Pemilu Serentak Bertingkat Perkuat Sistem Presidensial
Konferensi HTN 2014:

Pemilu Serentak Bertingkat Perkuat Sistem Presidensial

Pemisahan pemilu nasional dan pemilu lokal serentak akan sangat menguntungkan rakyat.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Ketua DKPP Prof Jimly Asshiddiqie dalam acara Konferensi HTN di Sawahlunto, Sumatera Barat. Foto: Istimewa
Ketua DKPP Prof Jimly Asshiddiqie dalam acara Konferensi HTN di Sawahlunto, Sumatera Barat. Foto: Istimewa
Gagasan pemilu serentak untuk memilih presiden, gubernur, bupati/walikota, anggota DPR, DPD, dan DPRD dinilai tidak realistis. Cuma, pemilu serentak perlu dilakukan secara bertingkat. Misalnya, pemilu tingkat pusat untuk memilih presiden dan wakil presiden, DPR, DPD dilakukan serentak. Demikian pula pemilihan gubernur dan DPRD provinsi atau bupati/walikota dan DPRD kabupaten/kotamadya dilakukan serentak secara terpisah.

Pandangan itu disampaikan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Prof Jimly Asshiddiqie saat menjadi keynote speech dalam Konferensi Nasional Hukum Tata Negara dan Anugerah Konstitusi Muhammad Yamin Award di Sawahlunto Sumatera Barat, Kamis (29/5) malam. Acara yang digagas Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) FH Universitas Andalas ini mengambil tema besar bertajuk “Penyelenggaraan Pemilu Serentak”.

Jimly menilai mekanisme pemilihan pimpinan lembaga eksekutif dan anggota lembaga legislatif secara serentak itu justru implikasi akan memperkuat sistem pemerintahan (presidensial). Dengan sistem ini tidak ada jaminan partai pemenang pemilu dipastikan pasangan eksekutif yang diusung partai itu ikut menang karena rakyat bebas. Seperti di Amerika, presidennya dari Partai Demokrat, mayoritas parlemen dikuasai Partai Republik.      

“Memang bisa menyulitkan dalam proses pengambilan keputusan, tetapi dalam praktik sistem presidensial tidak masalah karena biasanya presiden mendapat dukungan kuat dari masyarakat,” kata mantan Ketua MK ini.   

Menurut dia sistem pemilu serentak model seperti ini dampaknya sangat besar yang berpengaruh pada struktur jabatan-jabatan yang dipilih, sistem kepartaian, struktur lembaga perwakilan. Makanya, kata dia, sistem pemilu serentak ini perlu dibarengi restrukrisasi sistem parlemen dengan dua barisan yaitu fraksi pemerintah dan fraksi nonpemerintah, tetapi bukan oposisi.

“Cukup dengan tiga fraksi sesuai fungsi lembaga perwakilan yakni legislasi, anggaran, dan pengawasan yang masing-masing fungsi dibagi sub-sub komisi. Ini agar memudahkan pengambilan keputusan, semua perdebatan demi kepentingan rakyat,” katanya. “Tidak seperti sistem parlemen sekarang, ribet dan sering melahirkan politik transaksional.”

Dia berharap dalam pertemuan ini berbagai kelemahan dalam sistem Pemilu 2014 ini menjadi bahan perbaikan dalam rangka merancang blue print baru untuk Pemilu 2019 dan seterusnya. Terlebih, desain pemilu 2019 itu sudah pasti berubah lantaran adanya putusan MK yang mengamanatkan agar penyelenggaraan pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden (Pilpres) dilakukan serentak.

“Demikian pula ke bawah (pemilihan kepala daerah) yang sudah didahului di Lampung, pemilu legislatif sekaligus pemilihan gubernur Lampung. Saya optimis sistem pemilu serentak akan ada perbaikan, sehingga sistem pemilu ke depan ajeg (tetap), tidak tambal sulam seperti sekarang ini,” harapnya. 

Menguntungkan rakyat
Hal senada disampaikan Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga, Ramlan Surbakti. Menurutnya, model pemilihan “borongan” dengan memilih lima penyelenggara negara sekaligus itu justru membingungkan dan merugikan rakyat. Menggabungkan pemilu nasional dan lokal justru akan sangat merugikan otonomi daerah karena akan didominasi isu nasional, isu lokal tenggelam.

“Saya tak sependapat dengan Effendi Gazali yang menilai pemilu presiden, anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota secara serentak menguntungkan rakyat,” kata Ramlan.

Dia tegaskan pemberian suara secara cerdas sangat tidak mungkin, khususnya untuk pemilu DPR, DPD, DPRD provinsi dan kabupaten/kota. Sebab, jumlah alternatif calon sangat banyak untuk setiap daerah pemilihan. Sebaliknya, pemisahan pemilu nasional serentak dengan pemilu lokal serentak justru akan sangat menguntungkan rakyat.

Mantan Anggota KPU periode 2002-2007 menilai pemilu serentak terpisah ini dapat menciptakan sistem presidensial yang efektif karena presiden terpilih dan mayoritas anggota DPR terpilih berhasil menyepakati kebijakan publik nasional. Efek lainnya, dapat mengurangi jumlah partai politik secara alamiah tanpa mengurangi suara sah terbuang. Sama halnya pemilu lokal serentak akan menghasilkan pemerintahan daerah yang efektif.

“Kalau pemilih memberi suaranya pada pasangan calon presiden/gubernur partai A atau gabungan partai, maka pemilih juga akan memberi suaranya pada partai A atau gabungan partai itu. Fenomena politik ini disebut cottail effect,” katanya.
Tags:

Berita Terkait