PT KAI Mengaku 50 Persen Tanahnya Dirampok
Berita

PT KAI Mengaku 50 Persen Tanahnya Dirampok

Penyerobotan tanah PT KAI dilakukan secara terstruktur.

Oleh:
HRS
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP
Edi Sukmoro, Direktur Aset Non Produksi PT Kereta Api Indonesia (KAI), menyebutkan sebanyak 50 persen tanah milik PT KAI bermasalah.

“50 persen tanah kita bermasalah. Tanah kita dirampok,” tutur Edi saat konferensi pers di kompleks Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Rabu (23/4).

Ia menyebut sebagai ‘perampokan’ karena ada beberapa pihak yang mengelola tanah-tanah milik PT KAI baik dengan perjanjian atau tanpa perjanjian menyertifikatkan tanah tersebut atas nama mereka tanpa sepengetahuan KAI. Edi erah karena praktik ini sering terjadi. Sekitar 1,5 juta  meter persegi per tahunnya, tanah KAI selalu hilang dan sebanyak 180 juta meter persegi milik perusahaan pelat merah ini belum bersertifikat.

Kondisi tanah yang belum bersertifikat ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Pihak tersebut telah mengincar tanah-tanah milik PT KAI yang terletak di lokasi strategis, seperti di pusat kota. “Ini ada mafia. Mereka tau tanah-tanah PT KAI terletak di lokasi strategis, pusat kota dan itu seksi. Harganya mahal,” lanjutnya.

Edi pun mencontohkan kasus penyerobotan yang baru ini terjadi, yaitu penyerobotan lahan milik KAI di Lahan A, Kelurahan Gang Buntu, Medan oleh pihak swasta, PT Arga Citra Kharisma seluas 12,8 ribu meter persegi dan di Lahan C seluas 22,7 ribu meter persegi. Pada mulanya, lahan ini dimohonkan oleh PT Inanta Timber & Trading Co Ltd untuk dilepaskan haknya. PT Inanta akan memberikan ganti rugi atas pelepasan hak tersebut dengan membangun rumah dinas PT KAI sebanyak 288 unit.

Kemudian, sebelum PT Inanta melaksanakan hak dan kewajibannya, PT Inanta mengalihkan ke PT Bonauli Real Estate berdasarkan Akta Pengalihan Hak dan Kuasa Nomor 238 tertanggal 19 Desember 1989. Pada Juli 1994, terbit tiga sertifikat hak guna bangunan atas nama PT Bonauli. Penerbitan sertifikat tersebut dianggap cacat hukum karena hak dan kewajiban PT Bonauli kepada PT KAI belum dilaksanakan. Delapan tahun kemudian, PT Bonauli mengalihkan haknya kepada PT Arga Citra Kharisma berdasarkan Akta Perjanjian Jual Beli pada September 2002.

Hal ini sangat disayangkan Edi karena penyerobotan saja dapat terjadi di tanah yang telah bersertifikat. Untuk diketahui, tanah di Gang Buntu tersebut telah terdaftar di Kantor Pertanahan Kota Medan dengan nama Het Government Nederland Indie yang telah diberikan kepada Deli Spoorweg Matschappij (DSM) di Indonesia pada tahun 1918 dengan Hak Konsesi.

“Sepanjang swasta mengikuti rule-nya, nggak masalah. Tapi, ini mereka menyertifikatkan tanahnya setelah menduduki tanah tersebut,” lanjut Edi.

Edi menambahkan kondisi ini semakin parah dengan lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Pasalnya, PT KAI selalu kalah ketika berhadap-hadapan dengan pihak swasta di pengadilan. Sehingga, hal ini menjadi preseden buruk bagi penertiban aset PT KAI maupun BUMN lainnya. Pihak swasta akan dengan mudahnya melakukan tindakan perampasan atas aset BUMN yang lain.

Sebastian Salang, pengamat politik, mengamini apa yang dikemukakan Edi Sukmoro. Sebastian mengatakan memang ada mafia di balik penyerobotan tanah PT KAI ini. Bahkan, ia pun mengetahui beberapa modus yang dilakukan mafia-mafia tersebut untuk mengalihkan aset negara ke pihak swasta.

”Ada cara preman,” sebut Sebastian.

Cara preman tersebut adalah adanya pihak swasta telah mengincar tanah-tanah BUMN yang statusnya belum jelas. Mereka pun dengan berani langsung membangun hotel ataupun gedung-gedung lain dan kemudian mensertifikatkannya. Parahnya lagi, pembangunan tersebut, tambah Sebastian, tanpa mengantongi IMB (Izin Mendirikan Bangunan).

Kemudian, mereka pun bermain mata dengan aparat penegak hukum. Sehingga, ketika mereka dibawa ke pengadilan, pihak swasta telah merasa yakin akan memenangkan perkara ini. Cara lainnya adalah pihak swasta mencoba bekerja sama dengan pemilik aset itu sendiri, yaitu karyawan BUMN. Pihak BUMN berani mengambil tindakan tersebut karena berpikir mereka tak akan bekerja lama lagi di BUMN itu.

Modus lainnya adalah dari pihak penguasa yang ingin berkuasa kembali. Incumbent ini akan memberikan sejumlah aset ke pihak swasta untuk dikelola dengan perjanjian-perjanjian tertentu.

“Bagi incumbent yang ingin berkuasa kembali mereka memberikan sejumlah aset ke pihak swasta,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait