Penerapan Konsep Green Banking Diperluas
Utama

Penerapan Konsep Green Banking Diperluas

Seluruh lembaga jasa keuangan, kini wajib menerapkan green banking.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Acara penandatanganan MoU antara Kementerian Lingkungan Hidup dan OJK di Jakarta, Senin (26/5). Foto: www.menlh.go.id
Acara penandatanganan MoU antara Kementerian Lingkungan Hidup dan OJK di Jakarta, Senin (26/5). Foto: www.menlh.go.id
Penerapan konsep green banking diperluas. Dari sebelumnya hanya diterapkan di sektor perbankan, diperluas menjadi ke seluruh lembaga jasa keuangan. Hal ini ditandai dengan penandatanganan kesepakatan bersama atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).

Kerjasama tersebut berjudul peningkatan peran lembaga jasa keuangan dalam perlindungan dan pengelolaan hidup melalui jasa keuangan berkelanjutan. Tandatangan dilakukan oleh Menteri LH Balthasar Kambuaya dan Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad. Kerjasama ini merupakan program lanjutan green banking antara KLH dengan Bank Indonesia (BI) tahun 2010 lalu.

Dalam sambutannya, Balthasar mengatakan bahwa kerjasama ini bertujuan untuk mendorong pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Menurutnya, OJK selaku regulator memiliki peran strategis dalam mengatur perekonomian melalui kebijakan penyaluran kredit/pembiayaan yang ramah lingkungan.

Selain itu, lanjut Balthasar, OJK juga memiliki peran penting dalam mendorong terbentuknya entitas jasa  keuangan selain bank seperti asuransi, saham, dan sektor lainnya untuk memiliki wawasan lingkungan.

"Kementerian Lingkungan Hidup akan mendukung segala upaya para pihak untuk dapat mengimplementasikan semua kebijakan lingkungan hidup pada sektor jasa keuangan," katanya di Jakarta, Senin (26/5).

Muliaman menyambut baik kerjasama ini. Menurutnya, kerjasama ini bertujuan untuk meningkatkan peran lembaga jasa keuangan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup melalui pengembangan jasa keuangan berkelanjutan. Setidaknya, terdapat lima poin yang tercantum dalam nota kesepahaman ini.

Pertama, mengenai harmonisasi kebijakan di sektor jasa keuangan dengan kebijakan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Kedua, terkait harmonisasi kebijakan di bidang perlindungan dan pengelolaan llingkungan hidup dengan kebijakan di sektor jasa keuangan. Ketiga, terkait penyediaan dan pemanfaatan data serta informasi lingkungan hidup untuk pengembangan jasa keuangan berkelanjutan.

Keempat, mengenai penelitian atau survei dalam rangka penyusunan konsep kebijakan di bidang keuangan berkelanjutan. Kelima, terkait peningkatan kapasitas dan kompetensi sumber daya manusia sektor jasa keuangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. "Pentingnya peran lembaga jasa keuangan dalam melindungi lingkungan hidup," katanya.

Menurut Muliaman, dukungan lembaga jasa keuangan dalam melaksanakan keuangan berkelanjutan (sustainable finance) juga menjadi fokus OJK. Dukungan tersebut dapat berupa penyediaan sumber-sumber pendanaan proyek-proyek ramah lingkungan, seperti energi baru dan terbarukan, pertanian organik, industri hijau dan eco tourism.

Ia berharap kebijakan keuangan berkelanjutan dapat memberikan dampak positif berupa perubahan paradigma dalam pembangunan nasional dari greedy economy menjadi green economy. Greedy economy merupakan istilah dimana fokus ekonomi hanya terbatas pada pertumbuhan ekonomi yang dinilai melalui pertumbuhan GDP, melakukan eksploitasi kekayaan alam, dan aktivitas ekonomi yang bertumpu pada utang.

Sedangkan green economy merupakan perubahan pandang terhadap pembangunan ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan 3P (people, profil, planet), perlindungan dan pengelolaan kekayaan alam serta partisipasi semua pihak. Konsep 3P tersebut menjadi dasar pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

200 Bankir
Muliaman mengatakan, program green banking sudah diluncurkan oleh Kementerian LH dan BI sejak 2010 silam. Sejak saat itu hingga sekarang, terdapat 200 bankir yang memahami lingkungan hidup. Seluruh bankir tersebut telah mengikuti pelatihan mengenai risiko lingkungan hidup. Ia berjanji, akan terus meningkatkan jumlah bankir yang paham lingkungan.

"Jumlah ini akan terus ditingkatkan sebab tidak semua bankir yang mengerti lingkungan hidup," tuturnya.

Menurut Muliaman, hingga saat ini total pembiayaan perbankan yang digunakan untuk proyek berwawasan lingkungan mencapai Rp15,5 triliun. Proyek-proyek berwawasan lingkungan tersebut seperti pembiayaan bio diesel, bio energi, pertanian organik, industri hijau dan eco tourism. "Itu angka hingga kuartal I 2014," katanya.

Ia berharap dengan adanya kerjasama ini terjadi peningkatan portofolio pendanaan proyek berwawasan lingkungan. Muliaman yakin peningkatan portofolio pendanaan tersebut dapat membantu penyelesaian permasalahan ekonomi nasional terkait kemandirian di bidang energi, pertanian dan perindustrian.
Tags:

Berita Terkait