Ganti Rugi Penghuni Ilegal BKT Berujung Dakwaan Korupsi
Berita

Ganti Rugi Penghuni Ilegal BKT Berujung Dakwaan Korupsi

Ganti rugi dibayarkan kepada penghuni tanpa hak.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP
Hati-hati membayarkan ganti rugi kepada penghuni tanpa hak alias ilegal. Akibatnya bisa didakwa korupsi, seperti yang dialami mantan Manager Cabang Jakarta Perum Perumnas Hilman Munaf. Penuntut umum Bobby Ruswin mendakwa Hilman melakukan tindak pidana korupsi yang mengakibatkan kerugian negara Rp1,281 miliar. 

Bobby menganggap Hilman telah memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi secara melawan hukum. Hal ini dikarenakan Hilman selaku pihak yang bertindak atas nama Perum Perumnas memberikan ganti rugi kepada para penggarap atau penghuni tanpa hak (PTH) yang terkena proyek Banjir Kanal Timur (BKT) tahun 2008.

Perbuatan Hilman, lanjut Bobby, bertentangan dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI No.3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perpres No.36 Tahun 2005 sebagaimana diubah dengan Perpres No.65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan umum.

Dalam Pasal 43 jo Pasal 51 Peraturan Kepala BPN No.3 Tahun 2007, dijelaskan bahwa pemegang hak atas tanah yang berhak atas ganti rugi adalah pemegang hak atas tanah yang dibuktikan dengan sertifikat atau dokumen asli kepemilikan dan penguasaan tanah, serta akta-akta perbuatan hukum lainnya yang berkaitan dengan tanah.

Namun, Hilman bersama-sama Maruhum Gultom malah menyerahkan ganti rugi sebesar 40 persen kepada para penggarap atau PTH. Pembayaran ganti rugi tersebut menguntungkan para penggarap atau PTH yang menduduki tanah milik Perum Perumnas dan tidak sesuai Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No.1138 Tahun 2009.

“Atas perbuatan Hilman bersama-sama Maruhum yang membayarkan ganti rugi kepada para penggarap atau PTH yang terkena proyek BKT, Hilman didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1), subsidair Pasal 3 UU jo Pasal 18 ayat (1) UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” kata Bobby di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (11/3).

Bobby menguraikan peristiwa ini bermula ketika Gubernur Provinsi DKI Jakarta menerbitkan Surat Keputusan mengenai penguasaan perancanaan/peruntukan pelaksanaan pembangunan trace BKT dan fasilitasnya dimulai dari Kelurahan Cipinang Muara, Jakarta Timur sampai Kelurahan Marunda, Jakarta Utara.

Dari sebagian tanah yang akan dibebaskan untuk pembangunan BKT terdapat tanah milik Perum Perumnas Cabang Jakarta di Kelurahan Pondok Kopi, Malaka Sari, dan Malaka Jaya, Duren Sawit, Jakarta Timur. Ada tanah yang sudah bersertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL) seluas 18.807 meter persegi dan belum bersertifikat seluas 24.077,50 meter persegi.

Setelah BPN menginventarisasi 33 peta bidang tanah seluas 18.807 meter persegi tersebut, terdapat para penggarap atau PTH yang menduduki lahan/tanah Perum Perumnas yang terkena proyek BKT di Kelurahan Pondok Kopi. Mereka mendirikan bangunan permanen, semi permanen, atau menanam tanaman di atas tanah Perum Perumnas.

Menurut Bobby, para penggarap atau PTH hanya memiliki surat-surat berupa girik, akta jual beli (AJB), surat pemberitahuan pajak terhutang pajak bumi dan bangunan sebagai bukti kepemilikan. Selanjutnya, Panitia Pengadaan Tanah (P2T) menggelar rapat dengan Perum Perumnas dan para penggarap atau PTH.

Disepakatilah pemberian ganti rugi tanah kepada Perum Perumnas, setelah ada hasil musyawarah dengan para penggarap atau PTH di atas lahan Perum Perumnas yang terkena proyek BKT. Apabila tidak diperoleh kesepakatan dengan penggarap atau PTH, uang ganti rugi dititipkan ke kantor PN Jakarta Timur sebagai konsinyasi.

Kemudian, Direktur Utama Perum Perumnas mengeluarkan Surat Keputusan mengenai biaya ganti rugi kepada para penggarap atau PTH. Untuk penggarap atau PTH di atas tanah HPL murni mendapat ganti rugi Rp3,5 juta, sementara untuk yang bersumber dari AJB atau girik sebesar 25 persen, serta HGB dan Hak Milik 40 persen.

“Hilman selaku Manager Cabang Jakarta Perum Perumnas memutuskan memberikan biaya kerokhiman dan ganti rugi akan dibayarkan kepada penggarap atau PTH maksimum 40 persen dari penerimaan bersih Perum Perumnas. Para penggarap atau PTH wajib melengkapi dokumen penguasaan tanah, seperti girik dan AJB,” ujar Bobby.

Setelah verifikasi, Hilman mengeluarkan surat permohonan pembayaran ganti rugi tanah HPL Perum Perumnas. Hilman atas nama Perum Perumnas mendapatkan ganti rugi dari P2T sebesar Rp7,779 miliar. Dari penerimaan bersih Perum Perumnas, Rp2,956 miliar dibayarkan kepada para penggarap atau PTH.

Bobby melanjutkan, Hilman memberikan kompensasi pembayaran ganti rugi kepada para penggarap atau PTH yang tidak berhak untuk menerima. Pasalnya, para penggarap atau PTH tersebut tidak menguasai atau mempunyai lahan dan tidak memenuhi persyaratan untuk menerima ganti rugi, seperti Heru Sumbodo.

Ada pula para penggarap atau PTH yang hanya menjadikan SPPT PPB sebagai bukti kepemilikan tanah Perum Perumnas di Kelurahan Pondok Kopi, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur. Atas pembayaran ganti rugi kepada para penggarap atau PTH, menurut Bobby, Hilman telah memperkaya sejumlah pihak.

Menanggapi dakwaan penuntut umum, Hilman dan pengacaranya tidak akan mengajukan nota keberatan atau eksepsi. Ketua majelis hakim Purwono Edi Santoso menutup sidang dan akan menggelar sidang selanjutnya pada Selasa, 18 Maret 2014. Purwono mengagendakan sidang berikutnya untuk pemeriksaan saksi.
Tags: