Diperlukan Forum untuk Awasi Pungutan OJK
Berita

Diperlukan Forum untuk Awasi Pungutan OJK

Agar proses pungutan yang dilakukan OJK lebih transparan.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Diperlukan Forum untuk Awasi Pungutan OJK
Hukumonline
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diminta transparan dalam melaksanakan pungutan kepada industri jasa keuangan. Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Julian Noor, hal itu diperlukan untuk menambah kepercayaan masyarakat terhadap OJK. Ia meyakini semakin baik pengaturan yang dilakukan otoritas, maka industri semakin bertumbuh.

"Pungutan jadi sesuatu yang kecil jika industri bertumbuh. Maka pungutan tidak berarti jika terjadi pertumbuhan," ujarnya di Jakarta, Selasa (29/4).

Atas dasar itu, lanjut Julian, AAUI mengusulkan agar adanya forum yang bertugas untuk mengawasi jalannya pelaksanaan pungutan. Forum ini bertujuan agar proses pungutan yang dilakukan OJK lebih transparan. Menurutnya, forum ini nantinya terdiri dari tiap asosiasi di industri jasa keuangan.

"Lebih bagus forum asosiasi laksanakan fungsi agar OJK transparan," katanya.

Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Rahmat Waluyanto berjanji bahwa otoritas akan menerapkan prinsip transparan dalam melaksanakan pungutan. Menurutnya, sejumlah prinsip transparansi tersebut merupakan amanat dari UU No. 21 Tahun 2011 tentang OJK. Dalam UU tersebut, terdapat sejumlah kewajiban OJK dalam melaksanakan pungutan ke industri jasa keuangan.

Kewajiban tersebut intinya terkait dengan pelaporan OJK dalam setiap menerima pungutan dari pelaku jasa keuangan. Menurutnya, dalam UU terdapat kewajiban OJK untuk melaporkan laporan keuangannya kepada DPR tiap tiga bulan. Laporan tersebut juga termasuk dengan kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan oleh OJK.

Di undang-undang, lanjut Rahmat, OJK juga diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). OJK juga diwajibkan untuk memuat laporan keuangannya di media massa. Bahkan, prinsip transparan ini juga dianut dari sistem internal yang diterapkan OJK. Misalnya, terdapatnya unit khusus di internal OJK untuk menjalankan internal audit.

"OJK telah membentuk dewan audit yang keanggotaanya dari sektor swasta atau eksternal dan terdapatnya whistleblower system," kata Rahmat.

Terkait usulan AAUI untuk membentuk forum, lanjut Rahmat, OJK mempersilahkannya asalkan yang membentuk adalah industri atau masyarakat. Namun, jika OJK yang diminta untuk membentuk forum, ia menegaskan, mandat dari UU OJK sudah cukup transparan.

"Kami OJK sudah jalankan sesuai aturan dan dimandatkan oleh UU. Dari sisi OJK sudah cukup," katanya.

Rahmat menambahkan, hingga kuartal pertama tahun 2014, pungutan yang masuk sudah 30 persen dari target yang ditetapkan. Sebagaimana diketahui, untuk pembiayaan OJK di tahun 2015, anggaran yang ditargetkan sebesar Rp2,4 triliun. Anggaran ini terdiri dari pungutan sebesar Rp1,8 triliun dan APBN Rp600 miliar.

"30 persen dari total pungutan yang sudah terpenuhi, kita harapkan terpenuhi sampai akhir tahun," kata Rahmat.

Hingga kini, lanjutnya, belum ada perusahaan yang mengajukan keberatan atas pungutan yang dibebankan kepada pelaku industri jasa keuangan. OJK mempersilahkan tiap pelaku jasa keuangan yang keberatan dengan pungutan untuk menyampaikan langsung ke otoritas.

"Kami memberikan keleluasaan bagi pengusaha yang mau mengutarakan keberatan dan memberikan kesempatan untuk kelonggaran pungutan sesuai dengan syarat tertentu," katanya.

Dari 30 persen pungutan yang masuk tersebut berasal dari seluruh pelaku jasa keuangan yang diawasi oleh OJK. Meski begitu, angka 30 persen tersebut belum termasuk seluruh pelaku jasa keuangan yang ada. Menurut Rahmat, sejumlah perusahaan atau pelaku jasa keuangan yang belum membayar iuran lebih dikarenakan masalah teknis, seperti prosedur dan tata cara penyetoran.
Tags:

Berita Terkait