Safe Port and Safe Berth Warranties Dalam Perjanjian Sewa Kapal
Kolom

Safe Port and Safe Berth Warranties Dalam Perjanjian Sewa Kapal

Walaupun ada klausula “safe port and safe berth warranties”, namun perlu diingat bahwa ada banyak faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan pelanggaran atasnya.

Bacaan 2 Menit
Foto: Koleksi Pribadi
Foto: Koleksi Pribadi
Memastikan keamanan atas kapal yang disewakan sangatlah penting bagi pemberi sewa, apapun jenis penyewaan atas kapal mereka (antara lain, Time/Affreightment/Voyage charter). Salah satu cara bagi pemberi sewa untuk memastikan keamanan kapal tersebut adalah dengan memasukkan klausula “safe port and safe berth warranties” (terjemahan bebas: pelabuhan yang aman dan tempat bersandar/berlabuh yang aman) dalam perjanjian sewa kapal (charterparty) antara pemberi sewa dengan penyewa (charterer).

Sampai saat ini tidak ada definisi baku atas “pelabuhan yang aman”. Namun seorang hakim dalam kasus “the Eastern City-1958” memberikan pengertian atas apa yang dimaksud dengan pelabuhan yang aman yang paling sering dijadikan rujukan dalam kasus-kasus pelanggaran klausula “safe port and safe berth warranties”, sebagai berikut:

if it were said that a port will not be safe unless, in the relevant period of time, the particular ship can reach it, use it and return from it without, in the absence of some abnormal occurrence, being exposed to danger which cannot be avoided by good navigation and seamanship, …”, apabila diterjemahkan secara bebas berarti “sebuah pelabuhan tidak dapat dikatakan sebagai pelabuhan yang tidak aman kecuali, jika pada suatu waktu, sebuah kapal tertentu dapat tiba, bersandar dan meninggalkannya secara normal, tanpa terancam bahaya yang tidak dapat dihindari dengan navigasi dan keahlian pelaut yang baik...”.

Dalam penyewaan kapal penyewa bebas memilih kemana akan dioperasikan kapal yang disewa, tetapi dengan adanya klausula tersebut, penyewa bertanggung jawab untuk memastikan bahwa kapal tersebut dioperasikan ke pelabuhan yang aman dan diberikan tempat bersandar/berlabuh yang aman. Jika ternyata kapal tersebut dioperasikan ke pelabuhan dan/atau bersandar/berlabuh ke tempat yang tidak aman dan karenanya kapal tersebut rusak/kandas/tenggelam sehingga pemberi sewa menanggung Kerugian atasnya, maka penyewa melakukan pelanggaran atas perjanjian sewa kapal dan bertanggungjawab atas segala Kerugian akibat pelanggaran tersebut (“kerugian”)

Dalam praktik, bilamana terjadi Kerugian terhadap kapal di dalam pelabuhan atau tempat bersandar/berlabuhnya, klausula “safe port and safe berth warranties” seringkali serta-merta digunakan oleh pemberi sewa atau pihak asuransi untuk meminta ganti rugi kepada penyewa. Namun, seringkali klausula tersebut salah diterapkan. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan klausula “safe port and safe berth warranties”, antara lain:

1.     Tanggung jawab Penyewa atas penunjukkan Pelabuhan yang Aman.

Dalam penyewaan kapal, penyewa kapal yang mengoperasikan kapal tersebut tentu berhak menentukan pelabuhan bongkar dan muat yang akan dituju oleh kapal (dengan batasan tertentu yang salah satunya safe port and safe berth). Terlepas pelabuhan tujuan tersebut dicantumkan secara tegas atau tidak di dalam perjanjian sewa, penyewa harus secara hati-hati dan teliti memastikan bahwa pelabuhan tujuan tersebut merupakan pelabuhan yang aman.

Berdasarkan hal tersebut, perlu diingat bahwa tanggung jawab penyewa terkait klausul tersebut hanya terbatas pada Kerugian yang timbul atas ketidakhati-hatian atau ketidaktelitian penyewa dalam menentukan pelabuhan yang aman sebagai tujuan kapal tersebut. Apabila dapat dibuktikan bahwa pelabuhan yang dipilih penyewa adalah pelabuhan yang aman yang telah dipilih secara hati-hati dan teliti (in due diligence), namun Kerugian/kecelakaan kapal tetap terjadi saat berada didalam pelabuhan terkait keadaan geografis/kondisi fisik dan sarana navigasi pelabuhan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa penyewa tidak bertanggung jawab atas Kerugian tersebut dan tidak melanggar klausul safe port and safe berth warranties.

2.     Keahlian Pelaut yang Baik (Good seamanship skill)

Dalam pelabuhan, kerugian kadang kala juga disebabkan karena kesalahan atau kelalaian kapten/kru kapal dalam mengoperasikan kapal, antara lain, kurangnya pengalaman atau pengetahuan sang kapten atas suatu wilayah pelabuhan atau minimnya dukungan dan sarana yang disediakan untuk memasuki suatu pelabuhan tertentu atau keterbatasan/kendala terkait kemampuan olah gerak kapal tersebut, dll. Namun seringkali seorang kapten tetap memasuki pelabuhan dalam kondisi tersebut karena satu dan lain hal termasuk atas permintaan penyewa walaupun menurut pengalamannya hal tersebut dapat membahayakan kapal.

Dalam pembahasan ini perlu dipahami bahwa Kapten/Nakhoda merupakan posisi tertinggi di kapal dan bertugas antara lain untuk memastikan keamanan dan keselamatan awaknya, kapal, lingkungan maritim dan pihak ketiga lainnya. Dengan demikian, dalam hal terdapat kondisi atau suatu perintah atau permintaan dari pihak manapun yang menurut pendapat kapten dapat membahayakan kapal, maka kapten tersebut berhak (bahkan dapat dikatakan wajib) untuk menolak perintah atau permintaan tersebut.

3.     Pengaruh Faktor Politik/Keamanan dan Cuaca terhadap Pelabuhan

Dalam definisi safe port pada kasus “the Eastern City-1958”, penentuan suatu pelabuhan aman atau tidak lebih ditentukan oleh keadaan geografis/kondisi fisik dan sarana navigasi pada sebuah pelabuhan. Kedua faktor tersebut merupakan faktor yang paling pasti dan relevan dalam menentukan sebuah pelabuhan aman atau tidak.

Namun dalam praktiknya harus pula dipertimbangkan faktor politik dan keamanan di Negara tempat pelabuhan berada serta faktor cuaca di daerah tersebut. Sebagai contoh, suatu pelabuhan yang aman, namun apabila ada kondisi cuaca yang buruk atau terjadinya huru-hara di tempat pelabuhan berada yang dapat membahayakan kapal, maka pelabuhan tersebut pada saat hal-hal tersebut berlangsung menjadi pelabuhan yang tidak aman pula.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, penerapan klausula “safe port and safe berth warranties” perlu dilakukan secara hati-hati dan seksama. Walaupun dalam suatu perjanjian sewa kapal terdapat klausula “safe port and safe berth warranties”. Namun perlu diingat bahwa ada banyak faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan pelanggaran atasnya, sehingga dalam beberapa kasus, penyewa tidak dapat dianggap bertanggungjawab atas kerugian kapal yang terjadi di dalam pelabuhan dengan serta-merta mendalilkan pelanggaran atas klausul safe port and safe berth warranties. Sebuah pelabuhan tidak menjadi serta merta tidak aman (unsafe) hanya karena ada lampu buoy yang tidak menyala, tidak juga serta merta tidak aman karena sebuah kapal mengalami kecelakaan/Kerugian saat berada di dalamnya, ada banyak faktor sebelum dapat dikatakan sebuah pelabuhan tidak aman dan lebih banyak lagi faktor yang dapat mengakibatkan kerugian terhadap kapal.

* Penulis adalah seorang Kapten yang telah berpengalaman dalam dunia maritim antara lain sebagai Nakhoda, Surveyor dan Konsultan Maritim selama 11 tahun di sejumlah maskapai pelayaran terbesar di dunia. Penulis penah bekerja sebagai konsultan hukum maritim di kantor hukum Assegaf Hamzah and Partners dan saat ini tercatat sebagai Mediator bersertifikat pada Pusat Mediasi Nasional untuk sengketa Maritim/Shipping
Tags:

Berita Terkait