Bisa Lulus Tanpa Skripsi di FH UPH
Rechtschool

Bisa Lulus Tanpa Skripsi di FH UPH

Melalui program magang di LKBH FH UPH untuk menangani kasus tertentu dan akhirnya diuji oleh dosen.

Oleh:
FAT/M17
Bacaan 2 Menit
Ketua LKBH FH UPH Jamin Ginting. Foto: RES
Ketua LKBH FH UPH Jamin Ginting. Foto: RES
Biasanya, salah satu syarat untuk menjadi sarjana hukum (SH) bagi seorang mahasiswa adalah harus membuat skripsi. Namun, ada cara lain yang ditawarkan Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan (FH UPH) kepada mahasiswanya dalam memperoleh gelar SH, tanpa harus membuat skripsi.

Kampus yang terletak di Kota Tangerang, Banten, itu menawarkan program magang bagi mahasiswa tingkat akhir sebagai pengganti ujian skripsi.

Program magang tersebut hanya terdapat di Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH), yang merupakan unit kerja yang secara organisatoris berada di dalam FH UPH dan bertanggung jawab langsung ke dekan. Secara garis besar, program magang ini hampir mirip dengan membuat skripsi, namun lebih mengedepankan praktik.

Menurut Ketua LKBH FH UPH Jamin Ginting, bagi mahasiswa yang ingin mengikuti program magang ini, mahasiswa tersebut harus terlebih dahulu menyampaikan keinginannya tersebut kepada dekan. Setelah dekan menyetujui, baru mahasiswa tersebut boleh magang di LKBH.

Selaku Ketua LKBH, Jamin memiliki kewenangan untuk menugaskan mahasiswa magang mengikuti kasus yang tengah ditangani LKBH. Biasanya, mahasiswa magang harus mengikuti persidangan hingga akhir pembacaan putusan. Rata-rata, penanganan kasus dari awal hingga persidangan selesai dalam jangka waktu enam bulan.

“Jadi mereka tidak ambil skripsi, tapi magang di LKBH. Setelah itu mereka bikin laporan hasil yang persidangan yang diikuti dan diuji oleh dosen, seperti sidang tugas akhir,” tutur Jamin saat berbincang dengan hukumonline, pekan lalu.

Jamin mengatakan, tak semua mahasiswa magang pengganti skripsi ikut dari awal kasus hingga persidangan berakhir. Ada juga mahasiswa yang baru magang ketika kasus sudah berjalan. Jika hal ini terjadi, pembuatan laporan tetap wajib dilakukan. Hanya saja, laporan yang dibuat bisa dilihat dari cara pandang mahasiswa tersebut.

Meski ada cara ini, Jamin mengatakan, belum banyak mahasiswa yang ingin lulus melalui program magang di LKBH. Menurutnya, cara konvensional yakni dengan membuat skripsi masih menjadi favorit di kalangan mahasiswa FH UPH. “Magang itu kan perlu keinginan yang kuat untuk litigasi. Tidak semua orang kuat di litigasi, hanya orang-orang tertentu saja,” katanya.

Selain magang pengganti skripsi, LKBH FH UPH juga membuka magang bagi mahasiswa yang ingin mengisi kekosongan waktu dari semester ganji ke semester genap, atau sebaliknya. Menurut Jamin, selama setahun sekitar 20 perkara litigasi yang masuk ke LKBH. Perkara tersebut biasanya lanjut ke peradilan. Dari jumlah itu, ada perkara pidana dan ada pula perkara perdata. Namun, mayoritas perkara yang masuk lebih banyak yang perdata, seperti wanprestasi hingga perkara hubungan industrial.

Salah satu keunikan penanganan perkara, LKBH tidak menangani kasus perceraian, khususnya untuk pihak penggugat. Namun, jika klien LKBH adalah pihak tergugat masih bisa ditangani. Jamin mengatakan, alasan tidak ditanganinya perkara perceraian lantaran LKBH tidak menghendaki perceraian terjadi.

Perkara lain yang menjadi buku hitam bagi LKBH dalam menangani adalah perkara narkoba, khususnya bagi pengedar dan narkoba. Kecuali, lanjut Jamin, tersangka atau terdakwa narkobanya adalah anak-anak, LKBH masih akan menanganinya. Alasannya karena anak-anak biasanya merupakan korban dari kejahatan tersebut.

Jamin sadar, secara akreditasi, LKBH FH UPH masih jauh dari kata sempurna yakni terakreditasi C. Salah satunya lantaran sedikitnya advokat yang beracara di LKBH. Hingga kini, hanya ada tiga advokat yang memiliki izin untuk beracara. Seluruh advokat tersebut juga berprofesi sebagai dosen di FH UPH.

Meski begitu, LKBH memiliki impian menjadi salah satu lembaga bantuan hukum yang besar. Mimpi ini bisa diraih dengan cara memperbanyak jumlah advokat. Salah satu yang ada di benak Jamin adalah advokat yang berasal dari mahasiswa FH UPH sendiri. Namun, ia sadar, hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi LKBH. Karena biasanya, advokat yang mau mengabdikan ke perkara probono adalah datang dengan keinginan yang kuat. “Ada sebagian (mahasiswa, red) yang lebih cocok ke situ, passionnya,” tutupnya.

Sebagai informasi, pembentukan LKBH FH UPH berdasarkan Surat Keputusan Rektor Nomor 009/SKR/HRD/UPH/I/2006 tanggal 30 Januari 2006. LKBH FH UPH sendiri didirikan pada tanggal 6 Februari 2007. UPH yakin keberadaan LKBH dapat menjadi wadah pengembangan bagi dosen dan mahasiswa dalam dunia praktisi hukum.
Tags:

Berita Terkait