Askrindo Digugat Karena Rekayasa Buku Laporan Keuangan
Berita

Askrindo Digugat Karena Rekayasa Buku Laporan Keuangan

Jakarta Investment mengaku alami kerugian material senilai Rp148 miliar.

Oleh:
HRS
Bacaan 2 Menit
Askrindo Digugat Karena Rekayasa Buku Laporan Keuangan
Hukumonline
PT Jakarta Investment mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum kepada PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo). Gugatan ini telah terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sejak 16 Desember 2013.

Selain Askrindo, Jakarta Investment juga menggugat sejumlah perusahan seperti PT Tranka Kabel, PT Multi Megah Internusa, PT Vitron Internasional, PT Reliance Asset Management, dan PT Harvestindo Asset Management. Dalam perkara ini, Jakarta Investment juga menggugat Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Tak cukup di situ. Jakarta Investment mendudukkan PT Indowan Investama Group dan PT Natpac Asset Management sebagai para turut tergugat di dalam gugatannya.

“Ya, kita mengajukan gugatan kepada Askrindo. Hari ini sidang untuk kedua kalinya dan terpaksa diundur lagi karena para pihak belum lengkap,” tutur Kuasa Hukum Jakarta Investment, Bonifasius Gunung kepada wartawan usai persidangan, Selasa (19/2).

Gugatan ini berawal dari kerja sama penempatan dana investasi yang dilakukan Askrindo kepada Jakarta Investment yang nilainya mencapai ratusan miliar. Penempatan dana investasi tersebut dituding Jakarta Investment dilandasi dengan iktikad baik. Pasalnya, sebelum penempatan dana investasi dilakukan, Askrindo sedang mengalami masalah berupa kegagalan pengembalian jaminan L/C dari nasabahnya sendiri, yaitu Tranka Kabel, Multi Megah Internusa, dan Vitron Internasional yang mencapai AS$50,78 juta.

Kegagalan pembayaran ini terjadi dengan kesadaran Askrindo sendiri. Kala itu, meskipun Tranka Kabel gagal bayar, Askrindo memutuskan menjadikan Tranka Kabel sebagai salah satu nasabah yang masuk program penyelamatan. Askrindo membeli surat sanggup Tranka Kabel senilai Rp42,75 miliar dan memberikan dana talangan senilai Rp26 miliar. Namun, kondisi Tranka Kabel juga tak kunjung membaik. Meskipun tak kunjung membaik, Askrindo tetap memberikan Medium Term Note kepada Tranka Kabel yang mencapai Rp174 miliar tanpa ada agunan dari perusahaan kabel ini.

Berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2005, BPK menyatakan pemberian dana talangan tersebut berisiko tinggi dan harus diselesaikan. Hasil audit ini ditindaklanjuti Askrindo dengan cara berinvestasi di pasar modal dengan menggunakan instrumen Kontrak Pengelolaan Dana (KPD), Repo Saham, Reksa Dana, dan Titip Jual Obligasi. Selanjutnya, peluang bisnis ini ditawarkan kepada manajer investasi Jakarta Investment.

Saat menawarkan peluang investasi tersebut, Askrindo mempromosikan nasabah-nasabah yang bermasalah sebagai nasabah premium, nasabah yang layak menggunakan dana investasi dari Jakarta Investment. Askrindo sama sekali tak menyebutkan jika para nasabah Askrindo ini adalah nasabah yang gagal bayar jaminan L/C.

Demi memuluskan rencana itu, lanjut Jakarta Investment di dalam gugatannya, Askrindo juga dituding telah melakukan rekayasa pembukuan Laporan Keuangan dengan cara membukukan penempatan investasi sebesar Rp29 miliar pada Tutup Buku 31 Desember 2005. Padahal, dana investasi tersebut pertama kali baru dilakukan pada 6 Januari 2006.

Alhasil, kesepakatan antara Askrindo dan Jakarta Investment pun tercapai yang intinya Askrindo akan menempatkan dana investasi ke Jakarta Investment sejumlah Rp204 miliar dan Jakarta Investment inilah yang akan menjalankan dana yang telah ditempatkan tersebut. Penempatan dana yang diperjanjikan adalah melalui instrumen-instrumen KPD, Repo Saham, Titip Jual Obligasi, dan Reksa Dana. Untuk KPD, dana investasi mencapai Rp53 miliar, sejumlah Rp133 miliar di Repo Saham, senilai Rp12 miliar di Titip Jual Obligasi, dan sebanyak Rp5 miliar di Reksa Dana.

Dana investasi ini langsung disalurkan Jakarta Investment ke pengguna dana investasi, yaitu Tranka Kabel sebanyak Rp90,5 miliar, Multi Megah Internusa sebanyak Rp8 miliar, sebanyak Rp21 miliar ke Vitron Internasional, Rp10,97 miliar kepada PT Reliance Asset Management, dan Rp24,57 miliar ke Harvestindo Asset Management atas instruksi Askrindo. Total sebanyak Rp23,7 miliar ditempatkan kepada turut tergugat. Sebanyak Rp3 miliar ditempatkan di PT Mitra Cas Pratama, sejumlah Rp2 miliar kepada Muchtar Mandala, dan sebanyak Rp20,3 miliar ditempatkan di Askrindo.

Sehingga, total dana yang telah ditempatkan Askrindo kepada Jakarta Investment mencapai Rp204 miliar.

Terhadap penempatan dana investasi ini, para nasabah tersebut telah memberikan jaminan berupa Promissory Note sehingga total dana investasi yang belum dikembalikan oleh nasabah sejumlah Rp124 miliar. Terhadap dana investasi yang belum dikembalikan para pengguna dana ini, Jakarta Investment telah melakukan berbagai cara untuk meminta pembayaran itu. Namun, Tranka Kabel, Multi Megah Internusa, Vitron Internasional, dan Indowan Investama Group tetap tak mengembalikan dana-dana tersebut dengan alasan-alasannya masing-masing.

Akan tetapi, ketika Jakarta Investment menagih pembayaran ke PT Reliance Asset Management, PT Harvestindo Asset Management, dan PT Natpac Asset Management, para pengguna dana ini mengatakan telah mengembalikan langsung kepada Askrindo. Anehnya, Askrindo sama sekali tak pernah melaporkan pembayaran ini kepada Jakarta Investment. Bahkan, Askrindo tidak mengakui pembayaran yang dilakukan tiga nasabah ini kepada Jakarta Investama yang mencapai Rp48 miliar.

Akibatnya, Jakarta Investment mengalami kerugian material yang mencapai Rp148 miliar. Pasalnya, selain tidak mengakui pembayaran tiga nasabah ini, Askrindo juga hanya mengakui pembayaran Jakarta Investment sebesar Rp39,75 miliar. Padahal, Jakarta Investment telah melakukan pengembalian dana investasi tersebut sejumlah Rp111,6 miliar. Selain itu, dampak dari perbuatan Askrindo, Jakarta Investment sudah tidak beroperasi lagi dan nama baik perusahaan investasi ini telah ternodai di mata masyarakat.

“Mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya,” pinta Bonifasius dalam gugatannya.

Usai persidangan, Kuasa hukum Askrindo, Danny Arlan, tak mau berkomentar terhadap perkara ini. Ketikahukumonline mencoba mengklarifikasi kembali melalui sambungan telepon, Danny tak menjawab panggilan telepon. Namun, melalui pesan singkat dia mengatakan, “Saya lagi rapat,” tulisnya, Senin (24/2).
Tags:

Berita Terkait