MA Kukuhkan Kemenangan Bakrie
Berita

MA Kukuhkan Kemenangan Bakrie

BANI dan Putusan PN Jaksel sumber ketidakjelasan eksistensi utang.

Oleh:
HRS
Bacaan 2 Menit
MA Kukuhkan Kemenangan Bakrie
Hukumonline
Upaya dokter Soetomo untuk mendapatkan piutangnya dari PT Bakrie Swasakti Utama kembali gagal. Pasalnya, Mahkamah Agung menolak kasasi yang dimohonkan Soetomo dan menguatkan putusan Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat.

Sebagaimana informasi dikutip dari situs direktori MA, perkara kasasi ini diputus pada Agustus tahun lalu dan salinan putusannya baru dipublikasikan pada Selasa (4/2) pekan lalu. Majelis yang mengadili permohonan kasasi ini adalah I Made Tara selaku Ketua Majelis, serta Syamsul Ma’arif dan Takdir Rahmadi masing-masing sebagai anggota majelis.

Dalam putusannya, alasan mahkamah menolak permohonan kasasi masih berkutat pada soal eksistensi utang. Mahkamah menilai Soetomo tak dapat membuktikan secara seksama tentang kesederhanaan utang Bakrie sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (4) UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Pangkal tolaknya adalah ada dua produk hukum yang berbeda terkait dengan utang piutang dua pihak ini, yaitu putusan BANI Nomor 104/XII/ARB/BANI/1999 tertanggal 19 September 2000 dan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 402/Pdt.G/PN.Jkt.Sel tanggal 18 Januari 2005.

BANI menghukum Bakrie membayar kepada Soetomo sejumlah Rp3,5 miliar sebagai ganti rugi material dan immaterial yang dialami Soetomo. Sementara itu, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyebutkan utang Bakrie kepada Soetomo hanya berkisar Rp448,6 juta. Perbedaan jumlah yang sangat signifikan ini berdampak pada ketidakjelasan mengenai besaran jumlah utang Bakrie kepada Soetomo. Sehingga, Mahkamah menilai Soetomo tidak berhasil membuktikan dalil-dalilnya.

Mahkamah juga tak mau ambil pusing terkait permintaan agar putusan Pengesahan Perdamaian PKPU Bakrie pada 5 Maret 2003 lalu tidak mengikat Soetomo. Mahkamah berpandangan sepanjang Rencana Perdamaian tersebut diputuskan dan berlaku sah, semua kreditor terikat pada mekanisme yang diatur dalam UU Kepailitan, khususnya Pasal 160 ayat (1) dan (2) UU Kepailitan.

Sebagai informasi, Soetomo tidak terima dengan Pengesahan Perdamaian PKPU tertanggal 5 Maret 2003 lalu karena Bakrie tidak pernah sama sekali mengundang Soetomo sebagai kreditor. Alhasil, Soetomo tidak mengetahui jika Bakrie mengajukan permohonan PKPU untuk dirinya sendiri pada 10 Januari 2003.

Padahal, saat pengadilan memutuskan Bakrie berada dalam PKPU, pengadilan memerintahkan pengembang apartemen ini untuk memanggil para kreditor yang diketahui alamatnya dengan surat tercatat atau melalui kurir agar dapat hadir saat rapat kreditor pertama. Faktanya, Bakrie sama sekali tidak mengundang Soetomo. Hal ini dirasa aneh sebab antara Soetomo dan Bakrie sudah “bersitegang” sedari awal dan mustahil jika Bakrie tak mengetahui Soetomo sebagai kreditornya.

Usut punya usut, terungkap bahwa pada pelaksanaan PKPU Bakrie Swasakti Utama ini, pengurus memang tidak pernah mengirimkan undangan kepada Soetomo baik melalui surat tercatat maupun kurir sebagaimana diperintahkan pengadilan dan Pasal 225 ayat (4) UU Kepailitan. Hal ini terungkap setelah Soetomo melaporkan pengurus Bakrie kepada organisasi kurator.

Lantaran hal tersebut, Soetomo tidak mau tunduk pada Rencana Perdamaian yang telah disepakati para kreditor. Sebab, Soetomo berdalih dengan Pasal 1340 KUHPerdata yang isinya mengenai perjanjian hanya berlaku kepada para pihak yang membuatnya dan tidak dapat membawa kerugian kepada pihak ketiga.

Kuasa hukum Soetomo, Dedyk Eryanto Nugroho mengaku kecewa dengan putusan MA. Pasalnya, bagaimana bisa produk-produk dari institusi hukum yang berwenang tidak dapat membuktikan mengenai utang itu sendiri. “Dari sisi yuridis, saya mengaku kecewa dengan putusan tersebut,” tutur Dedyk ketika dihubungi hukumonline, Senin (10/2).

Meskipun kecewa, Dedyk belum mengetahui akan menempuh upaya hukum atau tidak. Ia harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan Soetomo. Dedyk masih akan membaca dan mengkaji salinan putusan MA secara lengkap.

“Mengenai langkah selanjutnya yang akan ditempuh, ini harus dikonsultasikan terlebih dahulu,” pungkasnya.

Untuk diketahui, perkara ini bermula pada 1993. Soetomo tertarik membeli satu unit apartemen yang akan dibangun Bakrie Swasakti. Kedua pihak lalu menandatangani Pengikatan Perjanjian Jual Beli atas kepemilikan satuan rumah Taman Rasuna Apartemen No: 05/14/E pada 16 September 1993.

Dalam pengikatan tersebut tercantum bahwa Soetomo membeli satu unit pada 20 Agustus 1993. Sebagai tanda jadi, Sutomo membayar uang muka. Akan tetapi, pada 20 Juni 1997, Bakrie Swasakti menyatakan batal membangun apartemen tersebut. Lantaran wanprestasi, Soetomo segera mengambil langkah hukum, yaitu mengajukan permohonan arbitrase ke BANI pada 15 Desember 1999.

Namun, Bakrie Swasakti mengajukan upaya hukum berupa pembatalan atas putusan BANI itu. Selain itu, Bakrie Swasakti juga mem-PKPU-kan dirinya sendiri dan pada 2003, sehingga resmi menyandang status dalam PKPU. Sayangnya, Soetomo tidak mengetahui proses ini sehingga Soetomo tidak mendapatkan pembayaran utangnya. Alhasil, Soetomo mengajukan permohonan pailit kepada Bakrie Swasakti pada 27 Februari 2013.
Tags:

Berita Terkait