MUI Kota Sukabumi Minta Emon Dihukum Rajam
Berita

MUI Kota Sukabumi Minta Emon Dihukum Rajam

Presiden juga diminta untuk segera turun tangan.

Oleh:
ANT
Bacaan 2 Menit
Foto: almaliknews.wordpress.com
Foto: almaliknews.wordpress.com
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Sukabumi meminta pihak berwajib agar memberikan hukuman berat terhadap tersangka pelaku kejahatan seksual kepada anak yakni Emon dan bila perlu hukumannya adalah rajam.

"Sesuai dengan Syariat Islam, hukuman yang paling layak diterima oleh Emon adalah hukum rajam karena apa yang telah dilakukan tersangka sudah keluar dari kaidah ajaran agama Islam," kata Seketaris MUI Kota Sukabumi M Qusoi kepada wartawan, Rabu (7/5).

Ia yakin agama manapun setuju bahwa pelaku pelecehan seksual kepada anak harus dihukum seberat-beratnya bila perlu hukuman mati.

Menurut Qusoi, saat ini hukuman yang diberikan kepada para pelaku kejahatan seksual kepada anak relatif ringan yang ancaman hukumannya hanya paling lama 15 tahun penjara dan paling singkat tiga tahun penjara seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Perlindungan Anak nomor 23 tahun 2002. Bahkan, MUI menilai sudah saatnya UU tersebut direvisi atau diamandemen karena dengan lemahnya ancaman hukuman sehingga kasus seperti ini banyak terjadi.

Maka dari itu, jika hukumannya ditambah berat maka pihaknya yakin para pelaku pedofil tersebut akan merasa takut dan segera bertobat tidak akan melakukan hal biadab itu lagi. Atau minimalnya jika hukuman kepada para pedofil tersebut lebih berat dari yang tertuang dalam UU itu, bisa meminimalisir terjadinya kasus pedofil.

Bahkan, pihaknya menambahkan bahwa kasus pedofil atau yang biasa disebut sodomi itu termasuk perbuatan zina dan sangat diharamkan oleh Islam, seperti pada zaman Nabi Luth, karena umatnya menyukai sesama jenis. Dia meminta Allah SWT untuk menghancurkan umatnya ditenggelamkan ke dalam bumi dengan cara membalikan bumi lalu dihujani dengan batu belerang yang terbakar secara bertubi-tubi.

"Kami merasa prihatin dengan banyaknya kasus seperti ini yang memanfaatkan kepolosan anak-anak untuk dijadikan alat sebagai pemuas nafsu para kaum pedofil, selain merusak masa depan si anak, akibat perlakuan tidak senonoh itu si korbannya bisa tertular penyakit seks dan trauma yang berkepanjangan," tambahnya.

Qusoi mengatakan dengan banyak terungkapnya kasus ini pihaknya akan membuat model pendidikan agama yang tepat untuk diberikan kepada masyarakat mulai dari anak yang berusia dini, agar si anak tersebut bisa tumbuh dengan berbekal agama. Selain itu, pihaknya juga akan turun tangah untuk melakukan pencegahan-pencegahan agar tidak ada kasus seperti ini lagi.


Terpisah, Ketua Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah (organisasi wanita Muhammadiyah) Siti Noordjannah Djohantini mengatakan kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak-anak merupakan kejahatan yang kejam dan tidak beradab.

"Apalagi untuk kasus-kasus yang pelakunya orang dewasa dan dilakukan secara terencana, hal itu dapat dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa yang harus diusut tuntas, dan pelakunya ditindak dengan hukuman yang seberat-beratnya," katanya di Yogyakarta, Rabu (7/5).

Menurut dia, Aisyiyah prihatin atas berbagai kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak-anak yang terjadi di Tanah Air dengan frekuensi dan intensitas yang tinggi. Indonesia dapat dikatakan berada dalam kondisi "darurat kejahatan seksual terhadap anak".

Oleh karena itu, presiden selaku pucuk pimpinan nasional dan memiliki otoritas tinggi diharapkan mengambil langkah tegas dan cepat untuk memimpin langsung penanganan kasus kejahatan seksual terhadap anak karena keadaannya sudah dalam taraf "gawat darurat".

"Langkah tegas presiden akan membawa dampak luas terhadap penyelamatan dunia anak-anak dan penciptaan rasa aman dalam masyarakat. Jika tidak dilakukan langkah politik nasional yang otoritatif dimungkinkan kasus-kasus yang terjadi akan terulang kembali di kemudian hari," katanya.

Ia mengatakan Aisyiyah memberi apresiasi kepada lembaga-lembaga penegakan hukum, lembaga-lembaga perlindungan anak, dan institusi-institusi terkait lainnya yang dengan responsif telah mengambil langkah untuk menangani kasus tersebut sesuai dengan tanggung jawab masing-masing.

"Kami berharap penanganan kasus-kasus kejahatan terhadap anak tersebut menjadi prioritas utama dan dilakukan tindakan hukum secara tegas dan tuntas, serta pelakunya mendapatkan hukuman yang seberat-beratnya sehingga menimbulkan efek jera," katanya.

Berkaitan dengan hal itu, kata dia, diperlukan gerakan nasional secara masif yang mengusung kampanye stop dan antikejahatan terhadap anak dalam segala bentuknya termasuk kekerasan, pelecehan seksual, dan penjualan anak.

"Gerakan itu dilakukan dengan bergandeng tangan antara lembaga keluarga, lembaga pendidikan, dan masyarakat dalam menjadikan kejahatan terhadap anak sebagai musuh bersama," katanya.

Menurut dia, gerakan tersebut dimaksudkan untuk melindungi anak sebagai kewajiban menyiapkan generasi yang kuat. Negara bertanggung jawab menjamin hak-hak anak untuk tumbuh menjadi generasi yang kuat.

Anak adalah amanah dan warisan yang tidak ternilai untuk dilindungi, dirawat, dan dididik dengan sebaik-baiknya. Anak adalah sumber utama lahirnya generasi bangsa untuk mengemban amanah peradaban dan kekhalifahan di muka bumi.

"Oleh karena itu setiap kejahatan dalam bentuk apa pun terhadap anak sama dengan menghancurkan generasi dan peradaban umat manusia," katanya.
Tags:

Berita Terkait