Jangka Waktu Sidang Praperadilan Konstitusional
Berita

Jangka Waktu Sidang Praperadilan Konstitusional

Pengujian UU ini dinilai bukan persoalan konstitusionalitas.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Jangka Waktu Sidang Praperadilan Konstitusional
Hukumonline
Majelis Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan menolak permohonan pengujian Pasal 82 ayat (1) huruf b, c, dan d UU No. 8 Tahuh 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dimohonkan Anwar Sadat (pemohon I) dan Perkumpulan Masyarakat Pembaruan Peradilan Pidana (pemohon II). Tak ada satu pun petitum pemohon yang dikabulkan majelis.

“Menyatakan menolak permohonan untuk seluruhnya,” ujar Ketua Majelis MK, Hamdan Zoelva saat membacakan putusan bernomor 78/PUU-XI/2013 di ruang sidang MK, Kamis (20/2).

Dalam pertimbangannya, Mahkamah menyatakan pengujian Pasal 82 ayat (1) huruf b, c, dan d yang mengatur pengajuan permohonan praperadilan justru memberi kepastian hukum, khususnya kepada pemohon I yang merasa penangkapan dirinya oleh Polda Sumatera Selatan tidak sesuai prosedur.

Ditegaskan Mahkamah, batas waktu pemeriksaan praperadilan paling lambat 7 hari sudah diputus seperti diatur Pasal 82 ayat (1) huruf c KUHAP menjadikan gugurnya praperadilan pemohon I di Pengadilan Negeri Palembang merupakan proses hukum praperadilan yang dilakukan secara cepat.         

“Batas waktu proses persidanganpraperadilan yang dilakukan selambat-lambatnya 7 hari tidak mengurangi rasa keadilan bagi para tersangka. Sebab, apabila masa praperadilan telah gugur, keberatan yang dipermasalahkan tetap bisa disampaikan pada saat pemeriksaan pokok perkara,” kata Hakim Konstitusi Patrialis Akbar.

“Sebab, dalam hal-hal tertentu, penuntut umum juga harus segera mengajukan pokok-pokok perkara ke pengadilan apabila masa penahanan tersangka sudah akan berakhir.”

Karena itu, Mahkamah menganggap permohonan pemohon bukanlah persoalan konstusionalitas norma, tetapi persoalan implementasi norma dalam praktik peradilan. Namun, Mahkamah perlu memberikan penilaian agar tidak dijadikan celah oleh penyidik atau penuntut umum untuk menggugurkan praperadilan dengan cara segera melimpahkan berkas perkara ke pengadilan negeri. “Seyogianya semua pihak yang terkait praperadilan menghormati persidangan praperadilan,” pintanya.

Mahkamah menilai ketentuan jangka waktu 7 hari masa sidang praperadilan lantaran pejabat berwenang seringkali tidak hadir memberi keterangan. Ketidakhadiran pejabat berwenang menyebabkan tertundanya sidang praperadilan, hingga gugur dengan sendirinya.

MenurutMK, tindakan penyidik atau penuntut umum tidak menghadiri sidang praperadilan dengan sengaja sangatlah tidak terpuji. Apalagi ketidakhadiran itu ditujukan untuk menggugurkan permohonan praperadilan yang diajukan seorang tersangka. Untuk itu, MK menegaskan sanksi bisa dijatuhkan bagi penyidik atau penuntut umum yang tidak hadir dalam sidang praperadilan..

”Atasan dari pihak tersebut (kepolisian dan atau kejaksaan) dapat memberikan sanksi kepada aparat yang tidak menghormati persidangan,” kata Patrialis.    

Sebelumnya, para pemohon melalui kuasa hukumnya, Wahyu Wagiman menilai Pasal 82 ayat (1) huruf b KUHAP ditafsirkan sebagai ketentuan jangka waktu 7 hari dihitung sejak pemeriksaan sidang hingga putusan dijatuhkan. Namun, ketika penghitungan jangka 7 hari sebelum putusan dijatuhkan tetap haruslah dihadiri kedua belah pihak dalam proses persidangan.

Akan tetapi, dalam praktiknya, pejabat berwenang (penyidik atau penuntut umum) tidak hadir dalam sidang praperadilan tanpa alasan yang jelas. Akhirnya sidang ditunda dan menghambat proses praperadilan. Sikap ini disinyalir sebagai upaya menggugurkan praperadilan pemohon.

Akibatnya, tidak ada perlindungan terhadap hak  keadilan dan kepastian hukum bagi yang mengajukan praperadilan.  Untuk itu, mereka meminta MK agar proses sidang praperadilan, setiap keterangan bisa tetap didengarkan dan selanjutnya diputuskan meskipun tanpa dihadiri pejabat yang berwenang.
Tags:

Berita Terkait