

Untuk menguatkan penolakan itu, pemerintah akan menyerahkan keterangan tertulis sejumlah ahli yaitu Prof Saldi Isra, Fajrul Falaakh, Prof Thamrin Amal Tamagola, Prof Zudan. “Besok, Jum’at (07/2) kita menyerahkan semua keterangan ahli itu dan hari Seninnya menyerahkan kesimpulan,” kata Denny.

Dia tegaskan pihaknya tidak dalam posisi menduga-duga atau mengarahkan putusan MK. Betapa berbahanya jika permohonan ini dikabulkan, terlebih menjelang Pemilu 2014. “Pemerintah telah merumuskan Perppu MK yang telah menjadi UU MK ini dengan sangat hati-hati justru untuk membantu legitimasi kepercayaan publik pada MK. Tetapi, kami masih punya optimis pada MK yang punya sifat bijak dan negarawan,” tegasnya.

Sosiolog UI, Prof Thamrin Amal Tamagola memperkirakan MK akan menolak permohonan pengujian UU MK ini. Sebab, beberapa hakim konstitusi tentunya akan berpikir secara jernih persoalan ini. Soalnya, kepercayaan sebagian besar masyarakat terhadap MK belum pulih. “Saya pikir sangat kecil kemungkinan jika permohonan ini dikabulkan,” kata Thamrin.

Namun, jika tetap mengabulkan pengujian UU MK itu, sama saja  MK “bunuh diri”. “Ini secara tidak langsung akan menghancurkan MK kalau sampai permohonan ini dikabulkan. Perhelatan Pemilu 2014 juga akan menjadi ‘taruhannya’ kan,” kata Thamrin. “Kalau ini sampai dikabulkan, hakim MK bukan benar-benar negarawan, tetapi politisi,” katanya.      

Sementara Pengamat hukum tata negara Refly Harun juga mendesak agar MK tidak mengabulkan permohonan uji materi UU MK itu meski ini menjadi hak mutlak MK. “Makanya, kita desak MK untuk menolak permohonan pengujian UU MK ini, kalau tidak kredibilitas MK akan semakin menurun,” katanya.

Dalam keterangan tertulisnya, KY mengingatkan agar MK menilik asas hukum acara, “seseorang tidak dapat menjadi hakim bagi dirinya sendiri” atau bahasa latinnya disebut nemo judex in causa sua. Selama ini MK mengacu pada putusan No. 005/PUU– IV/2006. Padahal, berperkara di MK tak sama seperti di pengadilan biasa, sehingga asas itu tidak dapat diberlakukan dilingkungan peradilan MK.

“Pandangan itu keliru dan  tidak dapat mengabaikan asas nemo judex in causa sua,” tulis KY dalam keterangan tertulis tertanggal 6 Februari yang ditujukan ke MK.

Menurutnya, menghadapi persoalan ini hendaknya MK memperhatikan sifat dan prinsip adil, bijak, negarawan, berjiwa besar seperti tertuang dalam Pasal 15 UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK. Setelah putusan MK No. 005/PUU–IV/2006 itu, sikap adil dan sikap negarawan Hakim MK akan kembali di uji. Karena itu, sepatutnya MK tidak menerima atau menolak permohonan ini.

“Penting direnungkan dua kali  MK telah memangkas keberadaan lembaga pengontrol terhadap MK yang ujungnya muncul kasus Akil Mochtar. Mudah-mudahan kasus ini menjadi pelajaran bagi kita betapa pentingnya lembaga pengontrol bagi MK seperti tertuang dalam UU No. 4 Tahun 2014. Apabila MK tetap mengabulkan permohonan ini, mungkinkah akan lahir Akil-Akil lain?”
Tags:

Berita Terkait