Dari Perahu Hingga Kuda Liar ala Nawir Messi
Jeda

Dari Perahu Hingga Kuda Liar ala Nawir Messi

KPPU dan UU 5 Tahun 1998 diibaratkan sebagai perahu, sedangkan pelaku usaha diibaratkan sebagai kuda.

Oleh:
HRS
Bacaan 2 Menit
Ketua KPPU Nawir Messi (sebelah kiri). Foto: SGP
Ketua KPPU Nawir Messi (sebelah kiri). Foto: SGP
Ada yang khas dengan Nawir Messi, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Orang nomor satu KPPU ini suka sekali mengucapkan kata-kata kiasan sepanjang memberikan kata sambutan dalam acara Seminar Nasional tentang Amandemen UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Rabu (26/2).

Berdasarkan pengamatan hukumonline, lebih dari lima kali Nawir mengucapkan kata-kata kiasan yang sama dalam durasi tak lebih dari 30 menit. Apa saja kata-kata kiasannya? Coba simak di bawah:

“Kembalikan perahu ini ke Senayan untuk diperbaiki agar perahu ini bisa berperan”.

Nawir meminta agar UU Nomor 5 Tahun 1999 segera direvisi oleh DPR. Revisi UU Anti Praktik Monopoli diharapkan segera dilaksanakan demi menghadapi pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN agar KPPU bisa berperan dengan baik.

Tak hanya itu. Nawir kembali menggunakan kalimat kiasan seperti “Perahu ini tidak bisa hanya ‘ditambal’ dengan peraturan-peraturan komisi”. Maksudnya, UU Anti Praktik Monopoli tak cukup dilengkapi dengan aturan-aturan pendukung, seperti peraturan-peraturan komisi.

Demi memperoleh UU Anti Praktik Monopoli yang ‘sempurna’, tim pengusul Amandemen UU 5 Tahun 1999 ini mengadakan seminar demi mendapatkan masukan-masukan yang membangun sebelum dibahas oleh DPR. Nawir menuturkan bahwa seminar ini untuk “Mencegah ada bolong-bolong jika kapal ini ditugaskan berlayar”.

Dalam sambutannya, Nawir juga mengibaratkan pasar dan pelaku usaha sebagai kuda. Kembali, ia menggunakan kalimat kiasan, “Pasar harus benar-benar dikawal. Jika tidak, nanti bisa jadi kuda liar, bisa tendang sana tendang sini”.

Terakhir, Nawir kembali menegaskan bagaimana memikirkan untuk ‘menjinakan’ para pelaku usaha. “Kita harus memikirkan bagaimana kuda-kuda liar tersebut bisa jadi jinak melalui UU Anti Monopoli ini,” sebutnya.

Tertular gaya bahasa Nawir, Ketua Tim Panitia Amandemen UU Nomor 5 Tahun 1999, Hendrawan Supratikno turut memakai istilah-istilah. Jika Nawir banyak menggunakan istilah kuda dan perahu, Hendrawan justu banyak menggunakan istilah yang berbau romantisme dan pernikahan.

Kala memaparkan pandangannya, Hendrawan mengatakan “pasar” dalam dunia usaha adalah tempat yang kejam. Pasar dianggap tidak punya nilai romantis. Karena itu, muncul istilah “Kill or To Be Killed”. “Pasar itu tidak punya romantisme. Di sana yang ada kill or to be killed,” tuturnya dalam kesempatan yang sama.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini melanjutkan bahwa persaingan usaha yang sehat dalam dunia usaha adalah hal yang sangat penting. Menurutnya, di dalam persaingan usaha yang sehat, yang muncul sebagai pemenang adalah yang terbaik. Atas hal ini, Hendrawan pun mengibaratkan suami dan istri.

“Ibarat suami dan istri. Suami atau istri kita sekarang ini adalah hasil dari fair competition. Yang menjadi suami dan istri kita sekarang adalah yang terbaik, seorang pemenang,” tandasnya yang diikuti dengan gelak tawa peserta seminar.
Tags:

Berita Terkait