DPR dan Pemerintah Wajib Buat UU Asuransi Usaha Bersama
Berita

DPR dan Pemerintah Wajib Buat UU Asuransi Usaha Bersama

Harus dibuat paling lambat 2,5 tahun terhitung sejak putusan MK.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
DPR dan Pemerintah Wajib Buat UU Asuransi Usaha Bersama
Hukumonline
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi Pasal 7 ayat (3) UU No. 2 Tahun 1992tentang Usaha Perasuransian yang diajukan beberapa pemegang polis asuransi. Dalam putusannnya, MK menyiratkan agar pembentuk Undang-Undang membuat Undang-Undang terkait usaha perasuransian yang berbentuk usaha bersama (mutual) paling lambat 2,5 tahun setelah putusan diucapkan.

“Pasal 7 ayat (3) UU Usaha Perasuransian bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai frasa diatur lebih lanjut dengan Undang-Undang dilakukan paling lambat dua tahun enam bulan setelah putusan Mahkamah ini diucapkan,” ujar Ketua MK, Hamdan Zoelva saat membacakan putusan bernomor 32/PUU-XI/2013 di ruang sidang MK, Kamis (04/4) kemarin.

Pasal 7 ayat (3) UU Usaha Perasuransian mengatur, “Ketentuan tentang usaha perasuransian yang berbentuk Usaha Bersama (mutual) diatur lebih lanjut dengan Undang-Undang.”

Uji materi ini diajukan oleh empat orang pemegang polis Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera (AJB) 1912, yaitu Jaka Irwanta, Siti Rohmah, Freddy Gurning, dan Yana Permadiana. Mereka merasa dirugikan karena UU Usaha Perasuransian yang berbentuk Usaha Bersama (mutual) hingga saat ini belum juga diterbitkan.

Hal ini menimbulkan diskriminasi kepada para pemohon sebagai pemegang polis pada Badan Hukum Usaha Bersama (mutual) karena badan usaha lain sudah memiliki Undang-Undang khusus. Misalnya UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dan UU No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian. Ketentuan dalam UU Usaha Perasuransian tersebut sangat merugikan pemegang polis karena pemegang polis dalam anggaran rumah tangga AJB Bumiputera termasuk sebagai pemilik badan usaha itu.

Mahkamah Konstitusi berpendapat dalam menjalankan usahanya setiap bentuk usaha perasuransian memerlukan peraturan dalam bentuk Undang-Undang. “Kesemuanya itu agar memperoleh perlindungan dan kepastian hukum dalam menjalankan usahanya,” kata Hakim Konstitusi Patrialis Akbar.

Menurut Mahkamah, usaha bersama (mutual) sangat berbeda dengan perusahaan perorangan. Perusahaan perorangan merupakan persekutuan modal yang melakukan kegiatan usaha berdasar akumulasi modal dengan tujuan mencari keuntungan. Sedangkan usaha bersama (mutual) merupakan persekutuan orang yaitu kebersamaan para anggotanya dengan tujuan menyejahterakan seluruh anggotanya.

“Karenanya, Undang-Undang yang mengatur mengenai bentuk usaha bersama yang hingga sekarang belum dibentuk dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan bagi penyelenggara asuransi yang berdasarkan usaha bersama,” tutur Patrialis.

Usai persidangan, kuasa hukum pemegang polis, M Aris Setiawan mengapresiasi putusan MK. Aris menjelaskan selama ini kondisi ketiadaan payung hukum usaha bersama menimbulkan ketidakpastian hukum bagi usaha kliennya. Kliennya kesulitan ketika akan mengikuti tender barang dan jasa.

“Kami apresiasi, dengan putusan ini posisi klien kami semakin diperkuat, karena MK perintahkan untuk membuat UU Asuransi Usaha Bersama demi keberlangsungan usaha klien kami,” katanya.
Tags:

Berita Terkait