Akil dan Hambit ‘Berseteru’ di Persidangan
Utama

Akil dan Hambit ‘Berseteru’ di Persidangan

Beda versi mengenai pertemuan di rumah Akil.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Bupati Gunung Mas Hambit Bintih bersaksi dalam perkara korupsi Akil di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (17/3). Foto: NOV
Bupati Gunung Mas Hambit Bintih bersaksi dalam perkara korupsi Akil di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (17/3). Foto: NOV
Persidangan perkara korupsi M Akil Mochtar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (17/3) memanas ketika Bupati Gunung Mas Hambit Bintih dihadirkan sebagai saksi. Suasana memanas ketika Akil mulai mengajukan sejumlah pertanyaan kepada Hambit. Ada perbedaan persepsi di antara Hambit dan Akil yang membuat keduanya “berseteru”.

Awalnya, Akil menanyakan kapan Hambit bertemu Chairun Nisa. Hambit menjawab dirinya bertemu Nisa pada 19 September 2013 di Hotel Sahid. Dalam pertemuan itu, Nisa belum menunjukan pesan singkat (SMS) dari Akil. Padahal, menurut Akil, Nisa pertama kali mengirim SMS kepadanya pada 12 September 2013.

Hambit mengatakan soal SMS Nisa dan Akil bukan urusannya. Ia baru bertemu kembali dengan Nisa tanggal 26 September 2013 di Hotel Borobudur. Sejak 19-26 Oktober tidak ada komunikasi antara Hambit dan Nisa. Namun, sehari sebelum pertemuan tersebut, Hambit menghadiri sidang perdana sengketa Pilkada Gunung Mas di MK.

Akil menanyakan, mengapa Nisa harus mengirimkannya SMS jika sebelum tanggal 19 Oktober 2013 belum ada permintaan bantuan dari Hambit. Bupati Gunung Mas ini langsung menjawab tidak tahu karena SMS itu antara Akil dan Nisa. Hambit baru meminta bantuan untuk bertemu Akil saat pertemuan di Hotel Sahid.

“Saya nggak tahu. Dia (Nisa) kan yang SMS bapak,” kata Hambit.

“Tidak mungkin,” Akil menimpali.

“Jangan tanya saya,” ujar Hambit.

Kemudian, Akil kembali menanyakan apa Hambit meminta tolong Nisa untuk bertemu dirinya. Hambit membenarkan Nisa menawarkan untuk bertemu Akil. Merasa khawatir kemenangannya di Pilkada Gunung Mas dianulir dengan adanya permohonan sengketa Pilkada Gunung Mas di MK, Hambit langsung menerima tawaran Nisa.

Hambit menjelaskan permintaan bantuan itu hanya untuk berjaga-jaga jika MK mengabulkan permohonan Jaya Samaya Monong, pemohon sengketa Pilkada Gunung Mas. Hambit tidak mau berakhir seperti rekan sesama kader PDIP yang tidak jadi menjabat Bupati Kotawaringin Barat dan Kapuas karena MK membatalkan penetapan KPU.

Namun, Akil merasa heran mengapa Hambit meminta bantuan kepada dua pihak. Hambit juga meminta bantuan Ketua Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) Provinsi Kalimantan Tengah, Dodi Sitanggang. Hambit pertama kali mendatangani rumah dinas Akil bersama Dodi pada 19 September 2013. Saat itu, Akil tidak mau menerima Hambit.

Atas penolakan tersebut, Akil mendengar dari Dodi, Hambit marah-marah karena tidak diperkenankan bertemu Akil. Hambit menampik tudingan Akil. “Saya nggak ada marah. Justru Dodi yang bilang kecewa banget Babe (Akil) nggak terima kita. Saya bilang, ya udahlah Dodi, nggak usah dipaksa. Kita pulang saja,” tuturnya.

Pada 20 September 2013, Hambit bersama-sama Dodi dan sejumlah rekannya sesama pemanjat tebing kembali mendatangi rumah Akil. Kali ini, Hambit mengenakan kaos dan sepatu kets. Hambit menunggu di luar, sedangkan Dodi masuk ke rumah Akil. Hambit melihat Dodi begitu leluasa berkeliaran di rumah Akil.

Setelah menunggu sekitar sepuluh menit, Dodi mengajak Hambit bertemu Akil. Dodi memperkenalkan Hambit sebagai Bupati Gunung Mas. Hambit merupakan calon incumbent dalam Pilkada Gunung Mas tahun 2013. Akil menyatakan tidak seharusnya bertemu Hambit. Lalu, Akil menyampaikan sidang incumbent selalu berat.

Mendengar pernyataan Akil, Hambit membantah. Menurut Hambit, Akil tidak mengatakan, sidang incumbent selalu berat, melainkan “berat ya kasusnya”. Selain itu, Akil juga mengeluarkan pernyataan yang menjustifikasi incumbent biasa melakukan kecurangan untuk memenangkan Pilkada. Terjadilah adu mulut antara keduanya di ruang sidang.

“Makanya, saya bilang, bagaimana tahu berat, dibaca saja belum,” kata Hambit.

“Bagaimana saudara tahu saya sudah baca atau belum,” tanya Akil.

“Kan bapak bilang, berkas baru di atas meja,” jawab Hambit.

Ketua majelis Suwidya langsung menengahi suasana yang mulai memanas antara Akil dan Hambit. Suwidya meminta, untuk menjaga kelancaran persidangan, Akil dan Hambit diminta tidak saling memotong. Keduanya juga diminta memikirkan matang-matang terlebih dahulu sebelum melontarkan pertanyaan dan jawaban.

“Saya tidak ada masalah. Saya apa adanya. Persoalannya nggak ada saksi pada waktu itu. Hanya kami berdua (Hambit dan Akil). Silakan yang mulia, para jaksa, dan penasihat hukum menilai,” tutur Hambit.

Selanjutnya, Akil menanyakan, apa benar Hambit pernah menyampaikan bahwa pertanyaan Akil pada saat pertemuan itu membuat Hambit takut. Akil menganggap keterangan Hambit tidak masuk akal. Namun, Hambit mengakui memang merasa takut. “Kalau sudah Ketua MK, RI 9, bilang berat. Siapa yang tidak takut dalam perkara,” terangnya.

“Itu persepsi saudara. Kalau saudara mau katakan lain, silakan saja,” kata Akil.

Hambit mengungkapkan, saat pertemuan dengan Akil tidak ada pembicaraan tentang uang. Hambit baru membicarakan uang bersama Nisa saat pertemuan di Hotel Borobudur. Ketika itu, Nisa sempat menunjukan SMS Akil yang meminta Rp3 miliar. Hambit sempat menawar Rp500 juta, tapi Akil tidak mau mengurangi jumlah uang.

Pembahasan mengenai uang, menurut Hambit, dilakukan setelah Akil mengarahkan agar Hambit melanjutkan urusan dengan Nisa. Pasalnya, saat pertemuan di rumah Akil, mantan Ketua MK ini meminta Hambit mengurus urusan selanjutnya dengan Nisa. Namun, Akil membantah karena merasa tidak pernah mengatakan hal tersebut.

Akil menyebut pernyataan itu justru ke luar dari mulut Hambit. “Saya hanya bilang nanti kita lihat perkara Saudara. Saksi bukti yang dipersiapkan. Pada saat itu, saudara katakan, urus melalui Ibu (Nisa), tidak melalui Dodi,” ujarnya. Setelah mendengar pernyataan Akil, perdebatan kembali pecah antara Akil dan Hambit.

“Saya pamit pulang. Terus bagaimana urusannya itu? Bapak bilang urus sama Ibu,” tutur Hambit.

“Anda yang bilang urusan tadi sama Ibu,” terang Akil.

“Ya terserah bapak,” jawab Hambit.

“Saudara berbohong, tapi Tuhan kan tahu. Saudara beriman kan?” sergah Akil lagi.

“Sama-sama kita,” ujar Hambit.

“Apalagi budaya (Dayak). Nanti saudara disumpah secara adat,” tutur Akil

“Malah Bapak (Akil) menghina dayak,” kata Hambit.

Lagi-lagi Suwidya menengahi perdebatan antara keduanya. Suwidya meminta Akil dan Hambit menjaga kelancaran sidang.

Akil kembali melanjutkan pertanyannya kepada Hambit. Akil merasa penasaran, mengapa jika Hambit sudah meminta bantuan Nisa, Hambit juga meminta bantuan Dodi. Hambit menjelaskan, ketika itu, dirinya masih ragu dengan Dodi dan Nisa. Ia memilih meminta bantuan keduanya untuk melakukan check and balance.

Hambit mengaku memberikan uang jalan kepada Dodi dan sejumlah rekannya. “Saya kasih uang ke mereka bertiga saat ngobrol-ngobrol. Dodi juga minta. Selaku manusia biasa saya kasih lah. Sekali Rp10 juta, lalu mereka mau pulang, saya kasih Rp20 juta lagi, karena ada yang ke Aceh, Kalimantan Barat”, katanya.

Akhirnya, Hambit tidak jadi menggunakan bantuan Dodi. Hambit mengurus perkara melalui Nisa. Entah bagaimana, Dodi bisa mengetahui jika Hambit mau memberikan Rp3 miliar kepada Akil. Pada 2 Oktober 2013, saat berada di Palangkaraya, Dodi mendatangi Hambit sambil marah-marah dan menagih uang Rp3 miliar untuk Akil.

Hambit merasa tidak pernah memberi tahu mengenai rencana pemberian uang Rp3 miliar. Ia tidak mengetahui, dari mana Dodi bisa mengetahui jumlah pemberian secara tepat. Hambit menduga ada yang membocorkan. “Saya jadi bingung. Saya bilang, nanti malam lah dibahas. Malamnya saya ditangkap KPK,” tandasnya.

Sekadar mengingatkan, Hambit dan Nisa merupakan terdakwa dalam perkara suap penanganan sengketa Pilkada Gunung Mas di MK. Hambit bersama keponakannya, Cornelis Nalau Antun, dan Nisa disidang terlebih dahulu sebelum Akil. Saat ini, Hambit, Cornelis, dan Nisa sedang menunggu putusan yang rencananya akan dibacakan Kamis, 27 Maret 2014.
Tags:

Berita Terkait