Aturan Pengunduran Diri PNS Dipersoalkan
Berita

Aturan Pengunduran Diri PNS Dipersoalkan

Status PNS seharusnya tetap jika ingin mencalonkan diri untuk jabatan publik.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Sejumlah PNS mempersoalkan UU ASN ke Mahkamah Konstitusi. Foto: RES
Sejumlah PNS mempersoalkan UU ASN ke Mahkamah Konstitusi. Foto: RES
Delapan orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) ramai-ramai mempersoalkan ketentuan Pasal 119 dan Pasal 123 bayat (3) UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ketentuan itu dinilai menghalangi eksistensi berpolitik bagi PNS ketika akan menduduki jabatan publik lantaran mensyaratkan harus mengundurkan diri sebagai PNS.

Tercatat sebagai pemohon yaitu Rahman Hadi, Genius Umar, Empi Muslion, Rahmat Hollyson Maiza, Muhadam Labolo, Muhammad Mulyadi, Sanherif S Hutagaol, dan Sri Sundari. “Pengunduran diri PNS sejak mendaftarkan diri sebagai calon merupakan bentuk diskriminasi sekaligus mengamputasi hak konstitusional PNS selaku warga negara,” kata salah satu pemohon, Rahman Hadi dalam sidang pemeriksaan pendahulua di Gedung di MK, Senin (5/5).

Pasal 119 menyebutkan ”Pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat pimpinan tinggi pratama yang akan mencalonkan diri menjadi gubernur dan wakil gubernur, bupati/walikota, dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis dari PNS sejak mendaftar sebagai calon”.

Pasal 13 ayat (3) menyebut Pegawai ASN dari PNS yang mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden; ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat; ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah; gubernur dan wakil gubernur; bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS sejak mendaftar sebagai calon”.

Ditegaskan Rahman, kedua pasal berpotensi merugikan hak konstitusoinal para pemohon lantaran kehilangan profesi/pekerjaannya sebagai PNS setelah mencalonkan diri menjadi presiden/wakil presiden, gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati.

”Ini bentuk diskriminasi jika dibandingkan dengan profesi advokat dan notaris yang bisa aktif kembali setelah menjadi pejabat negara,” bebernya.

Menurut dia, PNS tidak perlu menanggalkan statusnya, cukup meletakkan jabatan yang sedang didudukinya jika ingin mencalonkan diri sebagai pejabat negara. Sebab, jika ketentuan ini tetap diberlakukan, maka PNS akan kehilangan pekerjaan apabila tidak terpilih.

Dia mengakui kalau UU ini sangat baik untuk menjaga agar PNS tetap berintegritas dan profesional. Akan tetapi, pengunduran diri sebagai PNS bukanlah jalan keluar yang tepat untuk membuktikan sikap netralitas PNS dalam pemilihan. “Lagipula untuk mencalonkan sebagai kepala daerah bukan hanya melalui jalur politik, tetapi ada jalur independen yang tidak ada kaitannya dengan politik,” lanjutnya.

Dia menilai ketentuan itu hanya mengebiri hak-hak PNS untuk meningkatkan kontribusi pada jabatan strategis. Gara-gara aturan ini, PNS yang memiliki kapasitas dan kualitas yang baik akan enggan ikut mencalonkan diri. “Sudah jelas ini mendiskriminasi hak PNS melalui regulasi,” tukasnya.

Karenanya mereka berharap MK menyatakan Pasal 119 dan Pasal 123 ayat (3) UU ASN bertentangan dengan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28 D ayat (3) UUD 1945. “Jadi kalau dibatalkan kan kembali ke UU sebelumnya (kalau mengundurkan diri status PNS tidak hilang). Saya rasa aturan mengundurkan diri dari jabatan bukan sebagai PNS lebih soft ketimbang ketentuan yang sekarang,” tambahnya.

Menanggapi permohonan, Majelis Panel MK menilai konstruksi yang dibangun dalam permohonan belum menunjukkan kerugian konstitusional yang dialami para pemohon atas berlakunya ketentuan norma pengunduran diri seorang PNS saat mencalonkan diri sebagai pejabat negara itu. “Alasan permohonan kurang tajam, kenapa seorang PNS tidak harus mengundurkan diri dan pengunduran bertentangan dengan UUD? Coba cermati latar belakang aspek filosofisnya biar lebih jelas argumentasinya,” saran Ketua Majelis, Arief Hidayat dalam persidangan.

Sebenarnya, saran Arief, para pemohon bisa menggunakan alasan pengajuan diri melalui jalur independen sebagai poin penting dalam membangun argumentasi permohonan ini. Untuk itu, para pemohon diberikan waktu selama 14 hari untuk memperbaiki materi permohonan.
Tags:

Berita Terkait