Kapolri Ancam Pidanakan Pelaku Politik Uang
Berita

Kapolri Ancam Pidanakan Pelaku Politik Uang

Bawaslu masih mengkaji hasil temuan terjadinya praktik politik uang untuk kemudian diumumkan ke publik.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Kapolri Sutarman. Foto: SGP
Kapolri Sutarman. Foto: SGP
Memasuki kampanye Pemilihan Legislatif secara terbuka Kapolri menduga ada permainan politik uang. Pelaku pemain politik uang pun terancam dipidana jika terbukti melakukan perbuatan demikian. Demikian disampaikan Kapolri Jenderal Sutarman di Gedung Mabes Polri, Selasa (18/3).

“Akan dipidana kalau diketemukan,” ujar Sutarman.

Sutarman mengatakan, untuk membuktikan terjadinya praktik politik uang tidaklah mudah. Pasalnya, ia telah turun ke berbagai desa untuk mengetahui kemungkinan tindak pidana tersebut. Sayangnya, kata Sutarman, tidak diketahui pihak yang membagikan uang tersebut.

"Tapi di sini memang harus dibuktikan semua, karena yang memberikan dan diberikan sama-sama salah," ujarnya.

Polri, kata jenderal polisi bintang tiga itu mengupayakan agar masyarakat tidak terpengaruh dengan praktik politik uang. Termasuk masyarakat menghindari aksi kekerasan dan upaya ilegal lainnya. Dengan begitu, Polri dapat melakukan pengawalan terhadap seluruh tahapan Pemilu, sehingga rakyat dapat melaksanakan Pemilu dengan lancar.

"Sehingga pilihannya bisa tepat dan benar-benar  memiliki integritas serta kompetensi di DPRD DPD DPR serta Presiden," katanya.

Sutarman mengakui upaya penelusuran bermula saat isu praktik politik uang merebak. Meski belum menemukan bukti, ia mengimbau masyarakat agar tidak menerima praktik politik uang. Dia juga berjanji akan mendalami dugaan praktik politik uang di masa Pemilu. Bila ditemukan kecurangan praktik politik uang, laporan masyarakat akan diteruskan ke Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu).

Setelah itu, lanjutnya, dilakukan sidang awal yang terdiri dari penyidik Polri, jaksa penuntut umum, dan perwakilan Bawaslu di tingkat kabupaten kota maupun provinsi dan pusat. "Setelah ditetapkan dan ada buktinya Bawaslu akan melaporkan ke Polri kalau ada tindak pidana. Kalau itu pelanggaran administrasi mereka dilaporkan ke KPU, kalau pelanggaran etika laporannya ke DKPP," tandas mantan Kabareskrim era Kapolri Jenderal Timur Pradopo.

Berbeda dengan Polri, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) justru telah menemukan dugaan praktik politik uang yang dilakukan peserta Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD selama dua hari pertama pelaksanaan kampanye rapat umum terbuka.

"Kami menemukan juga adanya politik uang, selain pelibatan anak-anak secara berjamaah pada pelaksanaan kampanye parpol," ujar Ketua Bawaslu Muhammad saat jumpa wartawan terkait Peraturan Komisi Informasi tentang Standar Layanan dan Prosedur Penyelesaian Sengketa di Jakarta.

Sejauh ini tim Bawaslu masih terus melakukan kajian terhadap dugaan tersebut. Makanya Bawaslu belum dapat mengumumkan kepada publik, terkait Parpol yang melakukan praktik politik uang. “Kami belum bisa mempublikasikan dimana dan partai apa saja karena hasil pengawasan itu sedang dikaji oleh tim hukum Bawaslu,” ujarnya.

Sebelumnya, Anggota Bawaslu Daniel Zuchron memperingatkan kepada seluruh parpol peserta Pemilu untuk tidak membagikan uang atau barang lain kepada masyarakat selama kampanye.Jika kegiatan bagi-bagi uang tersebut terbukti dilakukan oleh peserta kampanye, maka konsekuensi terberat adalah parpol atau caleg bersangkutan dapat didiskualifikasi sebagai peserta Pemilu.

“Ada tiga hal yang menyebabkan keikutsertaan Pemilu dibatalkan, yaitu politik uang dan barang, pemalsuan dokumen, dan tidak menyerahkan laporan dana kampanye kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU),” kata Daniel.

Dalam UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD diatur pada pasal 86 huruf j bahwa pelaksana, peserta dan petugas kampanye dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye untuk memilih atau tidak memilih parpol atau caleg tertentu.

Peraturan KPU No. 15 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye juga memperkuat peraturan UU tersebut dengan melarang pemberian uang dan barang sebagai iming-iming untuk menarik suara masyarakat selama berkampanye. Sanksi pidana yang mengancam perbuatan politik uang tersebut adalah kurungan penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp24 juta.
Tags:

Berita Terkait