MK Kukuhkan Pancasila Sebagai Dasar Negara
Berita

MK Kukuhkan Pancasila Sebagai Dasar Negara

Istilah pilar kebangsaan dihapus.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
MK Kukuhkan Pancasila Sebagai Dasar Negara
Hukumonline
Akhirnya, MK mengabulkan sebagian pengujian Pasal 34 ayat (3) huruf b UU No. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (UU Parpol) yang menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilar kebangsaan. Dalam putusannya, MK menghapus frasa “empat pilar kebangsaan dan bernegara” dalam pasal itu, sehingga Pancasila, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika, dan UUD 1945 bukan lagi dianggap sebagai pilar kebangsaan.

“Frasa ‘empat pilar kebangsaan dan bernegara’ dalam Pasal 34 ayat (3b) UU Parpol bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujar Ketua Majelis MK, Hamdan Zoelva saat membacakan putusan bernomor 100/PUU-XI/2013 di ruang pleno MK, Kamis (3/4).     

Pengujian Pasal 34 ayat (3b) UU Parpol ini diajukan sejumlah warga negara yang tergabung dalam Masyarakat Pengawal Pancasila Jogya, Solo, dan Semarang (MPP Joglosemar). Mereka keberatan masuknya Pancasila sebagai salah satu pilar kebangsaan. Pasal yang diuji, parpol wajib mensosialisasikan Empat Pilar Kebangsaan yaitu Pancasila, NKRI, Bhineka Tunggal Ika, dan UUD 1945.

Pasal itu dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum karena menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilar kebangsaan yang sejajar dengan ketiga pilar lainnya. Penempatan Pancasila sebagai pilar merupakan kesalahan fatal karena Pancasila telah disepakati para pendiri bangsa sebagai dasar negara (philosophie groundslaag) dalam Pembukaan UUD 1945.

Menurut dia, kata ”dasar” dan ”pilar” memiliki makna yang berbeda yang menimbulkan kebingungan dosen di perguruan tinggi saat menjelaskan kepada mahasiswanya. Karena itu, ”proyek” sosialisasi oleh MPR mengenai empat pilar yang salah satunya Pancasila harus dihentikan karena menyesatkan bangsa ini. Pasal itu diminta dinyatakan inkonstitusional atau sekurang-kurangnya kata “Pancasila” dalam pasal itu dicabut dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan mengikat.

Dalam pertimbangannya, Mahkamah berpendapat menempatkan keempat pilar yang berarti tiang penguat, dasar pokok atau induk itu dalam posisi sejajar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dari perspektif konstitusional tidaklah tepat. Sebab, keempat materi dalam pendidikan politik seluruhnya sudah tercakup dalam UUD 1945 yakni Pancasila meski pembukaan UUD 1945 tidak menyebut secara eksplisit.

“Merujuk isi yang terkandung Pembukaan UUD 1945 alinea keempat, Pancasila adalah sebagai dasar,” kata Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi.

Menurut Mahkamah mendudukkan Pancasila sebagai salah satu pilar selain mensederajatkan dengan pilar lain, juga akan menimbulkan kekacauan epistimologis, ontologis, dan aksiologis. Pancasila memiliki kedudukan tersendiri dalam kerangka berpikir bangsa. Selain sebagai dasar negara, ia juga sebagai dasar filosofi negara, norma fundamental negara, ideologi negara, cita hukum negara.

“Dengan begitu, menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilar telah mengaburkan posisinya dalam makna yang demikian,” lanjutanya.      

Pendidikan politik berbangsa dan bernegara bukan hanya terbatas pada keempat pilar itu, melainkan masih banyak aspek lain yang penting antara lain negara hukum, kedaulatan rakyat, wawasan nusantara, ketahanan nasional. Karenanya, lanjut Fadlil, partai politik juga harus melakukan pendidikan politik terhadap aspek-aspek itu.

Hakim konstitusi Arief Hidayat menyatakan concurring opinion (alasan berbeda), dan hakim Patrialis Akbar mengajukan dissenting opinion (pendapat berbeda). Arief mengatakan istilah empat pilar yang memasukkan Pancasila sebagai salah satu pilarnya tidak dapat dimaknai Pancasila memiliki kedudukan yang sama dengan pilar lainnya. Sebab, masing-masing pilar memiliki kedudukan beragam sesuai karakter dan fungsinya.

Namun, penyebutan pilar terhadap Pancasila bertentangan dengan alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Karenanya, frasa “empat pilar berbangsa dan bernegara” dalam Pasal 34 ayat (3b) UU Parpol bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai Pancasila merupakan dasar dan ideologi negara. “Empat pilar merupakan istilah dalam rangka sosialiasi,” kata Arief.

Sementara Patrialis intinya berpendapat apa yang dimohonkan para pemohon bukanlah persoalan konstitusionalitas norma suatu undang-undang, melainkan implementasi nilai praktik yang terjadi proses sosialisasi empat pilar kebangsaan. “Seharusnya permohonan ini tidak dapat diterima,” kata Patrialis.       

Usai persidangan, kuasa hukum TM Luthfi Yazid menyambut baik atas putusan ini. Dia mengatakan dengan putusan ini tidak ada lagi istilah pilar karena bertentangan dengan UUD 1945. “Dengan putusan ini, empat pilar kebangsaan sudah innalillahi dan Pancasila bukan lagi sebagai pilar, tetapi dipertegas sebagai dasar negara,” kata Lutfi.         

Pasca putusan ini, menurutnya sosialisasi empat pilar kebangsan sudah tidak diperlukan lagi, sehingga menghemat uang negara di tengah krisis multidimensi. “Setelah putusan ini, jika ada anggota DPR yang memakai anggaran negara untuk sosialisasi empat pilar, wassalam, anggota Dewan yang memakai anggaran untuk empat pilar bisa disebut korupsi,” katanya.
Tags:

Berita Terkait