INI Enggan Komentar Soal Pungutan OJK
Berita

INI Enggan Komentar Soal Pungutan OJK

Akan dibicarakan terlebih dahulu ke seluruh pengurus organisasi.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Logo Ikatan Notaris Indonesia. Foto: www.ikatannotarisindonesia.or.id
Logo Ikatan Notaris Indonesia. Foto: www.ikatannotarisindonesia.or.id
Ikatan Notaris Indonesia (INI) belum mau mengomentari pungutan yang diterapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ketua Umum INI Adrian Djuaini mengatakan, soal pungutan OJK tersebut baru akan dibicarakan pada pertengahan minggu ini oleh seluruh pengurus INI.

“Di tingkat kita hari Rabu (12/3) besok baru akan dibicarakan,” katanya saat dihubungi hukumonline, Senin (10/3).

Menurutnya, sebelum ada hasil rapat di pengurus pusat INI, ia belum bisa mengomentari pungutan tersebut. “Saya belum bisa menjawab, sebelum ada dari organisasi yang menyimpulkan. Kalau pendapat pribadi kan enggak boleh. Akan dibicarakan dalam minggu ini,” kata Adrian.

Ia mengatakan, meski menjabat sebagai ketua organisasi, dirinya tidak bisa mengomentari pungutan tersebut. Menurutnya, isu tersebut akan dibahas oleh seluruh pengurus INI. Ia berjanji, jika sudah ada hasil pembahasan dari INI secara organisasi, akan disiarkan ke publik sikap INI terhadap pungutan tersebut.

“Dibicarakan dalam tingkat yang lebih tinggi, bukan perorangan. Kalau nanti sudah (ada hasilnya, red) dalam waktu dekat,” ujar Adrian.

Sebelumnya, OJK menyatakan bahwa PP No. 11 Tahun 2014 tentang Pungutan oleh OJK mulai berlaku pada Maret 2014 ini. Berlakunya pungutan dikarenakan PP tersebut sudah ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 12 Febriari 2014 lalu.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon mengatakan, pungutan tersebut mulai berlaku ke seluruh industri jasa keuangan. Seperti, pasar modal, perbankan maupun Industri Keuangan Non Bank (IKNB). Menurutnya, tiap sektor usaha akan dikenakan pungutan tersebut meskipun hanya merupakan salah satu anak perusahaan dari induknya.

“Jadi masing-masing kena pungutan, tidak dikonsolidasi,” kata Nelson di Jakarta, Senin (24/2).

PP Pungutan OJK tersebut menuai polemik. Alasannya karena selain dipungut secara industri, tiap profesi penunjang juga diwajibkan memberi iuran ke OJK. Salah satu polemik tersebut muncul dari Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM). Bahkan secara tegas HKHPM menyatakan kecewa terhadap pungutan tersebut.

Dalam PP Pungutan disebutkan bahwa selain industri di sektor jasa keuangan, pelaku maupun profesi penunjang juga wajib kena pungutan. Profesi penunjang ini termasuk dengan notaris, baik secara perorangan maupun secara kantor. Berdasarkan PP, terdapat dua jenis pungutan OJK.

Pertama, jenis pungutan biaya untuk perizinan dan pendaftaran. Untuk jenis pungutan ini, tiap profesi penunjang pasar modal seperti akuntan, konsultan hukum, penilai dan notaris wajib menyetor uang ke OJK sebesar Rp5 juta per orang.

Biaya ini termasuk untuk profesi penunjang perbankan seperti akuntan dan penilai serta profesi penunjang Industri Keuangan Non Bank (IKNB) yaitu akuntan, konsultan hukum, penilai dan konsultan aktuaria. Dalam Pasal 8 PP Pungutan OJK disebutkan bahwa biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran dan pengesahan tersebut wajib dibayar sebelum pengajuan dilakukan.

Sedangkan untuk jenis pungutan kedua adalah biaya tahunan yang diperuntukkan pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penelitian. Untuk jenis pungutan ini, kantor konsultan hukum, kantor akuntan publik, kantor jasa penilai publik, kantor notaris dan perusahaan konsultan aktuaria sepanjang memiliki izin, persetujuan, pengesahan atau pendaftaran dari OJK wajib memberikan iuran sebesar 1,2 persen dari setiap nilai kontrak kegiatan di sektor jasa keuangan.

Biaya tahunan tersebut wajib dibayar dalam empat tahap tiap tahunnya. Pembayaran paling lambat dilakukan pada tanggal 15 setiap bulan April, Juli, Oktober dan tanggal 31 Desember pada tahun berjalan. Biaya pungutan ini berdasarkan pada laporan keuangan yang telah diaudit.

Jenis pungutan biaya tahunan ini juga berlaku bagi profesi penunjang pasar modal yaitu akuntan, konsultan hukum, penilai dan notaris serta profesi penunjang perbankan yaitu akuntan dan penilai. Tiap profesi penunjang, wajib membayar iuran ke OJK sebesar Rp5 juta tiap tahunnya. Biaya tahunan tersebut wajib dibayar paling lambat setiap tanggal 15 Juni pada tahun berjalan.
Tags:

Berita Terkait