Akibat Hukum Jika Pelantikan Presiden Tertunda
Utama

Akibat Hukum Jika Pelantikan Presiden Tertunda

Penyelenggara pemilu diminta taat pada jadwal yang sudah disepakati.

Oleh:
AGUS SAHBANI
Bacaan 2 Menit
Kapolri Sutarman. Foto: SGP
Kapolri Sutarman. Foto: SGP
Rekapitulasi hasil perhitungan suara pemilu legislatif tampaknya tak hanya mengkhawatirkan kalangan masyarakat pemerhati pemilu, tetapi juga di level atas pemerintahan. Kekhawatiran itu muncul karena keterlambatan,  penundaan, atau kegagalan rekapitulasi akan berpengaruh pada tahapan pemilu berikutnya.

Polisi dan Mahkamah Konstitusi termasuk yang mengkawatirkan akibatnya kelak. Jika rekapitulasi tak sesuai jadwal (9 Mei 2014), pengaruhnya terhadap jadwal pemilihan dan pelantikan presiden akan besar. Sesuai rencana, presiden dan wakil presiden terpilih akan dilantik pada 20 Oktober 2014. Bagaimana kalau jadwalnya mundur?

“Menjadi persoalan bagi bangsa Indonesia kalau hingga 20 Oktober 2014 presiden dan wakil presiden terpilih tidak bisa dilantik,” kata Kapolri Sutarman saat Penandatanganan Nota Kesepahaman Mahkamah Konstitusi  dan Polri di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (08/5).

Kekhawatiran Sutarman bukan tanpa dasar. Undang-Undang tak mengatur solusi pasti jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah meletakkan jabatan, sedangkan presiden baru belum dilantik. Bisa terjadi kekosongan kekuasaan. “Harus ada seseorang yang mengambil alih keamanan dan mengendalikan NKRI karena negara tidak boleh vacum of power. Tetapi, persoalannya Undang-Undang belum mengatur ini. Kapolri tidak akan mengambil alih itu,” tegas Sutarman.

Dari sisi faktual, Sutarman menunjuk perkembangan rekapitulasi hasil pemilu legislatif. Hingga kemarin, masih belasan provinsi yang belum selesai perhitungan perolehan suaranya. Padahal rekapitulasi harus sudah selesai 9 Mei 2014. Potensi penundaan, karena itu, sangat masuk akal.

Kapolri mempertanyakan apabila proses pilpres terjadi masalah (tidak sesuai jadwal) dan hingga 20-24 Oktober belum ada pelantikan presiden dan wakil presiden siapa yang akan mengambilalih kekuasaan negara?

Demi menjaga stabilitas, kata Sutarman, persoalan ini harus didiskusikan untuk mencari jalan keluarnya. Solusinya, apakah harus mengubah undang-undang atau presiden menerbitkan perppu apabila presiden dan wakil presiden tidak bisa dilantik sesuai jadwal. Presiden lama demisioner, menteri-menteri di kabinet juga demisioner. “Yang tersisa hanya ketua MA, Ketua MK, Kapolri, Panglima TNI, dan sebagainya. Itu menjadi persoalan bangsa yang harus didiskusikan.”

Dalam kesempatan yang sama, Ketua MK Hamdan Zoelva membenarkan titik akhir proses Pemilu 2014 adalah tanggal 21 Oktober 2014 harus sudah ada pelantikan presiden. ”Atau pelantikan presiden tepatnya pada 20 Oktober atau sebelumnya. Ini final dari seluruh rangkaian pemilu,” kata Hamdan.

Menurutnya, memang konstitusi tidak memberi jalan keluar ketika pada 21 Oktober itu presiden dan wakil presiden tidak dilantik. Karena itu, dia meminta penyelenggara pemilu memperhatikan betul-betul jadwal dan agenda ketatanegaraan itu dan dihormati semua pihak termasuk partai politik.

”Harus dibangun kesadaran semua pihak untuk perhatikan agenda ketatanegaraan. Insyaallah bagi MK bisa menyelesaikan sengketa pemilu dalam waktu maksimal 30. Kita tidak akan akan keluar dari 30 hari. Mungkin bisa kurang dari 30 hari untuk kejar agenda ketatanegaraan,” katanya.

Meski begitu, dia tetap berharap KPU bisa mengumumkan rekapitulasi hasil pemilu nasional sesuai jadwal. ”Kalau tidak, bisa dengan terbitkan Perppu. Misalnya waktu 30 hari ditambah 5 hari atau berapa hari,” ujarnya.

Namun, dia tak setuju jika persoalan mundurnya jadwal pengumuman rekapitulasi hasil pemilu dengan menerbitkan Perppu. ”Jangan gitulah karena penerbitan Perppu itu ada sesuatu keadaan yang luar biasa. Kita berharap KPU bisa menyelesaikannya besok.”
Tags:

Berita Terkait