PKB Gugat Sistem Pemilu ke MK
Berita

PKB Gugat Sistem Pemilu ke MK

Pemohon minta MK membatalkan Pasal 5 dan Pasal 215 UU Pemilu Legislatif.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
PKB Gugat Sistem Pemilu ke MK
Hukumonline
Sistem proporsional dengan perolehan suara terbanyak bisa berdampak pertarungan antar calon anggota legislatif (caleg) semakin sengit yang berujung memecah belah persatuan bangsa. Atas dasar itu, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengajukan uji materi Pasal 5 dan Pasal 215 UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD yang mengatur sistem pemilu. 

“Sistem pemilu itu bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 yang menyebut peserta pemilu adalah parpol. Tetapi, fakta saat ini peserta pemilu adalah perorangan (caleg), justru parpol tersingkirkan,” ujar Ketua DPP Bidang Hukum dan HAM PKB, Anwar Rachman usai mendaftarkan pengujian UU Pemilu Legislatif itu di Gedung MK, Jum’at (14/3).    

Pasal 5 menyebutkan Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka. Sedangkan Pasal 215 menyebutkan penetapan calon terpilih anggota legislatif didasarkan perolehan kursi parpol peserta pemilu di suatu daerah pemilihan dengan ketentuan calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan suara terbanyak.

Anwar menilai sistem pemilu yang ada saat ini mengancam kehidupan demokrasi di masa mendatang. Sebab, parpol dianggap tidak mampu pengkaderan terhadap anggotanya. Padahal, dalam UU Partai Politik diwajibkan melakukan pengkaderan caleg-caleg atau calon pemimpin politik di lembaga negara. Sebab, parpol “kalah” oleh caleg-caleh pemilik modal, populer, dan berkantong tebal.

Sebagai ilustrasi, dalam satu kabupaten/kota ada 5 dapil yang setiap dapil 12 parpol. Setiap parpol mengusung 10 caleg, sehingga satu wilayah kabupaten/kota ada sekitar 600 caleg yang bertarung, belum termasuk calon anggota DPRD provinsi, DPR, dan DPD. Sebab, sistem pemilu saat ini berisi pertarungan antarparpol, antarcaleg berbagai parpol, antar caleg satu parpol.    

“Banyaknya caleg dengan terbatasnya kursi yang diperebutkan, pertarungan para caleg baik antarparpol atau satu parpol semakin sengit yang bisa menyulut pertengkaran dan potensial merusak persatuan dan kesatuan bangsa.”    

Akibatnya, membuat masyarakat bingung dengan memilih golput dan berpikir pragmatis dengan cara memilih caleg yang memberi uang banyak. Sementara caleg yang berkualitas, tetapi tidak berduit tidak dipilih. “Siapapun yang datang ke rumah, asal kasih duit banyak itu yang dipilih. Ini kan berbahaya dan menjadi benih-benih korupsi. Makanya, permohonan ini salah satu cara memberantas politik uang,” klaimnya.

Menurutnya, pasal-pasal itu bertentangan dengan Pancasila sila pertama dan ketiga karena melanggar norma agama dan membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa. “Kita minta MK membatalkan pasal-pasal itu, sehingga akibat sistem pemilu itu menjadi kewenangan parpol untuk menentukan caleg-calegnya. Seperti Pemilu 1999 yang partisipasi pemilih sangat tinggi dan pemilu bersih, tidak ada politik uang,” harapnya.
Tags: