Pekerja di Asia Pasifik Tuntut Kenaikan Upah
Berita

Pekerja di Asia Pasifik Tuntut Kenaikan Upah

Kenaikan upah minimum adalah win-win solution bagi semua pihak.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Pekerja di Asia Pasifik Tuntut Kenaikan Upah
Hukumonline
Tuntutan kenaikan upah minimum bukan saja disuarakan pekerja di Indonesia, tapi juga negara lain khususnya di wilayah Asia Pasifik. Sekjen IndustriALL Global Union, Jyrki Raina, mengatakan tuntutan itu lumrah. Sebab, pekerja membutuhkan upah layak untuk hidup sejahtera. Apalagi di negara yang pertumbuhan ekonominya cukup baik, maka harus diimbangi dengan pemerataan kesejahteraan kepada seluruh rakyat. Untuk kaum pekerja, pemerataan itu salah satunya dinikmati dengan kenaikan upah.

Oleh karenanya, Jyrki mengatakan seluruh serikat pekerja di 140 negara yang tergabung dalam IndustriALL mendukung kenaikan upah minimum tersebut termasuk Indonesia. Tujuannya agar pekerja dan keluarganya dapat hidup sejahtera. Dalam kunjungannya ke Indonesia, Jyrki berkesempatan bertemu dengan Dirjen PHI dan Jamsos Kemenakertrans, Ruslan Irianto Simbolon.

Pada pertemuan itu Jyrki mengingatkan agar pemerintah tidak khawatir dengan kenaikan upah minimum. Sebab, hal itu wajar dan menjadi salah satu tuntutan utama kaum pekerja di berbagai belahan dunia. “Itu tidak hanya terjadi di Indonesia tapi juga (negara Asia Pasifik lainnya,-red) China, Vietnam, Kambojadan India,” katanya dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (14/2).

Jyrki menjelaskan, kenaikan upah minimum adalah win-win solution bagi semua pihak. Pasalnya, sebagian besar penghasilan pekerja digunakan untuk konsumsi guna memenuhi kebutuhan hidup setiap hari. Hal itu mendorong pertumbuhan ekonomi karena barang-barang produksi dapat diserap masyarakat. Dengan pertumbuhan ekonomi itu maka lapangan kerja baru akan terbuka.

Jika selama ini ada pandangan yang menyatakan kenaikan upah minimum akan menghambat investasi, Jyrki menampiknya. Sebab, secara umum upah bukan hal yang dipersoalkan dalam investasi langsung, tapi lebih kepada penerapan teknologi tinggi. Oleh karenanya Jyrki melihat investasi langsung yang masuk ke Indonesia bakal cenderung meningkat.

Begitu pula dengan inflasi, menurut Jyrki kenaikan upah tidak menyebabkan naiknya harga-harga barang. Sebab harga-harga sejumlah komoditas mengacu pasar internasional, seperti minyak, gas dan listrik. Selain itu ongkos pekerja dalam setiap produk atau komoditas tergolong sangat sedikit, sekitar 3-10 persen.

Jyrki mencatat semua negara Asia Pasifik menaikan besaran upah minimum. Seperti China, dalam lima tahun terkahir rata-rata kenaikannya 15-20 persen setiap tahun. Sehingga saat ini upah minimum pekerja lajang di Shanghai, China sebesar $260 Dollar AS setiap bulan. Bangladesh tahun ini naik 77 persen ketimbang tahun lalu, dari $38 Dollar AS menjadi $67 Dollar AS dan Kamboja sudah mengalami kenaikan walau belum sesuai harapan serikat pekerja.

Selain itu Jyrki mendukung tuntutan serikat pekerja di Indonesia yang mendesak digulirkannya Jaminan Kesehatan dan Sosial untuk seluruh rakyat. Menurutnya, jaminan itu merupakan kebutuhan dasar dan perlindungan bagi rakyat Indonesia. Soal outsourcing, Jyrki mengapresiasi kebijakan pemerintah Indonesia. Pasalnya, pemerintah menggulirkan Permenakertrans Outsourcing yang salah satu intinya membatasi outsourcing jenis penyedia jasa pekerja.

Walau mengapresiasi perkembangan gerakan serikat pekerja di Indonesia, Jyrki menyayangkan tindakan premanisme yang menghalangi serikat pekerja menggunakan hak-haknya. Baginya, peristiwa itu merupakan pelanggaran berat terhadap hak-hak pekerja. Mestinya pemerintah Indonesia melakukan perlindungan kepada pekerja yang melaksanakan hak-haknya. “Kami sangat kaget gerakan serikat pekerja dihadapkan dengan kelompok preman,” kesalnya.

Pada kesempatan yang sama Presiden KSPI, Said Iqbal, menjelaskan di Indonesia terdapat 11 serikat pekerja yang berafiliasi dengan IndustriALL, salah satunya federasi yang tergabung dalam KSPI yaitu FSPMI. Melanjutkan Jyrki, Iqbal, mengatakan untuk upah minimum 2015, serikat pekerja mendorong agar kenaikannya secara nasional rata-rata 30 persen. Tuntutan itu akan disesuaikan dengan berbagai hal yang kemungkinan berkembang tahun depan misalnya pertumbuhan ekonomi.

Iqbal memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan lebih baik ketimbang tahun ini. Pasalnya, tahun ini akan digelar Pemilu. Menyikapi hal itu para investor cenderung menunggu sampai terpilih pemerintahan baru. Keyakinannya itu semakin bertambah ketika Menkeu mengatakan Indonesia masuk ke dalam negara berpenghasilan menengah. Sehingga, untuk beranjak menjadi negara maju upah dan produktifitas pekerja harus ditingkatkan. “Produktifitas harus ditingkatkan kami setuju,” tandasnya.
Tags:

Berita Terkait