KPK Optimalkan Tata Kelola Minerba di Sumsel
Berita

KPK Optimalkan Tata Kelola Minerba di Sumsel

Gubernur Sumatera Selatan berjanji segera menertibkan pertambangan di daerahnya karena banyak yang menyalahi aturan.

Oleh:
YOZ/ANT
Bacaan 2 Menit
KPK Optimalkan Tata Kelola Minerba di Sumsel
Hukumonline
Sumber daya alam Indonesia melimpah, namun masih banyak terjadi ironi akibat buruknya tata kelola. Hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di sektor ini, ada sedikitnya 10 persoalan terkait pengelolaan pertambangan yang diamanatkan UU, namun belum selesai hingga saat ini.

Persoalan itu antara lain renegosiasi kontrak (34 KK dan78 PKP2B), peningkatan nilai tambah dalam bentuk pengolahan dan pemurnian hasil tambang mineral dan batubara, penataan Kuasa Pertambangan/Izin Usaha Pertambangan serta peningkatan kewajiban pemenuhan kebutuhan dalam negeri (Domestic Market Obligation).

Lima persoalan lainnya, yaitu pelaksanaan kewajiban pelaporan secara reguler, pelaksanaan kewajiban reklamasi dan pascatambang, penerbitan aturan pelaksana UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan  Mineral dan Batubara, pengembangan sistem data dan informasi, pelaksanaan pengawasan, dan pengoptimalan penerimaan negara.

“Karena itu, KPK melakukan upaya pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi dengan melakukan kegiatan koordinasi dan supervisi atas pengelolaan pertambangan mineral dan batubara di 12 provinsi untuk mengawal perbaikan sistem dan kebijakan pengelolaan PNBP mineral dan batubara,” kata Juru Bicara KPK, Johan Budi, dalam siaran pers, Selasa (29/4).

Ditjen Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM mencatat, sejak 2005-2013, piutang negara tercatat sebesar Rp1.308 miliar, terdiri dari iuran tetap Rp31 miliar atau 2,3 persen dan royalti sebesar Rp1.277 miliar atau 97,6 persen. Sedangkan jumlah piutang pada 12 provinsi yang dilakukan korsup sebesar Rp905 miliar atau 69 persen dari total piutang. Terdiri dari iuran tetap sebesar Rp23 miliar dan royalti sebesar Rp882 miliar. Piutang ini berasal dari 1.659 perusahaan dari total 7.501 IUP yang ada di 12 provinsi.

Dari rekapitulasi data per April 2014 Ditjen Minerba, terdapat 10.922 Izin Usaha  Pertambangan (IUP) di seluruh Indonesia. Sebanyak 6.042 telah berstatus clean & clear (CNC) dan 4.880 sisanya berstatus non CNC. Tak hanya soal status CNC, persoalan lain adalah masih banyaknya perusahaan pemegang IUP yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Data Ditjen Pajak Maret 2014, ada 7.754 perusahaan pemegang IUP, 3.202 di antaranya belum teridentifikasi NPWP-nya.

Sementara itu, di Sumatra Selatan terdapat 359 IUP, sebanyak 83 di antaranya atau 23 persen berstatus non CNC. Kabupaten Musi Banyuasin, merupakan daerah dengan IUP non CNC terbanyak, yakni 29 IUP. Saat ini, masih ada 31 perusahaan yang belum memiliki NPWP, yang tersebar di Muara Enim, Empat Lawang, Lahat, Musi Banyuasin, Musi Rawas, Banyuasin, Ogan Komering Ilir dan Ogan Komering Selatan.

Dampaknya, di provinsi ini juga ditemukan permasalahan kurang bayar penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari iuran tetap sebanyak Rp9 miliar dan royalti lebih dari 15 juta dolar AS.

Dari total IUP yang ada, hanya 29 IUP yang mencantumkan data jaminan reklamasi dan empat IUP menyantumkan data jaminan pascatambang. Ada tujuh daerah yang tidak menyantumkan data jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang sekaligus, yakni Ogan Komering Ilir, Musi Rawas, Banyuasin, Oku Timur, Oku Selatan, Ogan Ilir, dan Empat Lawang.

“Karena itu, sebagai bukti komitmen KPK dalam melakukan pencegahan korupsi dan penyelamatan keuangan negara, KPK telah berkoordinasi dengan Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perhubungan dan Pemerintah Daerah,” ujar Johan.

Ini dilakukan atas dasar bahwa pengelolaan sumberdaya alam termasuk sumberdaya mineral harus dilakukan sesuai dengan amanat UUD 1945, khususnya pasal 33, serta UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Intinya, pengelolaan sumberdaya mineral untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

UU ini juga mengamanatkan kewajiban untuk melakukan penciptaan nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional. Penciptaan nilai tambah dilakukan sejak dari kegiatan penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pemanfaatan mineral dan batubara.

Ditertibkan
Sementara itu, Gubernur Sumatera Selatan, Alex Noerdin, berjanji segera menertibkan pertambangan di daerahnya karena banyak yang menyalahi aturan, sebab berada di wilayah hutan konservasi.

“Kami segera menertibkan pertambangan tersebut karena berdasarkan laporan dari pihak kementerian pertambangan izin usaha pertambangan di daerah ini banyak menyalahi aturan,” kata dia menanggapi arahan dari KPK.

Selain pengarahan dari KPK juga ditandatangi kesepatan pencegahan pertambangan liar di daerah itu berrsama bupati dan wali kota se-Sumsel. Yang jelas, pihaknya segera menertibkan dan bila perlu mencabut izin yang menyalahi aturan tersebut.

Dia mengakui wewenang pencabutan izin pertambangan yakni pemerintah kabupaten dan kota. Namun, gubernur sebagai wakil pemerintah pusat yang berada di daerah pihaknya berhak memberikan tegoran dan peringatan. Oleh karena itu, diminta kepada kabupaten dan kota untuk menertibkan pertambangan yang menyalahi aturan tersebut terutama di areal hutan konservasi.

Kepala Dinas Pertambagan Provinsi Sumsel, Robert Heri, mengatakan pihaknya akan menertibkan tambang tidak menyalahi aturan tersebut. Yang jelas, akhir Desember 2014 pertambangan yang tidak memiliki izin dan berada wilah hutan konservasi akan ditertibkan.

Irjen Kementerian ESDM, Mochtar Husein, mengatakan, memang banyak usaha pertambangan di Sumsel. Berdasarkan data hingga 28 April 2014 tercatat 359 usaha pertambangan diantaranya batu bara dan logam. Sementara pertambangan yang diperkirakan berada di hutan konservasi sekitar 932 hektare.
Tags:

Berita Terkait