Tanpa Penyelidikan, Eksistensi KPK Bakal Lenyap
Berita

Tanpa Penyelidikan, Eksistensi KPK Bakal Lenyap

Mengamputasi kewenangan KPK merupakan konspirasi paling jahat dari para koruptor berbulu penyelenggara negara.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Tanpa Penyelidikan, Eksistensi KPK Bakal Lenyap
Hukumonline
DPR dan pemerintah terus melakukan pembahasan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP). Pasal demi pasal dibahas melalui daftar isian masalah yang dibuat DPR. Namun, terdapat rangkaian proses penegakan hukum yang raib dari RKUHAP. Adalah penyelidikan. Tahapan ini menjadi penting bagi penegak hukum. Selain kepolisian, eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tanpa penyelidikan bakal redup.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang Sumatera Barat, Shinta Agustina, menuturkan eksistensi KPK dan pengadilan Tindak Pidana Korupsi akan redup karena RKUHAP hanya menyebut institusi kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Menurutnya, situasi itu akan membahayakan upaya pemberantasan tindak pidana korupsi yang kini gencar dilakukan KPK sebagai motor utama.

Shinta mengatakan, pelemahan pemberantasan korupsi kian kencang jika ditelisik beberapa ketentuan dalam RKUHAP, antara lain betapa luas kewenangan Hakim Pemeriksa Pendahuluan (HPP). Soalnya, tidak hanya dapat menentukan upaya paksa, tetapi juga ranah boleh tidaknya penyadapan harus mendapat persetujuan HPP.

“Berbagai pengaturan dalam RUU-KUHP dan RUU-KUHAP jelas membunyikan lonceng senjakala bagi pemberantasan korupsi, bukan hanya bagi KPK,” ujarnya.

Senada, dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan peniadaan penyelidikan dalam RKUHAP patut dipertanyakan dasar pertimbangan maupun filosofinya. Jika hanya alasan efisiensi biaya, menurutnya, tidaklah masuk akal. Lagi pula, lembaga antirasuah itu tak memiliki kewenangan penghentian penyidikan. Sebaliknya, lembaga penegak hukum yang memiliki kewenangan menghentikan perkara di tingkat penyidikan hanyalah kepolisian dan kejaksaan.

“Karena dengan tidak adanya “penyelidikan” akan berapa banyak koruptor yang lolos dari jeratan hukum KPK,” ujarnya.

Abdul mengatakan, KPK akan mengalami kesulitan dalam hal menuntut perkara jika tidak didahului dengan tindakan memvalidasi sejumlah bukti tindak pidana korupsi di tingkat penyelidikan. “Jika pertimbangan mengamputasi kewenangan KPK, maka ini merupakan konspirasi paling jahat dari para koruptor berbulu penyelenggara negara,” katanya.

Anggota Komisi III DPR Adang Daradjatun mengamini pandangan Shinta dan Abdul Fickar. Menurutnya, penyelidikan dalam rangka proses penegakan hukum semestinya tak dihilangkan dari RKUHAP, tapi justru penyelidikan diperkuat. Menurutnya, penyelidikan memberi ruang bagi masyarakat yang dituduh maupun aparat yang menjalankan tugas penegakan hukum untuk tidak melakukan pelanggaran HAM.

“Proses penyelidikan itu masih perlu,” ujarnya.

Adang yang tercatat sebagai anggota Panja RKUHAP itu lebih jauh berpandangan, pembahasan soal subtansi peniadaan penyelidikan dalam RKUHAP masih menuai perdebatan. Makanya, Adang menilai perlunya dilakukan pendalaman agar nantinya tidak berdampak pada proses penegakan hukum. Terkait penyadapan, ia setuju KPK harus tetap memiliki kewenangan tersebut.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu lebih jauh mengatakan penyadapan diperlukan dalam rangka untuk mendeteksi kemungkinan seseorang akan melakukan tindak pidana. Nah, penyadapan dilakukan pada tahap penyelidikan. Begitu pula operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK biasanya masih dalam tahap penyelidikan. Itu sebabnya, penyelidikan tak dapat dihilangkan begitu saja.

“Tapi prinsipnya saya menilai penyadapan itu setuju. Hanya tinggal mekanismenya bagaimana menyadapa itu agar tidak setiap orang dengan mudah disadap,” mantan Wakapolri itu.

Anggota Komisi III lainnya, Eva Kusuma Sundari berpendapat pemerintah dan Panja RKUHAP kurang berkoordinasi. Terutama terhadap unsur penyidik kepolisian dan kejaksaan. Pasalnya kedua unsur penegak hukum itu kerap berbeda pendapat terkait otoritas masing-masing dalam proses penegakan hukum.

“Termasuk tidak dimasukannya KPK dalam tim Pansus pemerintah,” ujarnya.

Menurutnya, draf awal RKUHAP adalah inisiatif pemerintah. Termasuk rancangan kewenangan masing-masing penyidik. Ia berpendapat kritikan publik yang dialamatkan ke DPR adalah tidak tepat. Pasalnya itu tadi, pihak yang merancang RKUHAP adalah pemerintah.

“Jadi, pengusung pembaharuan hukum termasuk penghilangan otoritas khusus KPK adalah pemerintah. Jadi tanyakan ke mereka (pemerintah, red). Jika tujuannya mau penertiban dan konsistensi untuk integrated criminal justice system, apakah sudah distudy dampaknya bagi efektifitas pemberantasan tipikor,” pungkas politisi PDIP itu.
Tags:

Berita Terkait