Apindo Jatim Persoalkan Aturan Penetapan Upah Minimum
Berita

Apindo Jatim Persoalkan Aturan Penetapan Upah Minimum

Pemohon diminta menjelaskan uraian pertentangan norma yang diuji.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Dewan Pengurus Provinsi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Timurmempersoalkan Pasal 88 ayat (4) dan Pasal 89 ayat (3)UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terkait penetapan penentuan upah minimum di MK. Pasalnya, setiap penetapan upah minimum oleh pemerintah (Menakertrans) melulu memperhatikan rekomendasi Dewan Pengupahan Provinsi atau bupati/walikota atas dasar kebutuhan hidup layak (KHL).   

“Pasal 88 ayat (4) dan Pasal 89 ayat (3) UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945,” kata ketua DPP Apindo Jatim, Ali Markus saat sidang pemeriksaan pendahuluan yang diketuai Anwar Usman di ruang sidang MK, Kamis (27/2). Anwar didampingi Hakim Konstitusi Patrialis Akbar dan Harjono sebagai anggotamajelis panel.

Pasal 88 ayat (4) berbunyi, “Pemerintah menetapkan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf a berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.”

sedangkan Pasal 89 ayat (3) berbunyi,Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan PengupahanProvinsi dan/atau bupati/walikota.” 

Ali menjelaskan konsep upah minimum pada dasarnya untuk menjaga agar pekerja yang paling marginal tetap dapat menerima upah yang wajar dan layak atau sebagai jaring pengaman (safety net) di pasar tenaga kerja dan pengupahan. Sebab, selama ini komponen KHL yang ditetapkan KHL oleh Menakertrans – melalui Permenakertrans No. 13 Tahun 2012 – dipastikan mengalami kenaikan tiap tahunnya.

“Kondisi ini merugikan pemohon sebagai perusahaan dengan modal kecil karena tidak mampu membayar UMK kepada pekerjanya,” kata Ali.       

Selain upah naik terus tiap tahunnya, ditambah lagi, demo yang sering terjadi telah memperberat para pengusahayang mengakibatkan turunnya produktivitas.Penetapan upah minimum pun dinila melenceng dari konsep awal sebagai jaring pengaman karena tidak mencerminkan kemampuan membayar pengusaha kecil khususnya di masing-masing kabupaten/kota di Jawa Timur.

“Pemohon potensial dirugikan dengan berlakunya kedua pasal itu karena hilangnya hak dan kewenangan Pemohon mengelola pengupahan di perusahaan, tidak adanya efisiensi yang berkeadilan, bisa berakibat terhentinyakelanjutan usaha atau perusahaan pemohon,” keluhnya.

Terlebih, lanjut Ali, Pasal 89 ayat (3) UU Ketenagakerjaan yang mengamanatkan penentuan upah minimum harus memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan bupati/walikota, sehingga Gubernur tidak secara mutlak menetapkan upah minimum.

Menurutnya, frasa “dengan memperhatikan” dalam Pasal 89 ayat (3) seringkali diselewengkan karena rekomendasi. Bahkan, adanya Dewan Pengupahan Provinsi dan bupati/walikota hanya berupa formalitas semata. Soalnya, tak jarang rekomendasi tersebut tidak digunakan oleh gubernur dalam menentukan UMK, seperti yang terjadi di Jawa Timur.

“Faktanya, besaran UMK jauh di atas nilai KHL sehingga bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan itu sendiri,” tegasnya.

Karena itu,pemohon meminta MK menyatakan Pasal 88 ayat (4) UU Ketanagakerjaan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai Pemerintah menetapkan upah minimum
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf a sebagai jaring pengaman.”

“Pasal 89 ayat (3) UU Ketanagakerjaan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai ‘Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh gubernur harus berdasarkan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau bupati/walikota’,”pintanya.

Menanggapi permohonan ini,Hakim Konstitusi Anwar Usmanmengingatkanbahwa putusan MK itu bersifat ergoomnes (menyeluruh). Artinya, tidak hanya berlaku bagi Apindo Jawa Timur, tetapiuntuk semua warga negara Indonesia. “Jadi pemohon sebaiknya mencantumkan Apindo Pusat sebagai pemohon,”kata Anwar.

Sementara Hakim Konstitusi Patrialis Akbar meminta pemohonmenjelaskan sebab akibat kerugian pemohon terhadap berlakunykedua pasal itu. “Setidaknya jika permohonan ini dikabulkan,kerugiankonstitusional pemohontidak akan terjadi lagi,”saran Patrialis.

Patrialis juga meminta agar materipermohonan menguraikan pertentangan antara Pasal 88 ayat (4) dan Pasal 89 ayat (3) UU Ketanagakerjaan dengan Pasal 33ayat (4)UUD 1945. “Pertentangannya dimana? Agar ini bisa menyakinkan hakim.Jangan hanya dikutip pasalnya, tetapi tidak diuraikan pertentangannya,”kritiknya.
Tags:

Berita Terkait