Waspadai Jebakan Investasi Ilegal
Utama

Waspadai Jebakan Investasi Ilegal

Masyarakat harus cerdas dalam mengelola keuangannya. Investasi yang sah tak menawarkan keuntungan yang besar dalam jangka waktu pendek.

Oleh:
FATHAN QORIB
Bacaan 2 Menit
Anggota Dewan Komisioner OJK bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Kusumaningtuti S Soetiono. Foto: SGP
Anggota Dewan Komisioner OJK bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Kusumaningtuti S Soetiono. Foto: SGP
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta masyarakat untuk waspada terhadap jebakan investasi ilegal. Apalagi, saat ini banyak investasi yang menawarkan keuntungan besar dalam jangka waktu tak lama.

“Masyarakat diminta untuk menghindari iming-iming keuntungan yang tinggi dari produk investasi. Hal ini bisa menyebabkan masyarakat terjebak pada produk investasi ilegal sehingga risikonya bisa hilang semua,” kata kata Anggota Dewan Komisioner OJK bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Kusumaningtuti S Soetiono, dalam sebuah seminar bertema ‘Cara Cerdas Berinvestasi Untuk Masa Depan’ di Jakarta, Selasa (15/4).

Terlebih lagi, lanjut Kusumaningtuti, tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia pada 2013 masih sangat rendah, yakni sekitar 21,8 persen. Bahkan, tingkat penggunaan produk keuangan oleh masyarakat Indonesia hanya mencapai 40,3 persen. Tingkat literasi keuangan tertinggi berada di sektor perbankan yang mencapai 21,8 persen. Sedangkan terendah berada di sektor perusahaan sekuritas yakni sebesar 3,8 persen.

Atas dasar itu, Kusumaningtuti berharap masyarakat dapat cerdas dalam mengelola keuangannya. Dari total pendapatan, masyarakat bisa menggunakan keuangannya untuk konsumsi sebesar 60 persen. Sedangkan sisanya, sebesar 40 persen untuk investasi.

Menurutnya, penggunaan dana untuk investasi dilakukan di awal sebelum penggunaan dana konsumsi. Ia yakin semakin besar tingkat literasi keuangan masyarakat, maka semakin rendah jumlah masyarakat yang terjebak produk investasi ilegal.

OJK sendiri telah menyusun strategi nasional literasi keuangan Indonesia yang terdiri dari tiga pilar. Pertama, terkait edukasi dan kampanye nasional program literasi keuangan kepada masyarakat. Rencananya, pada tahun 2014, OJK akan memasukkan materi edukasi pendidikan dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA).

“Program ini kerjasama dengan Kemendikbud, masih dalam proses. Supaya masuk kurikulum di pelajaran kelas VI, kelas IX dan kelas XII,” kata Kusumaningtuti.

Pilar kedua, terdapatnya penguatan infrastruktur termasuk peraturan, sistem hingga memperbanyak mobil literasi keuangan yang menjangkau tempat terpencil. “Sedangkan pilar ketiga, bersama industri OJK tengah mengembangkan produk dan jasa keuangan yang bisa dijangkau seluruh masyarakat Indonesia,” tuturnya.

Direktur Bursa Efek Firderica Widyasari Dewi mengatakan, penipuan dalam investasi bukanlah risiko berinvestasi. Menurutnya, penipuan tersebut merupakan pilihan investor secara tak legal yang berbeda dengan berinvestasi melalui jalur legal.

“Penipuan itu pilihan sendiri bukan risiko berinvestasi,” katanya.

Atas dasar itu, ia mengingatkan agar publik tahu seperti apa bentuk investasi yang sah. Misalnya, produk atau perusahaan yang menawarkan memperoleh izin dari OJK maupun satuan tugas waspada investasi lainnya. Selain itu, investasi yang sah juga tak menawarkan keuntungan yang besar dalam jangka waktu pendek.

“Penawaran yang ilegal biasanya return sangat tinggi dijanjikan sesuatu yang pasti. Terima satu dua bulan, setelahnya hilang,” katanya.

Ketua Umum Asosiasi Pengelola Reksa Dana Indonesia (APRDI), Denny R Thaher, mengatakan masyarakat harus belajar mengatur keuangannya sejak dini. Salah satunya dengan membagi penghasilan di beberapa keranjang investasi yang sudah diatur.

Misalnya, keranjang untuk kebutuhan jangka pendek seperti tabungan, jangka menengah seperti deposito atau obligasi maupun jangka panjang seperti reksa dana atau saham. “Kita harus belajar mengatur keuangan kita sejak dini,” kata Denny di tempat yang sama.

Menurutnya, dari total pendapatan, masyarakat bisa menyisihkan untuk kebutuhan sehari-hari sebesar 65 persen. Sisanya, sebesar 14 persen bisa untuk investasi jangka pendek seperti tabungan maupun deposito. Untuk investasi, masyarakat bisa menyisihkan 11 persen dari pendapatannya. Investasi ini dibutuhkan untuk kebutuhan masa depan seperti pensiun atau pendidikan anak.

Untuk liburan, Denny mengatakan, masyarakat bisa menyisihkan dua persen dari pendapatannya. Sedangkan dana asuransi, masyarakat bisa menyisihkan lima persen dari pendapatannya. “Kita semua membutuhkan asuransi untuk kebutuhan kesehatan dan jiwa kita,” katanya.
Tags:

Berita Terkait