Terbit, Pedoman Penanganan Perkara oleh Biro Hukum
Utama

Terbit, Pedoman Penanganan Perkara oleh Biro Hukum

Biro hukum Pemda harus bisa memilah-milah perkara kelembagaan atau perkara pribadi pejabat daerah.

Oleh:
AGUS S/ROFIQ H/M. YASIN
Bacaan 2 Menit
Mantan Mendagri Gamawan Fauzi. Foto: RES
Mantan Mendagri Gamawan Fauzi. Foto: RES
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi sudah menandatangani peraturan yang menjadi pedoman penanganan perkara di lingkungan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan pemerintah daerah. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 12 Tahun 2014 itu sudah berlaku sejak 13 Februari lalu, dan menjadi pedoman penting bagi biro hukum di pemerintah daerah se-Indonesia.

Kepala daerah yang tersandung perkara hukum terus bertambah. Ratusan kepala daerah dan  pejabat daerah tersangkut dugaan korupsi, sementara Kemendagri juga harus menangani sejumlah Undang-Undang yang dimohonkan uji ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan terhadap instansi pemerintah di Pengadilan Tata Usaha (PTUN) juga tak kalah banyak.

Lebih dari 75 persen perkara kasasi TUN yang ditangani Mahkamah Agung (MA) pada 2013 adalah perkara tanah, kepegawaian, dan perizinan –yang sebagian besar melibatkan instansi pemerintah. Perkara hak uji materiil (HUM) yang masuk ke MA pada periode yang sama sebanyak 76 perkara, dimana 11 diantaranya adalah pengujian Perda, 4 peraturan gubernur, dan 4 peraturan bupati/gubernur. Ini menunjukkan banyak kebijakan daerah yang dipersoalkan masyarakat, dan mau tidak mau harus dihadapi biro hukum daerah melalui pengadilan.

Kepala Biro Hukum Kemendagri, Zudan Arief Fakrullah, membenarkan banyaknya persoalan hukum yang dihadapi Pemda. Permendagri No. 12 Tahun 2014, kata dia, justru untuk memudahkan penanganan kasus. “Terbitnya peraturan itu didasari banyaknya persoalan hukum yang muncul di Kemendagri dan pemerintah daerah untuk memudahkan penanganan semua kasus hukum, seperti kasus pidana, perdata, PTUN termasuk uji materi di MK dan MA,” kata Guru Besar Ilmu ini kepada hukumonline, di kantornya, Jum’at (12/4) lalu.

Zudan menerangkan penanganan kasus-kasus hukum baik litigasi (lembaga peradilan) maupun nonlitigasi (di luar lembaga peradilan) dilakukan Biro Hukum Kemendagri dan Biro Hukum masing-masing pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Aturan ini sebagai pedoman agar Pemda tidak ragu-ragu lagi untuk melaksanakan tugas bantuan hukum dan penyelesaian sengketa.

“Aturan ini hanya melegalkan atau membakukan tugas penanganan kasus hukum yang sudah ada baik penyelesaian perkara di pengadilan ataupun sekedar negosiasi, mediasi, konsultasi hukum,” kata Zudan.

Advokat profesional
Permendagri No. 12 Tahun 2014 pada dasarnya lebih menekankan pada upaya memaksimalkan peran biro hukum. Tak disinggung sama sekali kemungkinan penggunaan pengacara profesional jika Pemda atau Kemendagri menghadapi gugatan hukum.

Namun kemungkinan itu bukan sesuatu yang mustahil. Prof. Zudan mengatakan dalam kasus tertentu tak tertutup kemungkinan menggunakan jasa advokat sepanjang Pemda belum memiliki biro hukum yang kuat. “Selama ini Kemendagri menangani kasus sendiri karena memang tidak ada anggarannya. Tetapi, penggunaan jasa advokat tidak dilarang, dibolehkan sepanjang Pemda membutuhkan kajian hukum yang lebih mendalam,” katanya.

Pasal 32 Permendagri hanya menyebutkan selain biro hukum, penanganan perkara dapat dilakukan menggunakan jasa Jaksa Pengacara Negara, khusus untuk perkara perdata dan tata usaha negara.

Pengamat hukum tata negara, Refly Harun, menilai penyewaan lawyer profesional bisa menunjukkan biro hukum tidak terlalu profesional, atau biro hukum tidak bekerja sebagaimana mestinya. Menyewa pakar hukum atau advokat sudah menjadi praktek yang lazim di lingkungan pemerintah ketika menghadapi masalah hukum. “Kadang-kadang orang biro hukum tidak terlalu profesional,” ujarnya.

Permendagri ini justru mendorong agar biro hukum lebih profesional. Sebab, ada tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam penanganan kasus, termasuk kewajiban biro hukum melakukan analisis terhadap perkara yang dihadapi. Biro hukum pemda juga bisa meminta bantuan ke Kemendagri jika kesulitan menghadapi kasus.

Ditegaskan Zudan, aturan ini hanya berlaku di lingkungan Kemendagri dan Pemda seluruh Indonesia. Kementerian atau lembaga lain kemungkinan memiliki aturannya sendiri. Namun, pihaknya dapat berkoordinasi dengan biro hukum pemda atau lembaga lain ketika memiliki kepentingan yang sama terhadap semua jenis perkara.

Misalnya, dalam Pasal 10 Permendagri No. 12 Tahun 2014 disebutkan gugatan perdata dilakukan menteri, kepala daerah, CPNS/PNS Kemendagri dan Pemda. Lalu, Biro hukum Kemendagri dan Pemda menelaah objek gugatan. Selanjutnya, menyiapkan surat kuasa, penyiapan jawaban, duplik, alat bukti, saksi, kesimpulan hingga menyiapkan memori banding atau memori kasasi.

Untuk perkara pidana,Biro Hukum Kemendagri dapat melakukan pendampingan dalam proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan menteri dan PNS Kemendagri. Demikian pula Biro Hukum Pemda Provinsi dapat melakukan pendampingan dalam proses penyelidikan dan penyidikan hingga persidangan yang melibatkan gubernur/wakil gubernur dan PNS provinsi.

Dalam uji materi Undang-Undang dan sengketa kewenangan lembaga negara (SKLN), Biro Hukum Kemendagri melakukan kajian atau telaah hukum terhadap objek uji materi dan SKLN dengan menerima surat kuasa khusus dari presiden. Selanjutnya, menyiapkan keterangan pemerintah dan bukti-bukti tertulis termasuk menyiapkan saksi atau ahli. 

Harus dipilah
Selain tak mengatur penggunaan pengacara di luar biro hukum, Permendagri No. 12 Tahun 2014 tak menggariskan batas-batas perkara apa yang boleh dan tidak boleh ditangani biro hukum.

Refly Harun meminta agar Kemendagri dan Pemda memilah dengan jeli mana perkara pribadi dan mana perkara kelembagaan. Kalau persoalan hukum yang timbul atas nama gubernur, bupati atau walikota, maka pendanaan bisa diambil dari anggaran resmi, dan biro hukum bisa mendampingi. Tetapi kalau, misalnya kasus pidana, atas nama pribadi, maka pendampingannya juga harus oleh pribadi termasuk dananya.

“Kalau by name, bahwa dia korupsi, maka tidak boleh uang Pemda keluar, (tidak boleh) menggunakan biro hukum. Itu individual responsibility,” tandas Refly.
Tags:

Berita Terkait