BNP2TKI Kekurangan Dana Pencegahan
Berita

BNP2TKI Kekurangan Dana Pencegahan

Anggota DPR sarankan BNP2TKI fokus pada penegakan hukum.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
BNP2TKI Kekurangan Dana Pencegahan
Hukumonline
Kelengkapan dokumen kerap disebut sebagai salah satu upaya untuk melindungi pekerja migran Indonesia ketika bekerja di negara penempatan. Menurut Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Jumhur Hidayat, negara kurang serius memerangi penempatan pekerja migran Indonesia tak berdokumen lengkap. Buktinya, BNP2TKI hanya diberikan anggaran minim untuk melakukan pencegahan itu.

Misalnya, Jumhur melanjutkan, ketika BNP2TKI melakukan razia ke tempat penampungan ilegal milik PPTKIS dan di wilayah perbatasan. Ratusan calon pekerja migran tak berdokumen di PPTKIS itu harus diurus BNP2TKI hingga mereka pulang kampung. Butuh anggaran besar untuk memberi makan dan memulangkan para calon pekerja migran tak berdokumen.

Jumhur mencatat untuk mengurusi satu orang calon pekerja migran Indonesia tak berdokumen yang terjaring razia dibutuhkan dana sekitar Rp2 juta per orang. Jika ada 100 orang ditangkap maka dibutuhkan anggaran Rp100 juta. Untuk itu jika dalam setahun terdapat puluhan ribu calon pekerja migran Indonesia tak berdokumen yang terjaring razia maka dibutuhkan dana milyaran. Oleh karenanya Jumhur berharap agar DPR memperhatikan persoalan tersebut. “Anggaran kami (untuk melakukan razia,-red) sekitar Rp2 milyar. Jadi kami tidak sanggup,” katanya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR, Senin (10/2).

Besar kecilnya penyelenggaraan razia tergantung berapa banyak dana yang tersedia. Mengingat dana terbatas, pencegahan pengiriman TKI lewat jalur tidak resmi menjadi kurang optimal. Jumhur melihat kendala itu juga dihadapi pihak kepolisian. Misalnya, di Batam, kepolisian tidak mampu mencegah pekerja migran tak berdokumen yang menyeberang ke negara penempatan. Hal itu disebabkan karena tidak punya anggaran untuk memberi makan dan mengirim para pekerja migran yang tak berdokumen itu ke kampung halaman setelah ditangkap.

Jika razia itu dilakukan serius selama setahun, Jumhur yakin para tekong –sebutan untuk pengirim TKI secara ilegal, akan bangkrut dan beralih profesi. Dengan cara itu ia yakin dari tahun ke tahun jumlah pekerja migran Indonesia tak berdokumen semakin berkurang signifikan. “Jadi si tekong tidak bisa lagi bermain-main dengan pemnerintah Indonesia,” ucapnya.

Anggota Komisi IX DPR, Indra, membenarkan argumentasi Jumhur. Namun, bukan berarti  dengan anggaran terbatas, BNP2TKI berpangku tangan dan tidak melakukan apa-apa ketika mengetahui ada pengiriman pekerja migran Indonesia tak berdokumen ke negara penempatan. BNP2TKI seharusnya dapat membuat terobosan untuk mencari solusi. Jika anggaran yang dikeluarkan besar, Indra mengusulkan agar BNP2TKI fokus menjerat para pelaku atau aktor yang mengirim para pekerja migran Indonesia tak berdokumen. “BNP2TKI dan Kepolisian bisa menjerat pelakunya,” paparnya.

Selain itu Indra mendukung upaya pembenahan yang dilakukan BNP2TKI dalam mengurusi pekerja migran Indonesia. Sebab, pengelolaan pekerja migran tergolong rumit. Untuk itu ia berharap Presiden turun tangan untuk membenahi persoalan pengelolaan pekerja migran Indonesia. “Lihat Presiden Filipina, dia menanggapi serius setiap ada masalah yang menimpa pekerja migrannya di negara penempatan,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait