Hak Imunitas Advokat “Menyelamatkan” Ricardo Simanjutak
Berita

Hak Imunitas Advokat “Menyelamatkan” Ricardo Simanjutak

Gugatan eks kurator kandas di tangan majelis hakim PN Jaksel.

Oleh:
HRS
Bacaan 2 Menit
Mantan Ketua AKPI Ricardo Simanjuntak. Foto: SGP.
Mantan Ketua AKPI Ricardo Simanjuntak. Foto: SGP.
Gugatan perbuatan melawan hukum yang dilayangkan tim eks kurator Telkomsel kepada Mantan Ketua AKPI Ricardo Simanjuntak kandas di putusan sela majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (5/5). Penyebabnya, majelis mengakui adanya hak imunitas advokat yang dimiliki Ricardo, sebagaimana didalilkan dalam eksepsi kuasa hukumnya.

Berdasarkan informasi dari kuasa hukum Ricardo, Darwin Aritonang, majelis hakim yang diketuai oleh Nuraslam Bustaman menerima seluruh eksepsi tergugat, Senin (5/5).

Menurut majelis, advokat dalam menjalankan profesinya harus dijamin kebebasannya untuk mengeluarkan pendapatnya di dalam persidangan sebagaimana diatur dalam Pasal 14 UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

Majelis juga merujuk pada Pasal 16 UU Advokat. Pasal tersebut mengatur bahwa advokat tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugasnya dengan iktikad baik dalam membela kepentingan kliennya. Memperkuat pertimbangannya, majelis juga menggunakan Pasal 18 ayat (2) UU Advokat yang melarang masyarakat untuk mengidentikkan advokat dengan kliennya.

Selain UU Advokat, Ricardo –melalui kuasa hukumnya- juga menggunakan Pasal 7 huruf g Kode Etik Advokat Indonesia di dalam eksepinya.  Ketentuan tersebut mengatur bahwa advokat memiliki imunitas hukum baik secara perdata dan pidana.

Hak ini menjamin kebebasan advokat untuk berpendapat di pengadilan dalam rangka pembelaan dalam sidang terbuka maupun tertutup sepanjang dikemukakan secara proporsional dan tidak berlebihan.

Majelis hakim pun sepakat dengan semua dalil tersebut, sehingga majelis menganggap PN Jaksel tidak berhak memeriksa dan mengadili perkara tersebut.

Tidak hanya menerima eksepsi Ricardo, majelis juga menerima eksepsi kompetensi absolut dari tergugat lainnya, yaitu Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin, PT Telekomunikasi Selular Tbk (Telkomsel) dan Andri W Kusumah. Terkait eksepsi Menteri Hukum dan HAM, majelis sepakat bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak berwenang mengadili perkara ini. Kompetensi absolut yang paling tepat memeriksa dan mengadili perkara ini terkait dengan Kementerian adalah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Begitu juga dengan eksepsi kompentensi absolut yang diusung Telkomsel. Dalam eksepsinya, Telkomsel menyatakan bahwa pengadilan yang berwenang mengadili perkara ini terkait dengan imbalan jasa kurator adalah pengadilan niaga. Terhadap eksepsi ini, majelis pun juga mengabulkan eksepsi Telkomsel.

Sebagai informasi, eks kurator Telkomsel, Feri S Samad, Edino Girsang, dan M Sadikin mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin, Telkomsel, Ricardo Simanjutak, Muchtar Ali, dan Andri W Kusumah. Kasus ini merupakan rentetan dari perdebatan seputar fee para kurator kasus Telkomsel ini.

Kelima tergugat dinilai telah menghina dan tak menghargai profesi para penggugat selaku kurator. Feri Samad dkk menduga ada persekongkolan dan perbuatan jahat yang dilakukan para tergugat sejak semula untuk menghalang-halangi dan menihilkan imbalan jasa para eks kurator Telkomsel ini.

Kemenangan Advokat
Darwin Aritonang, kuasa hukum Ricardo Simanjutak dan Muchtar Ali, menyambut baik putusan ini. Menurutnya, putusan ini adalah bentuk kemenangan seluruh advokat. Pasalnya, pengadilan mengakui hak imunitas advokat.

“Ini adalah kemenangan seluruh advokat dan membuktikan bahwa Pasal 14, 16, dan 18 UU Advokat itu applicable. Semua advokat dalam menjalankan tugasnya dilindungi,” tutur Darwin ketika dihubungi hukumonline, Senin (5/5).

Sebaliknya, Feri S Samad belum dapat berkomentar banyak atas putusan majelis. Pasalnya, Feri dkk tidak hadir dalam persidangan pembacaan putusan sela tersebut. Kendati demikian, Feri mendapat informasi bahwa majelis menerima eksepsi Telkomsel yang mengatakan pengadilan yang berwenang memeriksa perkara ini adalah pengadilan niaga.

“Untuk itu, kami akan membawa gugatan perbuatan melawan hukum ini ke pengadilan niaga,” sindir Feri ketika dihubungi hukumonline, Senin malam (5/5).

Sindiran ini timbul karena Feri juga memahami jika terkait dengan permintaan imbalan jasa kurator dan biaya kepailitan adalah ranah pengadilan niaga. Akan tetapi, gugatan yang tengah dilayangkan Feri dkk adalah gugatan perbuatan melawan hukum.

“Ini gugatan tentang perbuatan melawan hukum. Gugatan PMH bisa ke siapa saja dan itu ke pengadilan negeri. Ini kan nggak beres,” lanjutnya.

Meskipun gugatan tidak dapat diterima, Feri dkk tidak patah semangat. Feri segera menyusun strategi baru, yaitu akan memasukkan kembali gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Menteri Hukum dan HAM dan Telkomsel. Bahkan, menurutnya, kedudukan tergugat bisa ditambah dengan UKP4, Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan. Berdasarkan pernyataan UKP4 inilah Amir Syamsuddin membuat Peraturan Menteri Nomor 1 Tahun 2013 tersebut. UKP4 inilah yang meminta Amir untuk segera menyelamatkan Telkomsel dari ancaman kepailitan.

Sementara itu, untuk pengacara yang membela Telkomsel kala itu, Feri akan melihat kembali apakah akan tetap didudukkan sebagai tergugat atau tidak. “Itu kita akan lihat nanti. Saya baca dan pelajari dulu putusannya. Atau bisa jadi gugatan terhadap mereka dipisah,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait