Polri Diminta Ekstra Amankan Pilpres
Berita

Polri Diminta Ekstra Amankan Pilpres

Akan berdiri pada rel murni penegakan hukum, tanpa terpengaruhi kepentingan politik apapun.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP (Ilustrasi)
Foto: SGP (Ilustrasi)
Eskalasi masyarakat di dunia maya dalam mendukung salah satu pasangan Calon Presiden (Capres) dan (Cawapres) teramat menggebu-gebu. Malahan seolah saling menyerang pasangan Capres lain. Sama halnya di ‘darat’, upaya menyerang dengan media tertentu. Oleh sebab itu, Polri sebagai pengayom dan penjaga ketertiban umum diminta melakukan pengamanan terhadap kemungkinan terjadinya potensi anarkis menjelang Pilpres.

Hal ini disampaikan anggota Komisi III Nasir Djamil dalam rapat kerja dengan Polri di Gedung DPR, Rabu (18/6). “Di dunia maya itu suasananya sangat panas. Tetapi di darat harus tetap dingin. Oleh karena itu Polri harus melindungi dengan asas  Luber dan Jurdil,” ujarnya.

Dikatakan Nasir, penilaian tersebut setelah melakukan pengamatan di media sosial yang kian hari menyerang pasangan Capres lain. Eskalasi memanasnya di dunia maya tak boleh berimbas hingga sampai ke ‘darat’. Menurutnya, banyaknya serangan dari lawan politik merupakan hal yang tak bisa terelakan acapkali memasuki Pilpres.

Maka dari itu, Polri diminta bersikap hati-hati dalam menindaklanjuti setiap laporan masyarakat. Memanasnya eskalasi Pilpres setidaknya adanya pemberitaan yang menyudutkan salah satu Capres melalui pemberitaan Tabloid Obor Rakyat. Selain itu adanya laporan ke Bareskrim terkait iklan yang menyebutkan salah satu Capres meninggal, dan tersebarnya dokumen pemberhentian salah satu Capres dari korps ABRI.

“Polri dan jajarannya harus hati-hati dalam menindaklanjuti laporan, selain itu juga harus profesional karena menjadi bagian dari civil society,” ujarnya.

Anggota Komisi III lainnya Desmon J Mahesa menambahkan, kehati-hatian Polri dalam menindaklanjuti laporan masyarakat mesti diimbangi dengan profesionalitas. Memang menjadi tangangan tersendiri bagi institusi Polri di tengah memanasnya eskalasi menjelang 9 Juli mendatang.

Dikatakan Desmon, banyaknya kampanye hitam mulai isue Babinsa yang melokalisir agar memilih salah satu calon, hingga adanya anggota Polri yang bertemu salah satu Timses. Netralitas Polri pun diuji dalam Pilpres. Menurutnya, jika salah langkah, berakibat buruk pada citra Polri.

“Ini tantangan  kepolisian untuk merapikan. Kalau kepolisian berpihak akan terjadi konflik horizontal, makanya Polri harus berhati-hati dalam bersikap,” ujar politisi Partai Gerindra itu.

Anggota Komisi III dari Fraksi Hanura Sarifuddin Sudding menambahkan keberpihakan aparat kepolisian justru akan menambah persoalan dalam perpolitikan. Menurutnya Kapolri sebagai pucuk pimpinan mesti ekstra menjaga institusi dari ‘kegenitan’ jajarannya yang ‘bermain mata’ dengan politisi tertentu.

Merujuk pada UU No.2 Tahun 2002 tentang Polri, institusi korps bhayangkara bekerja merujuk pada UU tersebut. Polri tidak dapat bekerja sesuai fungsi dan kewenangannya tanpa UU. Termasuk menjaga netralitas. “Institusi ini harus dijaga dari keberpihakan, dan mari kita jaga Polri agar tetap independen dalam menjalankan amanat UU Polri. Soal kemungkinan ada potensi konflik harus segera diantisipasi,” katanya.

Menanggapi sejumlah pandangan dari anggota dewan, Kapolri Jenderal Sutarman mengamini. Menurutnya, Polri akan tetap berdiri pada garis tengah dengan tanpa memihak manapun. Sebaliknya, Polri akan bekerja murni penegakan hukum.

“Polri akan berdiri di atas rel dan tidak akan terpengaruh dengan kepentingan apapun, murni penegakan hukum. Karena ini ngeri-ngeri. Kami akan mengawasi anak buah kami dan tidak akan dibawa ke kepentingan manapun,” ujar jenderal polisi bintang tiga itu.

Terkait dengan maraknya pemberitaan Tabloid Obor Rakyat, dapat diterapkan tiga hal. Pertama, pemberitaan dalam sebuah media terkait dengan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Begitu pula jika media massa tidak memiliki izin, itu pun dapat dijerat dengan UU Pers. Kedua, terkait pemberitaan yang merugikan seseorang masuk kategori delik aduan. Hal itu dapat diterapkan dengan ketentuan pidana umum. Ketiga, delik UU Pemilu.

“Jika ditemukan deik Pemilu, maka akan diserahkan ke KPU. Kalau kode etik ke DKP, kalau pidana ke Polri. Na terkait pidana pers akan ditangani dengan UU Pers. Kalau pidana umum akan ditangani pidana umum,” pungkas mantan Kapolda Metro Jaya itu.
Tags:

Berita Terkait