Teka Teki Rencana Akuisisi BTN
Berita

Teka Teki Rencana Akuisisi BTN

RUPS Luar Biasa BTN pada Mei mendatang sangat menentukan.

Oleh:
FNH/ANT
Bacaan 2 Menit
Teka Teki Rencana Akuisisi BTN
Hukumonline
Pemerintah, melalui Menteri Sekretaris Kabinet Dipo Alam, meminta agar rencana akuisisi Bank Tabungan Negara (BTN) oleh Bank Mandiri tak dilanjutkan. Wacana akuisisi itu kini berdampak luas dan saatnya kurang tepat karena menjelang pemilihan presiden (Pilpres). Dipo mengaku sudah mengirimkan surat ke Meneg BUMN, Dirut BTN dan Bank Mandiri, Menteri Keuangan, dan Menteri Koordinator Perekonomonian.

Menteri BUMN Dahlan Iskan, orang yang mendorong akuisisi itu, mengatakan menerima kebijakan pemerintah, dan tak terlalu mempermasalahkan. Namun ia tak terima kalau disebut rencana akuisisi tanpa kajian mendalam. “Saya tidak bisa terima kalau ini dianggap belum ada kajiannya,” kata Dahlan, Kamis (24/4) sebagaimana dikutip Antara.

Sikap pemerintah itu tampaknya tak lepas dari kontroversi rencana akuisisi BTN. Berdasarkan informasi yang diperoleh hukumonline, sudah ada persiapan beauty contest untuk lawyer yang akan menangani proses akuisisi. Tetapi, pada saat yang sama, karyawan bank plat merah ini berdemo, menentang rencana akuisisi. Kalangan pengusaha pun tak satu suara. Akuisisi dikhawatirkan menyebabkan pengurangan jumlah karyawan secara drastis.

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia misalnya meminta pemerintah untuk menangguhkan rencana akuisisi. Kadin menilai, pemerintah harus mempertimbangkan banyak hal sebelum merealisasikan rencana tersebut. Misalnya, peran BTN sebagai bank pembiayaan perumahan hingga pengaruh terhadap masyarakat daerah.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Pemberdayaan Daerah Natsir Mansyur mengatakan, peran BTN terhadap bisnis perumahan akan berdampak luas kepada perekonomian nasional serta pergerakan ekonomi di daerah, khususnya pembiayaan perumaha  kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MPR) yang diperkirakan berjumlah hingga 15 juta unit.

“Bank BTN itu memiliki core bisnis yang jelas yakni pembiayaann perumahan. Dan fokus itu akan berdampak luas pada bisnis perumahan serta perekonomian,” kata Natsir di Jakarta, Ranu (23/4).

Sejauh ini, lanjutnya, BTN merupakan bank yang paling siap dan paham menyoal kredit pembiayaan perumahan. Bank Mandiri belum tentu siap menjalankan program itu.

Natsir juga meminta Menteri BUMN mendirikan perbankan yang lebih fokus terhadap suatu pembiayaan misalnya membangun bank khusus mengurusi perumahan, industri, infrastruktur, maritime, agribisnis dan lain sebagainya.     Selama ini, peran perbankan di Indonesia layaknya super market yang memiliki banyak produk namun tidak fokus. “Akibatnya bersaing tidak sehat,” jelas Natsir.

Apalagi, mengingat kebutuhan perumahan juga dilindungi oleh UUD 1945, sudah seharusnya pemerintah menyiapkan minimal satu bank pemerintah yang siap menampung kebutuhan Kredit Perumahan Rakyat (KPR) masyarakat MBR. Bahkan akan lebih baik lagi jika pemerintah menyediakan skema khusus buat segmen non bankable.

Spesialisasi perbankan, tambah Natsir, khususnya untuk perumahan masih diperlukan. Hal ini dikarenakan, pembangunan perumahan skala menengah ke bawah juga banyak berada di luar Jakarta dibangun oleh para pengusaha daerah. Selain itu, rencana akuisisi tersebut juga akan menciptakan stagnasi pembagngunan perumahan di daerah.

Untuk itu, Natsir berharap pemerintah dapat mengurungkan rencananya untuk melepas saham BTN ke Bank Mandiri. Hal tersebut juga mengingat hanya ada satu bank yang memiliki peran untuk mengembangkan perumahan bagi MBR. “Terserah pemerintah mau mengakuisisi atau tidak, yang jelas pemerintah harus mendengarkan stakeholder yang menolak akuisisi BTN,” tuturnya.

Penolakan akuisisi tersebut, lanjut Natsir, sudah diungkapkan oleh Real Estate Indonesia (REI) dan Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) serta developer di luar Jakarta. Apalagi, sejak 1974 Bank BTN sudah ditugaskan oleh pemerintah untuk melayani ketersediaan hunian bagi MBR, sehingga Bank Mandiri dinilai tidak memiliki kemampuan memadai untuk menyediakan fasilitas Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) bagi masyarakat kelas ekonomi bawah.

Ketua Umum DPP REI, Eddy Hussy menilai rencana pelimpahan saham BTN ke Bank Mandiri merupakan langkah mundur pemerintah terkait upaya menciptakan bank khusus. Padahal hingga saat ini beberapa sektor membutuhkan bank khusus guna menduung stabilitas perekonomian nasional. “Harusnya pemerintah mendorong terbentuknya bank khusus, bukan mengurangi,” kata Eddy.

Menurut Eddy, jika rencana merger BTN dan Bank Mandiri terealiasi, tak ada jaminan dari pemerintah bahwa misi pembiayaan perumahan rakyat akan terus berjalan. Hal tersebut mengingat fokus BTN pada program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) bagi masyarakat berpendapatan rendah.

Ia berharap pemerintah dapat belajar dari pengalaman akuisisi bank yang pernah dilakukan sebelumnya. Merger tersebut pada akhirnya menghilangkan peran bank yang diakusisi. Ia khawatir hal tersebut juga akan terjadi pada akusisi BTN. “Pada prinsipnya REI tidak sepakat dengan rencana pemerintah untuk mengakuisisi BTN. Harusnya dibesarkan,” imbuhnya.

Mengingat RUU Tabungan Perumahan Rakyat yang kini tengah digodok oleh pemerintah bersama DPR, Eddy menilai sebaiknya pemerintah fokus ke pemahasan RUU. Jika sudah diundangkan, maka akan membantu pembiayaan perumahan rakyat serta dapat membesarkan bank pelat merah tersebut. “DPR fokus dulu ke RUU Tapera. Nanti jika sudah diundangkan, maka akan sangat membantu pembiayaan perumahan,” pungkasnya.

Masalahnya, wakil pemerintah di kabinet pun tak satu suara. Kalaupun sekarang wacana akuisisi tidak dilanjutkan, apakah hanya sementara? Itulah mungkin akan dijawab lewat RUPS Luar Biasa BTN yang diperkirakan berlangsung Mei mendatang.
Tags:

Berita Terkait