Advokat Asing Soroti Wacana ‘Nasionalisme’ pada Kampanye Pilpres
Berita

Advokat Asing Soroti Wacana ‘Nasionalisme’ pada Kampanye Pilpres

Investor asing menunggu perubahan kebijakan politik Indonesia terkait pertambangan setelah pemilihan presiden.

Oleh:
ALI
Bacaan 2 Menit
Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Foto: RES
Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Foto: RES
Dua tahun lalu, Indonesia dianggap sebagai pasar yang cukup ‘seksi’ di Benua Asia bagi firma-firma hukum internasional. Mereka melihat adanya peluang pada sektor kekayaan alam, berkembangnya masyarakat kelas menengah, dan ramahnya pemerintah terhadap investasi.

Demikian bunyi laporan seorang jurnalis senior Tom Brennan sebagaimana dilansir dalam situs The American Lawyer, Senin (12/5). 

Namun, ‘keseksian’ itu kini mulai berubah karena beberapa faktor penyebab. Menariknya, salah satu faktor itu terkait perhelatan Pemilu 2014, khususnya Pemilu Presiden (Pilpres). Kampanye para bakal calon presiden yang mengusung tema ‘Nasionalisme’, tulis Tom, mengakibatkan para investor asing menunda untuk masuk ke Indonesia. Mereka menunggu apa yang terjadi setelah Pilpres 2014.

“Jika saya bisa melakukan investasi pada Agustus dan Mei, lalu mengapa saya tidak menunggu sampai Agustus?” ujar Shamim Razavi, penasihat hukum senior pada Norton Rose Fulbright, yang berasosiasi dengan firma hukum Indonesia, Susandarini & Partners di Jakarta.

Masih terkait nasionalisme, kebijakan larangan ekspor biji mineral dan pajak atas ekspor konsentrat mineral juga menjadi sorotan. Kebijakan ini dipandang sebagai cara untuk memaksa perusahaan tambang membangun smelter dan fasilitas pengolahan lainnya di Indonesia.

Partner pada firma Sidley Austin di Singapura, Matthew Sheridan mengatakan kebijakan larangan itu adalah cerminan nasionalisme ekonomi yang secara berkala mencoba mengangkat posisi Indonesia.

Menurut Matthew, Indonesia sepertinya merasa bahwa Negeri ini harus mendapatkan lebih banyak dari batubara, mineral, logam mulia serta minyak dan gas bumi dari perusahaan asing yang mengeksploitasi dan kemudian mengirimkannya ke luar negeri.

“Seolah-olah ingin mengatakan ‘Anda mengambil bagian dari Indonesia dan kemudian menjualnya, tetapi tanpa memberikan tambahan nilai apapun untuk Indonesia’,” ujarnya.

Kini, banyak advokat asing di sektor sumber daya alam berharap Indonesia mengeluarkan peraturan pertambangan baru yang lebih lunak.

Tentang Jokowi
Terkait kandidat presiden yang akan bertarung, Sheridan secara khusus menyoroti Joko Widodo (Jokowi). Sheridan menangkap kesan Jokowi adalah kandidat favorit  sebagian besar masyarakat Indonesia. Banyak investor asing, kata dia, juga melihat sosok Jokowi sebagai pemimpin pragmatis yang cukup bisa memoderasi beberapa pandangan nasionalis di dalam pemerintahan.

“(Jokowi) Adalah orang yang praktikal, dan saya pikir itu pasti klien juga melihat seperti itu. Dia pasti tidak akan melalukan hal-hal yang bisa melukai perekonomian,” tambah Sheridan. 

Namun, tak semua orang memiliki keyakinan yang sama. Joel Hogarth, partner pada O’Melveny & Myers Singapore, mengatakan sebagian besar platform ekonomi Jokowi masih belum jelas. Namun, Hogarth berpendapat, atas dasar beberapa pernyataan publik sebelumnya dan sikap partainya, Jokowi mungkin memiliki kecenderungan nasionalis sendiri.

“Secara ideologis saya pikir dia mungkin percaya sumber daya Indonesia adalah untuk Indonesia,” kata Hogarth.
Tags:

Berita Terkait