KPK Turun Tangan, Pendapatan Sektor Tambang Meningkat
Utama

KPK Turun Tangan, Pendapatan Sektor Tambang Meningkat

Telah terkumpul Rp8 triliun dalam dua bulan.

Oleh:
KARTINI LARAS MAKMUR
Bacaan 2 Menit
Gendung Kementerian ESDM. Foto: SGP
Gendung Kementerian ESDM. Foto: SGP
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ikut turun tangan menata ulang izin usaha pertambangan (IUP) di 12 provinsi seluruh Indonesia. KPK bersama dengan  Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah melakukan kunjungan kerja di lima provinsi, yaitu Sulawesi Tengah, Kep. Riau, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.

Sisanya, Provinsi Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara dan Sulawesi Selatan dijadwalkan segera menyusul.

Direktur Jenderal Mineral Dan Batubara Kementerian ESDM, R. Sukhyar, mengatakan bahwa pada umumnya masalah terkait  IUP di tiap provinsi tak jauh berbeda. Sukhyar merinci, problem yang sering muncul adalah perusahaan pemilik IUP tidak membayar kewajiban royalti dan dana reklamasi.

Selain itu, para pelaku usaha juga tak melakukan kegiatan pasca tambang. Sukhyar mencatat, banyak dari pengusaha di provinsi-provinsi yang telah dikunjungi tidak melaporkan kegaiatan yang dilakukan kepada Menteri ESDM.

Dalam kunjungan kerjanya, KPK dan Kementerian ESDM memberikan peringatan kepada para pelaku usaha yang bermasalah. Mereka diminta untuk segera memenuhi kewajibannya. “Mereka harus wajib memberikan laporan, khususnya Bupati kepada Menteri dalam rangka pelaksanaan pertambangan di wilayahnya,” kataSukhyar di Jakarta, Jumat (11/4).

Peringatan yang dilayangkan kedua instansi tersebut, rupanya bukan sekadar gertak sambal. Terbukti, banyak pelaku usaha yang berbenah diri pasca-inspeksi itu. Hasil akhirnya, pendapatan negara di sektor pertambangan meningkat signifikan.

Direktur Perencanaan Program Ditjen Minerba Kementerian ESDM, Paul Lubis, menyebutkan bahwa pendapatan negara sudah masuk Rp8 triliun dari hasil kunjungan KPK-Kementerian ESDM. Angka itu, menurut Paul,terkumpul hanya dalam waktu dua bulan. Ia menuturkan, para pelaku usaha berbondong-bondong melunasi utangnya setelah mendapat teguran dari dua instansi saat kunjungannya.

"Hasil dari KPK, semua utang mereka diinventaris. Kalau mereka tidak membayar dalam waktu enam bulan akan diserahkan ke penegak hukum," jelas Paul.

Lebih lanjut Paul menjabarkan, kewajiban utang yang dilunasi pengusaha beragam kaitannya. Ia mengatakan, kebanyakan yang disetorkan adalah pajak yang belum dibayarkan. Namun demikian, banyak juga penyetoran kewajiban lain terkait kepemilikan tambang seperti biaya reklamasi, royalti, dan dana pasca tambang.

“Kami yakin dalam enam bulan ke depan seluruh hak pemerintah akan dapat kembali dengan utuh,” ujarnya. 

Sejak Februari lalu, pemerintah bersama KPK memang tengah gencar melakukan pemeriksaan pada puluhan ribu IUP. Pemeriksaan ini dilakukan setelah KPK menduga adanya kerugian negara di sektor tambang. Dari 10.922 IUP yang diperiksa, sebanyak 6042 IUP sudah mendapat status clean and clear (CNC). Sementara sisanya masih dalam proses. Tiga provinsi yang paling banyak pelanggaran status CNC nya adalah Bangka Belitung, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan.

Paul menuturkan, pemerintah berencana akan memanggil semua Kepala Dinas Pertambangan di Indonesia untuk menyosialisasikan penyelesaian kewajiban status CNC. Rencananya, mereka akan dikumpulkan di Bali pertengahan bulan ini. Para kepala dinas itu akan di-breafing dengan mekanisme standar operasional yang sudah disusun pemerintah.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia yang juga menjabat sebagai Bupati Kutai Timur, Isran Noor, mengatakan dirinya mendengar banyak kepala daerah yang menolak rencana tersebut. Menurut Isran, alasan penolakan itu dikarenakan pemberian status CNC tidak memiliki landasan hukum yang jelas.

"CNCitu mau dilimpahkan ke daerah, ke gubernur. Tetapi yang saya dengar gubernur tidak mau terima karena CNC tidak ada dasar hukumnya. Meskipun begitu, nanti kita perbaiki hal-hal yang memperlambat, memperpanjang, dan mempersulit. Semua itu nanti akan kita kurangi," katanya.
Tags:

Berita Terkait